Jatuh cinta pada pria yang tak dikenal, itulah yang dirasakan Khanza.
Hanya dengan melihatnya dari kejauhan.
Setelah lima tahun tak pernah melihat sosok Cinta pertamanya, mereka kembali di pertemukan.
Khanza tak menyangka jika mereka akan dipertemukan kembali sebagai atasannya.
"Maukah kau menikah denganku," kalimat yang keluar dari mulut pria yang menjadi cinta pertamanya itu seolah membuat Khanza melayang.
Apakah mereka akan bahagia bahagia? Tentu saja, apalagi mengetahui ada janin yang sedang berkembang di rahimnya, bulan kedua pernikahannya.
Bermaksud ingin memberi kejutan, justru dialah yang mendapat kejutan dari suaminya.
"Kau boleh meminta apa saja, tapi jangan memintaku meninggalkannya. Aku mencintai dirimu dan dirinya."
'HANCUR' saat suaminya mengatakan jika ia telah menikah sebelum menikahinya.
Istri Keduanya, itulah kedudukannya.
Mampukah Khanza berbagi cinta dengan wanita lain ...?
Akankah ia menerima atau justru harus pergi dari cinta pertamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebahagiaan Keluarga
Hari ini Abizar dan kakek bersiap-siap untuk pergi ke kota, mereka berencana ingin membeli motor baru.
"Aku boleh ikut, ya," pinta Khanza merengek pada Abizar, sejak salam ia meminta ikut, tapi Abizar melarangnya.
"Jangan, ya. Kamu di rumah aja sama nenek. Aku nggak bisa bawa kamu ke kota, kita tak punya kendaraan dan hanya menggunakan kendaraan umum, takutnya itu mengganggu kandungan kamu," ucap Abizar lagi dan lagi. Alasan yang selalu ampuh untuk membuat Khanza tenang ya, kesehatan bayinya.
"Ya udah, deh. Aku di rumah aja," ucapnya lemas.
"Kalau kita udah beli motor baru, nanti kita jalan-jalan, ya," rayu Abizar.
"Ya deh Kak. Aku tunggu di rumah aja sama nenek," ucap Khanza mengalah, ia tak ingin mengambil resiko jika menyangkut kesehatan bayinya.
Menggunakan kendaraan umum, Abizar dan Kakek ke kota, ini untuk pertama kalinya Abizar naik kendaraan umum.
"Ternyata begini rasanya naik kendaraan umum," batin Abizar mengusap keringat yang sudah menetes dari keningnya.
Mereka menggunakan kendaraan umum yang tanpa AC dan ada beberapa bau yang menyengat dari barang penumpang lainnya, membuat Abizar tak nyaman.
Beberapa ibu-ibu terus saja bertanya kepada Abizar, tanpa ia tahu jika Abizar sedang menahan sesuatu yang sedari tadi bergejolak di perutnya, ia merasa mual, benar-benar mual. Ia tak bisa berbicara dan terus menahan agar dia tidak muntah di kendaraan umum itu.
Abizar hanya tersenyum membalas setiap pertanyaan para ibu-ibu itu.
"Berhenti di sini, pak," ucap kakek pada sopir agar menurunkannya, mereka sudah sampai di tujuan.
"Akhirnya sampai juga," batin Abizar saat melihat tempat yang mereka tuju sudah ada di depan mata mereka.
"Ya, sudah sampai ya, Mas. Padahal kita masih ingin ngobrol," protes ibu-ibu yang merasa tak rela saat Abizar beranjak turun dari mobil.
"Maaf ya ibu-ibu, dia ini sudah punya istri, jadi jangan diganggu. Istrinya lagi hamil" ucap kakek pada ibu-ibu tersebut sebelum turun dari mobil.
Kakek yang sedari tadi menahan emosinya akhirnya bicara. Ia tak suka saat mendengar ibu-ibu itu menjodohkan menantunya dengan anak-anak mereka, bahkan ada yang sampai memperlihatkan foto anaknya yang ada di ponselnya.
