Karya ini hanya imajinasi Author, Jangan dibaca kalau tidak suka. Silahkan Like kalau suka. Karena perbedaan itu selalu ada 🤭❤️
Perjodohan tiba-tiba antara Dimas dan Andini membuat mereka bermusuhan. Dimas, yang dikenal dosen galak seantero kampus membuat Andini pusing memikirkan masa depannya yang harus memiliki status pernikahan.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Tok..tok.. Dini mengetuk pintu ruangan Dimas tapi belum ada sahutan. Dini mengulangi mengetuk pintu ruangan tersebut namun hasilnya tetap sama, nihil.
"Apa aku buka saja ya" batin Dini sambil menggigit ujung jarinya. Ya, jika gugup Dini suka sekali menggigit ujung jarinya, mungkin sudah menjadi kebiasaan.
"Kucoba aja ah" Akhirnya Dini mencoba membuka pintu dan ceklek, pintu tidak terkunci.
"Permisi, Pak Dimas. Pak Dimas" panggil Dini dengan kepala masuk keruangan sedangkan badan masih didepan pintu.
"Lah, ga ada orang. Katanya pulang bareng masa gue ditinggal?" Dini mencoba mengambil handphonenya dan menelpon Dimas. Suara handphone terdengar didalam ruangan. Dini mengecek dan terlihat ada layar handphone menyala diatas meja. Dini langsung mematikan panggilan dan masuk ke dalam setelah menutup pintu.
"Permisi, Pak. Dini masuk ya" ucap Dini dengan pelan. Baru saja, Dini mau melangkahkan kaki ke arah sofa, pintu kamar mandi terbuka. Jelas saja, Dini menoleh dan Dini berteriak sambil menutup matanya dengan kedua tangan.
"Pak Dimas, kenapa ga pake bajuuuuuu?" teriak Dini bertanya. Dimas yang kaget dengan kedatangan Dini dan teriakkan Dini segera menetralkan jantungnya. Dimas segera berjalan ke arah lemari, mengambil pakaian dan kembali ke kamar mandi.
Tidak lama pintu kamar mandi terbuka dan tertutup kembali, Dini yang mendengar langsung membuka mata.
"Astaga, Mata gue" Dini mengelus dadanya yang masih deg-degan habis melihat tubuh Dimas. Perempuan mana yang tidak tergoda melihat tubuh laki-laki yang atletis. Setahu Dini, Dimas memang pernah menjadi pemain basket waktu dikampusnya dulu tapi Dini tidak pernah melihat Dimas membuka bajunya meski mereka tinggal serumah. Mereka selalu memakai pakaian didalam kamar mandi.
Pintu kamar mandi kembali terbuka memperlihatkan Dimas yang sudah lengkap memakai baju.
"Kenapa tadi Pak Dimas tidak pakai baju?" Dini mulai menginterogasi.
"Ini ruangan saya"
"Gimana kalau ada yang masuk seperti saya tadi?" Dimas mulai jalan mendekat ke arah Dini, Dini yang menyadari seketika mundur. Bugh! Dini sudah tidak bisa mundur. Dimas makin maju hingga wajah mereka sangat dekat. Aroma sabun tercium jelas dari tubuh Dimas
"Tidak ada yang berani masuk keruangan saya selain kamu, Dini" ucap Dimas jelas didepan wajah Dini. Dimas menatap Dini dengan intens. Entah kenapa, melihat bibir Dini yang berwarna merah jambu membuat Dimas ingin menyentuhnya. Deru nafas Dimas tersapu di wajah Dini. Mereka berdua sama-sama deg-degan. Dimas mendekatkan wajahnya, Hidung Dimas sudah mulai menyentuh hidung Dini, Dini menutup matanya.
Tok..tok..Suara pintu diketuk dari luar. Menyadarkan Dimas yang sudah terbuai.
"Ah" Dimas menarik wajahnya dan meninggalkan Dini yang terdiam dengan wajah yang memerah.
"Jantung gue ga aman" batin Dini sambil mengatur nafas.
"Sore, Pak" sapa Security kampus. Jam-jam segini sudah biasa Security mengecek ruangan untuk memastikan apakah tidak ada dosen atau mahasiswa yang tertinggal sebelum dia mengunci gerbang.
"Sore"
"Pak Dimas sakit? Kenapa Wajah Pak Dimas merah?" ucap Security kemudian.
"Heum, Saya baik-baik aja, Pak" balas Dimas sambil mengatur nafasnya.
"Oh, kalau butuh bantuan hubungin saya aja Pak" ucap Security itu lagi.
"Baik, Pak. Terima kasih"
Setelah Pak Security pergi, Dimas menutup pintu. Dilihatnya Dini sedang menatap keluar jendela.
"Ayo, kita pulang" Dimas segera mengambil handphone yang berada dimeja dan langsung memasukkan ke dalam tasnya. Dini mengikuti Dimas dengan Diam.
"Apa tadi Pak Dimas mau menciumku ya?" gumam Dini dalam hati.
Dimobil mereka berdua sama-sama diam, sibuk dengan fikirannya masing-masing.
"Minggu depan kita pindah?" Dimas membuka obrolan, berada didalam mobil dalam posisi diam itu sumpah tidak enak.
"Pindah kemana, Pak?"
"Pindah kerumah kita sendiri" jawaban Dimas membuat Dini membulatkan matanya.
"Jika tidak sibuk, mulailah mengemasi barang-barang kamu yang penting" lanjut Dimas. Apakah Dimas punya maksud terselubung dengan pindah kerumah baru?