Cerita Tiger and Crane mengikuti kisah seorang anak bernama Hu Zi yang merupakan seorang anak yatim piatu yang cerdas dan ceria. Namun, suatu hari ia tak sengaja menelan mutiara merah, sebuah harta dari energi Yang terdalam. Kejadian ini, lantas menuntun dirinya kepada seorang master iblis yang suram bernama Qi Xuao Xuan. Dalam dunia hantu dan setan, kepribadian antara Hu Zi (Jiang Long) dengan Qi Xuao Xuan (Zhang Linghe) adalah dua pemuda yang memiliki kepribadian yang berbeda. Mereka akhirnya terpaksa berpetualang bersama karena mutiara merah. Sedangkan Hu Zi dan Qi Xuao Xuan yang diawal hubungan saling membenci menjadi bersatu hingga bersinar satu sama lain. Terlebih setelah mereka melalui banyak ujian hidup dan mati, membuat keduanya tumbuh menjadi lebih kuat satu sama lainnya. Hingga suatu hari, Qi Xuao Xuan masuk penjara karena melindungi Hu Zi. Hu Zi beserta teman-temannya akhirnya mengikuti seleksi nasional untuk master iblis, yang pada akhirnya mereka justru mengungkap konspirasi besar yang merupakan sebuah kebenaran seputar perang iblis yang telah terjadi pada 500 tahun lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjaga Lorong Bayangan
Mereka melangkah semakin jauh ke dalam lorong yang dingin dan sunyi, hanya diterangi oleh sinar redup yang memantul dari dinding-dinding batu. Suara langkah mereka menggema samar, menciptakan atmosfer yang membuat bulu kuduk meremang. Setiap ukiran di dinding seolah hidup, menceritakan kisah kuno dengan keheningan yang mencekam.
Hu Zi tetap berada di tengah rombongan, pikirannya bergulat dengan apa yang baru saja ia lihat. Ukiran pria yang memegang mutiara merah dan kehancuran dunia di sekitarnya tidak mau hilang dari ingatannya.
“Qi Xuao Xuan,” panggilnya pelan, nyaris berbisik.
“Ada apa?” sahut Qi Xuao Xuan tanpa menghentikan langkahnya.
“Orang dalam ukiran itu... apa kau benar-benar yakin itu bukan aku?” Hu Zi mencoba meredam kecemasan di suaranya, tetapi gagal.
Qi Xuao Xuan menoleh sekilas. “Ukiran itu adalah peringatan. Jika kau tidak cukup kuat, kau bisa mengalami nasib yang sama seperti dia. Tapi jika kau menyerah sekarang, kau tidak akan pernah tahu apa yang bisa kau capai.”
Jawaban itu tidak sepenuhnya menghibur Hu Zi, tetapi setidaknya memberinya dorongan untuk terus maju.
Di depan, Shen Yue dan Yan Zhao memperhatikan jalan yang bercabang tiga. Ketiga lorong itu gelap dan tampak sama menakutkannya.
“Kita ke mana sekarang?” tanya Yan Zhao, suaranya terdengar khawatir.
Shen Yue mengamati setiap lorong dengan seksama. “Semua lorong ini terlihat sama. Apa peta itu mengatakan sesuatu tentang ini?”
Qi Xuao Xuan mengeluarkan peta kuno dari sakunya dan membukanya di bawah cahaya redup. Garis-garis peta tampak kabur, tetapi salah satu cabang lorong tampaknya memiliki tanda khusus—sebuah simbol berbentuk mata.
“Kita ambil lorong yang kiri,” kata Qi Xuao Xuan sambil melipat peta.
Mereka melangkah masuk dengan hati-hati, tetapi suasana lorong ini berbeda dari sebelumnya. Dinding-dindingnya lebih gelap, hampir hitam, dan udara di dalamnya terasa lebih berat, seperti menekan dada mereka.
Hu Zi mengerutkan kening. “Ada sesuatu yang tidak beres di sini...”
Tiba-tiba, langkah mereka terhenti ketika sebuah suara berat menggema di lorong. Suara itu terdengar seperti campuran antara dengusan hewan buas dan gema manusia.
“Siapa yang berani memasuki wilayahku?”
Mereka semua terkejut dan segera bersiaga. Dari kegelapan, muncul sosok besar yang tampak seperti perpaduan antara manusia dan makhluk bayangan. Tubuhnya dipenuhi duri-duri tajam, dan matanya bersinar merah seperti bara api.
“Penjaga makam...” bisik Yan Zhao, tangannya meraih pedangnya.
Penjaga itu melangkah maju, setiap langkahnya membuat lantai bergetar. “Hanya mereka yang layak yang bisa melewati lorong ini. Apa kalian layak?”
Qi Xuao Xuan maju satu langkah. “Kami datang untuk menemukan kebenaran yang terkubur. Kami tidak akan mundur.”