"Ayo kita kesana, tak usah menghiraukan para ibu-ibu itu," ucap kakek masih kesal.
Kakek dan Abizar berjalan menuju ke dealer motor.
"Sikap kamu sudah bagus dengan tak menghiraukan mereka. Kalau ada ibu-ibu seperti itu diabaikan saja, tak usah ngurusi nya, kamu fokus saja sama istri kamu. Satu istri aja itu susah apalagi lebih dari satu," ucap kakek tergelak seraya menggeleng.
Abizar merasa tersindir dengan ucapan kakek.
"Andai kakek tahu aku juga memiliki dua istri, dan Khanza cucumu adalah istri keduaku. Entah apa yang akan kakek pikirkan tentangku," batin Abizar mengusap tengkuknya dan ikut berjalan dibelakang kakek.
Mereka masuk ke dealer motor, disana banyak berjejer rapi berbagai jenis mobil dan motor.
Kakek memilih-milih motor sedang Abizar memilih bertanya langsung pada salah satu karyawan yang menghampiri mereka.
Awalnya Abizar mengira jika kakek sejak tadi memilih motor yang paling bagus, ternyata kakek memilih motor yang paling murah.
"Pak, kami ambil ini aja, ya," tunjuk Abizar pada salah satu motor matic yang bisa dibilang lebih mahal dari yang lainnya. Namun, menurut mereka tipe ini sangat nyaman dipakai. Abizar mementingkan kenyamanan saat dipakai daripada harga, mengingat ia akan membawa bumilnya untuk berjalan-jalan.
"Bisa tolong diantar ke alamat ini, Pak!" Abizar mengeluarkan secarik kertas, sebelum pergi ia meminta Khanza menulis alamat mereka.
"La, nggak usah dikirim. Kita bawa saja pulang, kita bisa boncengan. Sayang kan ongkosnya harus nambah," ucap kakek.
"Nggak apa-apa, Kek. Jaraknya dari sini ke rumah 'kan cukup jauh, aku tak terlalu terbiasa membawa motor sejauh itu," jawab Abizar.
"Kakek masih kuat bawa motor kalau dari sini ke rumah kakek," ucap kakek tak mau kalah.
"Nggak apa-apa, kek." Abizar menyodorkan kartu nya membayar motor tersebut.
Kakek akhirnya hanya nurut setelah Abizar membayarnya, tak sampai disitu, ternyata Abizar juga ingin membeli sebuah mobil. Menurutnya ia sangat membutuhkan mobil agar nyaman saat mereka semua berjalan-jalan, Khususnya Khanza yang sebentar lagi akan memiliki bayi.
Abizar tak ingin lagi menaiki mobil angkutan umum, dan sebentar lagi Khanza akan melahirkan. Ia tak tahu sampai kapan hati Khanza akan luluh dan memaafkan kesalahan mereka berdua dan mau kembali ke kota, pasti sangat repot jika mereka tak memiliki kendaraan pribadi.
Abizar memilih-milih kendaraan beroda 4.
"Mau apa, Nak," tanya kakek penasaran yang sedari tadi Abizar menanyakan tentang mobil pada karyawan di sana.
"Sebaiknya kita juga harus punya mobil, Kek. Sebentar lagi kamu anak punya Bayi, takutnya kita kerepotan jika tak memiliki mobil," jawab Abizar.
"Mobil?" tanya Kakek tak percaya.
"Iya, kek. Jika kita punya mobil Khanza juga bisa ikut jalan-jalan ke kota," jawab Abizar santai.
Kakek menelan air liur nya dengan sudah dan menggeleng.
"Kenapa aku bisa lupa jika cucu menantuku adalah orang kaya," batin Kakek.
Setelah membayar, Abizar langsung membawa mobil itu pulang.
Tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan ibu-ibu dan udara pengap yang membuat ia ingin muntah, sekarang ia duduk di dalam sebuah mobil mewah, memiliki AC dan sangat nyaman.
