Kedatangannya di kota lain dengan niat ingin memberi kejutan pada suaminya yang berulang tahun, namun justru dialah yang mendapat kejutan.
Semuanya berubah setelah ia melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, suami yang sangat di cintainya menggendong anak kecil dan dan merangkul seorang wanita di sampingnya.
"Siapa wanita itu Mas!" Bentak Anastasya.
"Dia juga istriku." Jawab Damian.
Deg!
Anastasya tersentak kaget, tubuhnya lunglai tak bertenaga hampir saja jatuh di lantai.
"Istri?" Anastasya mengernyitkan keningnya tak percaya.
Hatinya hancur seketika tak bersisa, rasanya sakit dan perih bagai di sayat pisau tajam. Suami yang selama ini dia cintai ternyata memiliki istri di kota lain.
Bagaimana nasib rumah tangganya yang akan datang? Apakah ia mampu mempertahankannya ataukah ia harus melepaskan semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herazhafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menuduh
Anastasya kembali membersihkan rumah hingga malam hari. Setelah selesai, Ia masuk ke dalam mobilnya lalu kembali menuju rumah Damian.
Anastasya memarkirkan mobilnya kemudian segera masuk kedalam. Ia membersihkan diri kemudian ikut bergabung untuk makan malam.
"Mas, Makasih ya sudah ajak Radit dan aku jalan-jalan. Radit sangat bahagia dan senang bisa bermain dengan kamu. Makasih juga sudah belikan aku Tas." Kanaya memulai obrolan. Ia sengaja ingin membuat Anastasya cemburu dengan perhatian yang di berikan Damian pada Radit.
Anastasya melirik Damian meminta penjelasan, namun Damian diam saja tidak memberikan jawaban ke Kanaya, tidak juga bicara pada Anastasya. Anastasya tidak habis pikir dengan Damian, keuangan perusahaan mulai menurun, tapi dia masih saja membelikan Kanaya tas yang menurutnya tidak terlalu penting.
"Dari mana aja kamu kelayapan? keluar pagi pulang malam." Tanya Weni menyindir.
"Dari makam Ibu." Jawab Anastasya.
"Seharian?" Tanya Weni kembali.
"Seharian membersihkan rumah ibu. Rumahnya sudah berdebu karena terlalu lama nggak di tinggalin." Jawab Anastasya.
"Kenapa nggak kamu tinggalin aja. Itukan rumah orang tua kamu." Ujar Weni.
"Itu memang rumah orang tuaku, dan ini rumahku, jadi aku harus tinggal di sini." lantang Anastasya.
"Tasya!" Bentak Damian.
"Tapi tenang aja aku akan meninggalkan rumah ini setelah polisi menemukan siapa di balik penculikan aku saat di Mall. Aku yakin, sekarang polisi sedang mengumpulkan bukti untuk menangkapnya. Ia kan Naya?" Selidik Anastasya menatap Kanaya. Dia sangat ingin melihat ekspresi wajah Kanaya saat menyinggung tragedi penculikan yang dialaminya.
Kanaya tidak menjawab, dengan gugup ia mengambil air minumnya. Wajahnya langsung berubah pucat.
"Kenapa wajahmu tiba-tiba pucat? apa kamu takut jika polisi menemukan pelakunya?" Sindir Anastasya.
"Ti.. tidak..! aku malah akan senang." Gugup Kanaya.
"Kalo kamu senang seharusnya kamu bersikap biasa aja." Ujar Anastasya.
"Apa kamu sedang menuduhku?" Kesal Kanaya tidak terima.
"Aku tidak menuduh, aku hanya merasa seperti itu. Jika kamu tersinggung ya maaf saja." Terang Anastasya dengan Anastasya. Ia semakin berusaha membuat Kanaya ketakutan.
"Lancang sekali kamu." Kanaya berdiri ingin menampar Anastasya.
"Berhenti Naya! Jangan ada yang bicara lagi." Bentak Damian.
Tasya berhenti bicara, kemudian mengalihkan pandangannya mencari mbok Siti.
"Mbok, tolong bawain aku makanan di kamar, aku makan di kamar aja." Pinta Anastasya.
"Iya Nyonya." Sahut Mbok Siti.
"Mama puas kan, aku nggak ikut makan di sini?" Kesal Anastasya.
"Tasya! kenapa kamu makin nggak sopan dengan Mama?" Damian semakin geram.
"Maaf Mas, bagaimana aku menghargai Mama jika Mama juga tidak pernah menghargai aku. Aku selalu mengalah untuk Mama, apa kamu tidak sadar itu? Selamat menikmati makan malam kalian." Anastasya meletakkan garpu dan sendok yang di pegangnya di atas piring kemudian pergi menuju kamar.
Ia duduk menangis menunduk sambil mencengkram seprai dengan kuat.
Suara mbok Siti yang baru saja masuk ke dalam membawa satu nampan berisi makanan dan minum mengalikan pandangannya.
"Nyonya, Jangan menangis terus, Nyonya besar memang begitu kan? Omongannya nggak usah di dengerin. Sebaiknya Nyonya makan dulu, nanti nyonya sakit jika telat makan." Pinta Mbok Siti.
"Makasih mbok, nanti aku makan." Lirih Anastasya.
"Makan sekarang selagi makannya masih hangat." Ujar Mbok Siti.
Anastasya mengangguk lalu mengambil makanannya, rasa makanan begitu hambar di mulutnya hingga sangat susah untuk menelannya. Setelah Anastasya makan, mbok Siti mengambil piring dan gelas kemudian keluar dari kamar menuju dapur.
Damian masuk ke dalam kamar kemudian duduk di sisi Anastasya.
