Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD2
Sebuah mobil jeep hitam metalik berhenti tepat di depan toko yang banyak menyajikan aneka sayur-sayuran segar dalam beberapa keranjang.
Bella, wanita cantik dengan rambut sebahu dan berperawakan tegas itu, turun dari mobil tersebut dan menghampiri seorang wanita tua yang sedang bersiap-siap hendak menyambut nya.
"Permisi Ibu ...," sapa Bella sopan.
"Iya, Mbak, mau cari sayur apa? Pada segar-segar ini, mari dipilih," sambut wanita pemilik toko sayur dengan sopan pula.
Bella tersenyum canggung, ia merasa tak enak dengan sambutan penuh harap dari wanita tua di hadapan nya kini. Padahal tujuan Bella berhenti di toko tersebut hanyalah sekedar ingin menanyakan tempat yang akan ia datangi.
Merasa tak enak, Bella akhirnya memilih beberapa sayuran segar, meskipun ia sendiri tidak menyukai menu sayur-sayuran.
Selagi memilih, bola mata Bella beralih pada seorang pria yang baru saja datang dan langsung berdiri di sampingnya. Ternyata sang pria hendak membeli sayur.
Setelah memilih dan membayar, barulah Bella memberanikan diri untuk bertanya pada sang pemilik toko.
"Maaf Ibu sebelumnya, apa Ibu tau kantor polisi di daerah ini? Kebetulan tujuan saya menuju ke sana, tapi, ponsel saya habis baterai. Jadi GPS tidak berfungsi ...," tanya Bella sopan.
Mendengar pertanyaan Bella, air muka wanita pemilik toko sayur tersebut berubah drastis. Wajahnya mendadak ketus dan tidak bersahabat.
"Mau ngapain anda ke tempat itu?!" sinis si pemilik toko.
Bella sedikit bingung melihat perubahan nada bicara, ekspresi wajah dan juga gestur tubuh wanita tua di hadapannya. Benaknya bertanya-tanya, apa ia sudah salah bicara?
Bella mengigit ujung bibirnya, sembari menebak apakah jawabannya kali ini akan mendapatkan respon yang berbeda. "Saya baru saja dipindahtugaskan ke tempat tersebut, Bu. Apa tempatnya masih jauh dari sini?"
PLEK!
Bukan jawaban yang Bella dapat, melainkan setumpuk air ludah melesat pada sepatu hitam pekat miliknya.
Bella terperanjat melihat reaksi sang pemilik toko, ia juga tertegun kala wanita tua itu melemparkan sejumlah uang yang tadi ia berikan untuk membayar dagangan yang Bella beli.
Wanita itu merampas sekantong sayuran yang digenggam Bella. "Ambil uang mu, aku tidak butuh! Jangan berani-berani membeli dagangan ku, aku tak sudi menjualnya pada sampah masyarakat seperti mu!"
Mendengar suara ribut-ribut, seorang pria tua keluar dari toko tersebut. Ia menenangkan sang istri yang tengah mencak-mencak.
"Ibu, tenang, Bu. Ada apa sih marah-marah begini? Nanti darah tingginya kumat lho."
"Ada sampah masyarakat, Pak! Sumpah, Ibu jijik lihatnya!" umpat sang istri.
Pria tua itu menoleh pada dua orang yang berada di hadapannya, ia menatap pria yang sudah sering menjadi langganan nya. Tentu saja ia lekas tau, bukan pria itu yang dimaksud sang istri. Lalu pria tua itu menoleh pada Bella.
"Mbak ini siapa? Mau apa? -- Mbak polisi?" tanya pak tua jauh dari kata ramah.
Bella mengangguk ragu-ragu. "Saya baru saja dipindahkan kemari, saya tidak tau jalan, kebetulan ponsel saya mati. Tadi saya juga sudah bertanya pada beberapa penduduk sekitar, tapi, mereka enggan menjawab."
