"Kak Zavin kenapa menciumku?"
"Kamu lupa, kalau kamu bukan adik kandungku, Viola."
Zavin dan Viola dipertemukan dalam kasus penculikan saat Zavin berusia 9 tahun dan Viola berusia 5 tahun. Hingga akhirnya Viola menjadi adik angkat Zavin.
Setelah 15 tahun berlalu, tak disangka Zavin jatuh cinta pada Viola. Dia sangat posesif dan berusaha menjauhkan Viola dari pacar toxic-nya. Namun, hubungan keduanya semakin renggang setelah Viola menemukan ayah kandungnya.
Apakah akhirnya Zavin bisa mendapatkan cinta Viola dan mengubah status mereka dari kakak-adik menjadi suami-istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
"Kak Zavin, dimana orang tuaku yang sebenarnya? Dan bagaimana aku bisa berada di keluarga ini?"
Zavin terdiam sejenak, menatap Viola dengan sorot mata yang tidak sanggup memberikan jawaban. Ia sendiri tidak tahu pasti siapa orang tua kandung Viola. Yang ia tahu, hanyalah Viola ditinggalkan di depan panti asuhan sewaktu masih kecil. Ibunya pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak.
"Kak Zavin?" Viola mengulang pertanyaannya, suaranya terdengar gemetar, tanda ia benar-benar ingin tahu kebenaran.
Zavin akhirnya menghela napas panjang sebelum menjawab. "Viola, kamu sudah mendapatkan kasih sayang dari Mama dan Papa. Apa kamu masih merasa kurang kasih sayang hingga kamu harus mencari orang tua kandung kamu?"
Viola duduk di atas ranjang, matanya berkaca-kaca. "Bukan begitu, Kak. Bagaimanapun juga, aku ingin tahu siapa orang tua kandungku dan dimana mereka sekarang. Cukup mengetahuinya saja. Aku tidak akan pernah meninggalkan Mama dan Papa karena aku sangat menyayangi mereka. Selama ini, semua keinginanku selalu dituruti, bahkan sering kali Mama lebih perhatian kepadaku daripada Kak Zavin sendiri. Tapi, setelah tahu bahwa aku bukan anak kandung Mama, aku merasa sangat sedih."
Viola mengusap air mata yang hampir menetes dari sudut matanya. "Aku tidak mungkin menanyakan hal ini pada Mama atau Papa, karena aku takut mereka akan merasa sedih."
Zavin terdiam mendengar perasaan Viola. Ia tahu betapa besar cinta yang diberikan oleh kedua orang tuanya kepada Viola, namun keingintahuan Viola tentang asal-usulnya tidak bisa diabaikan begitu saja. Zavin mendekati Viola dan duduk di sampingnya. Dia merengkuh bahu adiknya dengan lembut dan mengusap lengannya. "Kamu benar-benar ingin aku mencari kedua orang tua kamu?"
Viola mengangguk pelan. "Aku hanya ingin tahu keberadaan mereka, Kak. Itu saja."
"Baiklah, aku akan mencoba membantumu mencari mereka. Tapi, jangan memaksakan diri untuk mengingat masa lalu. Apalagi sampai kepala kamu sakit dan pingsan seperti tadi."
Viola menatap Zavin, matanya dipenuhi rasa penasaran. "Apa maksud Kakak? Apakah aku pernah mengalami sesuatu yang traumatis di masa lalu?"
"Iya, kamu pernah mengalami sesuatu yang sangat buruk. Tapi aku tidak akan menceritakannya sekarang. Jika traumamu sudah sembuh, kamu akan mengingatnya sendiri."
Viola terdiam memikirkan kata-kata Zavin. Namun, ia tiba-tiba merasa tidak nyaman dengan tangan Zavin yang masih berada di lengannya. Dengan cepat, ia menyingkirkan tangan itu. "Kita bukan saudara kandung. Tolong batasi sentuhan fisik!"
Zavin tertawa kecil. Ia merasa gemas dengan reaksi Viola. Senyum penuh arti terlukis di wajahnya. "Justru karena kita bukan kakak-adik kandung, aku tidak harus membatasi diri."
Viola tersentak mendengar jawaban itu, tubuhnya mundur secara refleks sambil menutup dadanya dengan kedua tangan. "Jangan macam-macam! Cari wanita lain saja, jangan aku!"