Penjaga itu mengeluarkan tawa seram. “Semua yang datang ke sini mengatakan hal yang sama. Tapi sedikit yang keluar hidup-hidup.”
Tanpa peringatan, ia menyerang. Tangannya yang besar dan bercakar menghantam ke arah Qi Xuao Xuan, yang segera menghindar dengan lompatan ke samping. Shen Yue dan Yan Zhao bergabung dalam serangan balasan, pedang mereka berkilauan saat mereka menyerang penjaga itu dari dua sisi.
Namun, serangan mereka hanya meninggalkan goresan kecil di kulit makhluk itu. Ia balas menyerang dengan kecepatan yang mengejutkan, membuat mereka kewalahan.
Hu Zi berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Ia ingin membantu, tetapi tubuhnya tidak mau bergerak. Ia hanya bisa melihat teman-temannya bertarung mati-matian melawan makhluk itu.
“Hu Zi!” teriak Qi Xuao Xuan, sambil menghindari serangan lain. “Gunakan mutiara merahmu! Hanya itu yang bisa melukai makhluk ini!”
Hu Zi terperangah. “Tapi... aku tidak tahu caranya!”
“Percayalah pada dirimu sendiri!” sahut Qi Xuao Xuan.
Hu Zi mengatupkan giginya. Ia tahu ia tidak bisa terus bersembunyi. Ia memejamkan mata dan mencoba merasakan energi dari dalam dirinya. Perlahan, ia merasakan kehangatan yang aneh di dadanya, seperti api kecil yang menyala.
Ketika ia membuka matanya, tangannya bersinar merah terang, dan lingkaran energi mulai terbentuk di sekelilingnya. Penjaga itu berhenti sejenak, memperhatikan Hu Zi dengan tatapan penuh kebencian.
“Mutiara merah... Jadi kaulah pemegangnya yang baru,” geramnya.
Makhluk itu meninggalkan Shen Yue dan Yan Zhao, lalu menyerang langsung ke arah Hu Zi. Namun, sebelum ia sempat mencapai Hu Zi, sebuah ledakan energi merah menyala dari tubuh anak itu, memukul mundur penjaga itu.
Hu Zi berdiri dengan napas terengah-engah, tetapi ia merasa kekuatan dalam tubuhnya terus mengalir. Ia mengangkat tangannya, membentuk bola energi merah, dan melemparkannya ke arah penjaga itu.
Bola energi itu meledak saat mengenai tubuh penjaga, menciptakan cahaya terang yang hampir membutakan. Ketika cahaya itu mereda, penjaga itu terduduk, terluka parah.
Makhluk itu mengangkat pandangannya, tatapannya penuh kesedihan. “Kau telah membuktikan dirimu, anak muda. Tapi ingat, kekuatan ini bukanlah anugerah. Ini adalah ujian.”
Setelah mengatakan itu, tubuh penjaga itu perlahan memudar menjadi kabut, meninggalkan lorong kosong di depan mereka.
Hu Zi terjatuh ke lututnya, tubuhnya gemetar karena kelelahan. Teman-temannya segera mendekat, membantu menahannya agar tidak jatuh sepenuhnya.
“Kau melakukannya, Hu Zi,” kata Yan Zhao dengan senyum kecil.
“Ya... tapi aku merasa ini baru awal,” balas Hu Zi, suaranya lemah tetapi penuh tekad.
Qi Xuao Xuan menepuk bahu Hu Zi. “Kau telah membuktikan bahwa kau layak. Tapi perjalanan ini masih panjang. Bersiaplah untuk apa yang akan datang.”
Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, meninggalkan lorong gelap itu dan melangkah ke sebuah aula besar yang penuh dengan pilar-pilar raksasa. Di tengah aula itu terdapat sebuah altar yang memancarkan cahaya biru lembut, dikelilingi oleh simbol-simbol kuno yang bercahaya.
“Ini... tempat yang disebutkan dalam peta,” kata Qi Xuao Xuan.
“Tapi apa yang harus kita lakukan di sini?” tanya Shen Yue, masih waspada.
Hu Zi menatap altar itu dengan pandangan aneh. Mutiara merah di dalam tubuhnya berdenyut lagi, kali ini lebih kuat, seolah memanggilnya.
“Aku pikir aku tahu,” kata Hu Zi dengan suara pelan. Ia berjalan menuju altar itu, langkahnya mantap meskipun tubuhnya masih lemah.
Ketika ia meletakkan tangannya di atas altar, seluruh ruangan dipenuhi cahaya merah yang menyilaukan. Suara gemuruh terdengar, dan sebuah lorong baru terbuka di depan mereka.
“Lorong itu... mungkin itulah jalannya,” ujar Yan Zhao.
Mereka semua saling berpandangan, menyadari bahwa mereka telah melangkah lebih jauh ke dalam misteri yang semakin dalam. Dengan keberanian yang baru ditemukan, mereka memasuki lorong itu, siap menghadapi apa pun yang menanti di depan.