Wanita tua itu terkekeh dengan senyuman mengejek.
"Tentu saja kau tidak akan mendapatkan jawaban, siapa juga yang sudi memberi jawaban?! Cih!" wanita yang kepalanya nyaris tertutup uban itu berdecih.
Bella menarik napas panjang sembari membatin. 'Baru nanya lokasi saja sudah selelah ini, apalagi menjalankan tugas. Bakal selelah apa aku nanti?'
Berat Bella menghembuskan napasnya. "Saya tidak tau apa yang sudah kalian alami di tempat ini, saya juga tidak tau bagaimana para petugas menanggapi permasalahan yang kalian hadapi. Tapi, bukannya ini termasuk diskriminasi kepada saya yang baru saja tiba dan tidak tau menau tentang apa yang terjadi di sini?"
"Halah, semua polisi sama saja tuh!" ketus si ibu tua.
"Tidak semua polisi seperti itu, Bu Noni," pria di samping Bella ikut bicara.
"Memang tidak semua polisi seperti itu, Mas Edwin. Tapi, yang seperti itu sudah pasti polisi ...!" Bu Noni selaku pemilik toko semakin meninggikan suaranya.
Melihat situasi semakin tak kondusif, Bella akhirnya pamit undur diri. Tak ada manfaat nya juga ia berlama-lama di sana.
Di belakangnya, Edwin membuntuti. "Maaf, permisi!"
Langkah kaki Bella terhenti. Pintu mobil yang baru saja ia buka, kini ia tutup kembali. Ditatapnya Edwin dengan senyuman getir.
"Ada apa, Mas?" tanya Bella.
"Kalau tidak keberatan, boleh saya bantu menunjukkan jalan?" jawab Edwin dengan senyuman ramah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Anak mereka menghilang tanpa jejak, sudah tiga bulan. Dan ... tanggapan dari polisi dianggap meremehkan, oleh para korban. Alih-alih menyelidiki, para aparat penegak hukum malah enteng mengatakan anak dari pasangan toko sayur itu hanya kabur dari rumah bersama pacarnya," papar Edwin pada Bella.
Kedua alis Bella bertaut. "Para korban? Maksudnya? Orang hilang di kota ini tak hanya anak dari kedua pasangan tadi?"
Edwin mengangguk, pria itu membenarkan.
"Jika dihitung, kemungkinan sudah sebelas gadis muda hilang di kota ini," ungkap Edwin.
Bola mata hitam pekat milik Bella membeliak.
"Se-sebelas?!" Bella nyaris berteriak.
Edwin tersenyum miring sembari melempar jauh pandangannya pada hamparan ilalang yang dilalui oleh mobil yang membawanya.
"Kenapa anda tersenyum seperti itu? Ada yang aneh?" kening Bella berkerut.
Edwin menggeleng, bibirnya terkatup rapat menahan tawa.
"Hey, kenapa?" Bella gusar.
"Tidak, ekspresi anda sangat lucu. Mulut anda menganga lebar seperti ikan kekurangan oksigen!" olok Edwin.
Bella memutar matanya jengah, ia kembali fokus menyetir. Sedangkan Edwin, pria itu fokus menunjukkan jalan pada Bella.
"Oh, ya ... apa di daerah sini ada seorang Dokter yang memiliki tatto di pergelangan tangannya?" tanya Bella dengan mimik serius.
Bola mata Edwin mengerjap.
"Dokter?" Edwin balik bertanya.
Bella mengangguk sembari sesekali melirik Edwin yang duduk di kursi samping kemudi. Tak sabar wanita itu menunggu jawaban dari pemandu jalan nya.
Edwin mengedikkan kedua bahu, matanya menatap keluar jendela. "Entahlah. Saya tidak pernah sakit, tidak pernah juga berobat. Jadi, saya tidak tau ada atau tidaknya orang dengan ciri-ciri yang anda pertanyakan. --- Apa anda sedang mencari-cari seseorang?"