"Wah, ternyata enak juga, ya. Jika memiliki mobil pribadi," ucap kakek bersandar dengan nyaman.
Abizar hanya tersenyum melihat tingkah laku kakek yang terus mengagumi mobil baru meraka.
Begitu sampai di rumah, semua tercengang melihat mobil yang memasuki pekarangan mereka. Semua penasaran ingin tahu mobil siapa itu.
Di kampung itu hanya beberapa orang saja yang memiliki mobil pribadi, ada beberapa yang memiliki mobil. Namun, mobil yang disewakan atau mobil yang di gunakan untuk angkutan umum.
Semua kebetulan berkumpul, salah satu tante Khanza bernama Mirna dan paman nya Bayu. Berkunjung dan mereka menantikan motor baru yang dibilang nenek, jika kakek dan Abizar ke kota membeli motor baru.
"Kakek," ucap mereka nyaris berteriak saat melihat Kakek keluar dari mobil itu disusul oleh abidzar.
Mereka semua menghampiri kakek dan Abizar, lebih tepatnya menghampiri mobil baru yang diparkir di dekat rumah.
"Kak, kamu beli mobil?" tanya Khanza menghampiri Abizar.
"Iya, sebaiknya kita memiliki mobil agar kamu bisa nyaman saat ingin bepergian khususnya saat persalinan nanti," ucap Abizar mengelus lembut perut Khanza.
Khanza hanya mengganggu, memang saat ini ia kesulitan kemana-mana jika tak menggunakan mobil pribadi, selain sudah terbiasa Ia juga merasa takut saat mengendarai kendaraan umum di usia kandungan yang semakin besar.
"Ini punya kamu, Nak?" tanya Mirna tante Khanza.
"Iya Tante, itu punya kita semua kok, kalian juga bisa dipakai kapan saja," Jawab Abizar.
"Oh, seperti itu ya! Baiklah, Tante pinjam ya," ucap tante Mirna meminta kunci dan langsung menarik suaminya.
Mobil langsung dipenuhi oleh para ponakan dan sepupu kecil Khanza.
Abizar mengeluarkan 1 kartunya.
"Ini, bawa saja mereka jalan-jalan," ucapnya menyodorkan kartu tersebut kepada pak Bayu, Paman Khanza. Dia yang sudah duduk di kursi kemudi.
"Terima kasih, anak. Ini limit berapa?" tanyanya.
"Pakai sepuasnya, Paman."
Tak menunggu waktu lama, mereka pun langsung menuju ke kota. Shopping tujuan utama mereka.
"Makasih ya, Kak," ucap Khanza senang saat melihat keluarganya senang.
"Makasih untuk apa?" tanya Abizar.
"Terima kasih sudah buat keluargaku bahagia," ucap Khanza tersenyum bahagia sambil merangkul lengan kekar Abizar berjalan masuk ke rumah.
"Sama-sama, sayang. Keluarga kamu kan keluargaku juga. Karena kita di beri rejeki yang lebih, membaginya kepada keluarga yang lebih membutuhkan dan membantu mereka itu harus menurut aku, jika itu bisa membuat mereka bahagia, kenapa tidak," ucap Abizar mengecup punggung tangan Khanza.
Dari kejauhan nenek terus mengawasi mereka berdua, ada rasa kesal di hati nenek saat mengetahui jika menantunya punya istri lain. Namun, jika dilihat cucunya terlihat sangatt bahagia dan ada rasa bangga karena kebaikan hati cucu menantunya itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi di rumah tangga kalian," ucap nenek menghela nafas panjang dan ikut masuk kedalam, menyusul yang lainnya yang lebih dulu masuk.
"💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Sambil menunggu update terbaru, kalian bisa mampir ke karya ini
Beri dukungan kalian ya dengan memberi like, vote, dan komennya 🙏💗
Salam dariku Author m anha ❤️😘
Love you all 💕💕💕
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
agak gemesh sma visual karakternya. realitanya gk ada yg 100 mw d madu wlau mlut brkata iya n brkata akn adil