"Kamu jangan marah karena aku belikan tas untuk Kanaya. Aku sudah transfer uang seratus juta di rekening kamu agar aku adil pada kalian." Bujuk Damian.
Anastasya tersenyum mencibir, ia manarik selimut kemudian berbaring untuk istirahat. Malam ini dia tidak bisa tidur dengan tenang. Ia berdoa dalam hati agar segera mendapatkan bukti kejahatan Kanaya.
"Terima kasih Mas, tapi bukannitu yang sebenarnya baku inginkan." Lirih Anastasya menahan tangisnya membelakangi Damian.
"Aku tau ini tidaklah mudah, aku juga tidak tau bagaimana menghadapi kalian. Jangan memintaku memilih anatara kamu dan Mama." Damian membelai rambut Anastasya.
"Aku tidak pernah memintamu memilih Mama atau aku. Aku hanya memintamu memilih Kanaya atau aku." Ujar Anastasya.
"Itu sama saja sayang, Karena Mama sangat sayang dengan Kanaya."
"Ya sudah. Aku ingin istirahat, besok kita akan menghadiri meeting. Jangan menggangguku.lagi." Anastasya sangat lelah, bicara saat di meja makan susah menguras pikirannya di tambah capek karena membersihkan rumah ibunya seharian.
............
Di luar Kanaya sedang menuju ke kamar Weni. "Mah, aku belum dapatkan bukti tentang Tasya. Ia tidak pernah menemui laki-laki itu." Ujar Kanaya.
"Kamu tenang aja, kita pasti akan mendapatkannya." Ujar Weni.
"Sepertinya Anastasya curiga padaku Mah. Aku nggak mau masuk penjara." Ujar Kanaya.
"Makanya kamu jangan terpancing dengan omongannya, kamu harus tenang. Dia nggak boleh tau jika sebenarnya kita yang menyuruh orang untuk melenyapkannya." Nasih Weni.
"Mama benar, aku terlalu emosi." Ujar Kanaya.
"Orang yang kamu suruh tidak akan buka mulut kan?" Tanya Weni.
"Mama tenang aja, dia tidak akan membawa-bawa nama kita meskipun dia tertangkap." Kanaya sangat yakin Rudi tidak akan buka mulut pada polisi.
"Bagus. Kita harus bermain halus untuk mengusir Tasya dari rumah ini. Kamu harus sering-sering membuatnya bertengkar dengan Damian. Dengan Begitu dia sendiri yang akan menyerah dan meminta cerai dari Damian." Nasihat Weni.
"Ia Mah, aku tau apa yang harus aku lakukan. Tapi aku sangat kesal, kenapa dia nggak mati aja saat itu sih, kenapa dia bisa selamat saat jatuh di jurang." Kesal Anastasya.
"Sudahlah, sekarang Mama mau Istirahat." Weni naik keatas tempat tidur.
"Baik Mah, Aku juga mau ke kamar Radit." Kanaya keluar dari kamar Weni kemudian menuju kamar Radit untuk memastikan Radit sudah tidur.
Saat Kanaya menuju kamar Radit ia melihat Anastasya sedang duduk melamun di sofa ruang tamu. Anastasya bangun dari tidurnya karena merasa haus, dan lupa mengambil air minum ke dalam kamarnya, kemudian duduk di sofa karena sudah tidak bisa tidur.
"Lebih baik kamu tinggalkan Damian, sampai kapan kamu akan bertahan di rumah ini? Damian tidak akan menceraikan aku, aku pastikan itu!"
Suara Kanaya dari belakang membuyarkan lamunannya. Ia berbalik menatap Kanaya penuh kebencian, ujung bibirnya sedikit tertarik mengejek.
Plakk!
Kanaya langsung menamparnya pipi Anastasya yang sejak tadi di meja makan ingin dilakukannya.
"Brengsek!" Anastasya berdiri dari sofa sambil memegang pipinya yang memerah karena perih.
Plak! Plak!
Dua kali tamparan ia layangkan di kedua pipi kiri dan kanan Kanaya. Anastasya membalas tamparannya dua kali lipat lebih sakit dari yang ia lakukan.
"Jangan kira aku akan diam saja karena kau menghancurkan rumah tanggaku. Aku pastikan akan membalas mu Naya. Awalnya aku mengira kamu orang yang baik, ternyata kau menusukku dari belakang." Tegas Anastasya.
"Heh, kamu tidak akan mampu melawanku Tasya, Percuma..? kamu tau kenapa? karena Mama di pihak ku, dan kamu tau sendiri jika Damian akan selalu mengikuti perintahnya." Kanaya menahan rasa perih di pipinya.
"Jangan terlalu senang Kanaya, kamu akan mendapatkan karma dari perbuatan mu. Sekarang aku tidak membalas dan masih membiarkan mu tinggal di rumahku. Tapi itu tidak akan bertahan lama. Jadi, kamu siap-siap saja pergi dari rumah ini. Aku pastikan kalian tidak akan menyangka apa yang akan aku lakukan." Ancam Anastasya.
"Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu? aku sudah dua kali membuat mu pergi dari rumah ini. Yang ketiga kalinya, aku pastikan kamu tidak akan kembali selamanya.
"Apa maksud kamu?" Tanya Anastasya.mengernyitkan keningnya.
Kanaya menarik rambut Anastasya dengan kasar.
"Aww.." Pekik Anastasya.
"Kamu ingin tau apa yang sudah aku lakukan?" Tanya Kanaya melotot.
.
.
.
Bersambung....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
tendang aja burungnya biar ga BS terbang sekalian . gedeegggggg bgt.
ga mgkn hamil juga lah. kayaknya si Damian mandul. tp ditipu SM Mak Lampir.
gunakan hp, minta tolong Austin kek, atau minta tolong Tirta kek. gedeghhggg