Bella menggeleng, senyuman paksa terukir di bibir mungil nya. "Lupakan saja, bukan hal yang penting."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa kalian bilang? Kapten baru kita seorang wanita?!" Abirama menggeram di belakang meja kerjanya.
Bola mata pria itu mendelik menunjukkan ketidaksukaannya. Bahkan botol kosong air mineral diremasnya hingga remuk, lalu dilempar kasar ke tong sampah. Pria itu memang anti bekerja di bawah komando seorang wanita.
"Begitulah berita yang kami dengar, Ram," jawab Taufik, rekan kerja Abirama.
"Apa-apaan ini? Kapten kita dipindahtugaskan ke tempat lain, lalu digantikan dengan seorang wanita? Aku kira pengganti nya adalah seorang pria yang akan jauh lebih kompeten dari sebelumnya. Ternyata hanya seorang wanita? -- Sudah pasti dia akan menyusahkan kita. Wah! malang sekali nasib tim ini, sepertinya kita tidak akan pernah bisa naik pangkat! Arrrggghhh! Aku bisa gila ...!" gerutu Rama kesal.
Pria itu kemudian berdiri dan melangkah mendekati Taufik yang tengah berdiri di depan dispenser.
"Hey, Ram, jangan diskriminasi gender seperti itu. Tak baik, lagi pula ... kita belum pernah melihat kinerjanya kan?" nasihat Taufik.
"Cih!" Abirama berdecih, "jika kita para pria saja tak berkutik oleh tekanan para atasan, apalagi dia yang hanya seorang wanita? Memangnya apa yang bisa dilakukan para wanita?"
Pria yang paling anti terhadap wanita itu, kini berkacak pinggang sambil menyugar kasar rambutnya.
"Entahlah ... apa ya, yang bisa aku lakukan sebagai seorang wanita? -- Ah, aku juga penasaran, apakah pria yang tengah menyombongkan diri saat ini, pernah berhasil menyelesaikan satu kasus dengan baik?" Suara wanita menyela dari ambang pintu, membuat semua yang ada di ruangan itu tersentak. "Apa kau berani bertaruh untuk kinerja ku? Jika aku yang hanya seorang wanita ini, bisa mengalahkan kinerja semua orang-orang yang ada di dalam sini ... apa kau berani bertaruh untuk mundur dari jabatan mu saat ini?"
Bella melangkahkan kakinya, mendekati dua orang yang tepergok membicarakan dirinya. Wanita itu merangkul kedua pundak Abirama dan Taufik. "Perkenal kan, aku Bella Kimberly!Aku tidak suka banyak ba bi bu, yang ingin aku sampaikan saat ini adalah ... ayo kita bekerja dengan benar! Apa kalian tidak malu selalu di cap buruk oleh para warga?"
Tubuh kedua pria itu mendadak tegang, terutama Abirama. Entah kenapa feeling nya mengatakan, wanita yang tengah merangkul dirinya kini merupakan iblis gila yang akan membuat hari-harinya menjadi lelah.
"Aku tidak peduli kau menyukai aku atau tidak, yang jelas dan wajib kau sadari ... sekarang aku adalah kapten mu. Perbaiki sikap mu, atau ku rontok kan seluruh gigimu," bisik Bella lembut di daun telinga Abirama.
Bella mengusap lembut kedua bahu Abirama dengan senyuman mengejek. Setelah itu, Bella lekas menuju kursi kerja nya.
"Bawakan padaku berkas-berkas para warga yang melaporkan kehilangan anaknya, sekarang!"
*
*
*
Edwin psikopat yang udah ... entahlah sulit menjelaskannya 😀
Keren kamu Kak❤️
tolong triple up 🤭
jantungku kicep tor 😩
udah kyk nonton film Hollywood.
sama film horor korea, yg cowoknya jatuh ke dalam peti yg ada pakunya itu looo, lgsg nancep ke muka 😩