Zavin tertawa semakin keras, tapi ada keseriusan yang mulai muncul dalam tatapannya. "Aku tidak ingin wanita lain karena kamu yang aku cintai."
Viola terkejut, kedua matanya membesar menatap Zavin dengan bingung. Kata-kata itu seperti petir di siang bolong, tak pernah terlintas di benaknya Zavin akan mengatakan hal itu.
"Karena itu," lanjut Zavin. "Aku selalu ingin melindungi kamu. Aku tidak ingin kamu terluka sedikit pun."
Viola merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia mengalihkan pandangannya, menatap lantai dan berusaha menghindari kontak mata dengan Zavin. "Jadi itu alasan Kak Zavin selalu merusak hubunganku dengan pacar-pacarku?"
"Iya," jawab Zavin tanpa ragu. "Aku tidak ingin kamu terjerumus ke hubungan yang salah."
"Tapi, Kak Zavin yang menjerumuskanku. Kakak sudah mengambil ciuman pertamaku ...."
Sebelum Viola sempat menyelesaikan kalimatnya, Zavin tiba-tiba mendekat, tangannya menahan tengkuk leher Viola. Matanya menatap Viola dengan intens. "Kamu bilang ciuman pertama untuk cinta pertama, kan? Nah, kamu adalah cinta pertamaku. Karena itulah, aku memberikan ciuman pertamaku buat kamu."
Viola terdiam. Dia menelan salivanya menatap Zavin.
"Aku akan membantu kamu mencari orang tua kandungmu, karena suatu hari nanti, aku akan meminta restu mereka untuk menikahimu," kata Zavin lagi.
Tanpa menunggu jawaban dari Viola, Zavin segera bangkit dan keluar dari kamar dan meninggalkan Viola yang masih terpaku di tempatnya.
Viola masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Pikirannya berkecamuk. "Ini gila! Sisi lain dari Kak Zavin benar-benar menakutkan."
...***...
Viola terbangun dengan napas tersengal-sengal, matanya terbuka lebar menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Teriakan dalam mimpinya masih bergema di telinganya. Ia bisa merasakan ketakutan yang begitu nyata, seperti dirasakannya beberapa saat lalu.
"Aku takut!" kata-kata itu terus terngiang, seperti suara anak kecil yang memohon perlindungan. Ia juga mendengar dirinya berteriak, "Aku ingin keluar dari sini!"
"Kak Zavin ... Kak Zavin tidak apa-apa?" Viola bergumam pelan, seolah-olah pertanyaannya masih ditujukan kepada kegelapan di dalam mimpinya. Ia mengusap pelipisnya yang basah oleh keringat dingin, tangannya gemetar saat menyentuh kulitnya sendiri. Mimpi itu begitu nyata, seakan ia benar-benar berada di tempat yang menakutkan itu, dikelilingi oleh wajah-wajah garang dan penuh ancaman.
Viola duduk di tepi tempat tidur dan mengatur napasnya yang masih tidak teratur. "Baru kali ini aku mimpi buruk seperti ini," gumamnya.
Ia memejamkan mata, mencoba mengingat detail mimpinya. Di dalam mimpi itu, ia masih kecil, dan Zavin yang masih kecil juga berada di tempat yang gelap itu bersamanya.
Viola bangkit dari tempat tidur. Kepalanya terasa berat, seolah dihimpit beban yang tak terlihat, sementara tubuhnya terasa lemas setelah mimpi buruk itu. Ia berjalan perlahan menuju meja kecil di sudut kamar, meraih botol air mineral yang dingin, lalu meneguknya dengan cepat. Rasa air yang dingin itu sedikit membantu mendinginkan isi kepalanya.
Setelah beberapa tegukan, Viola menurunkan botol airnya dan menatap bayangannya sendiri di cermin. Wajahnya tampak pucat dengan mata yang memerah. Bayang-bayang dari mimpinya masih menempel kuat di pikirannya, seakan ia baru saja terlepas dari cengkeraman sesuatu yang sangat menakutkan.
"Aku harus memastikan ini pada Kak Zavin. Apa benar kita pernah diculik?"
Thanks Mbak Puput
Ditunggu karya selanjutnya ❤️
perjuangan cinta mereka berbuah manis...
Semoga cepat menghasilkan ya, Zavin
semoga cepat diberi momongan ya ..
udah hak Zavin...
😆😆😆
Siapa ya yang berniat jahat ke Viola?