Ini kisah seorang seorang gadis kaya raya mencari cinta sejati menyamar jadi karyawan sederhana. Sania kembali ke tanah air demi mencari kebenaran kematian ibunya. Selama di tanah air Sania jatuh cinta pada pengusaha kaya namun sayang ditinggal nikah. Demi melanjutkan rencana balas dendam pada keluarga penyebab kematian sang ibu juga pada mantan pacar Sania rela menikah dengan laki beristeri yang penyakitan. Mampukah Sania mencari fakta Kematian ibunya sekaligus tuntaskan dendam pada mantan pacar? Semua jawaban ada di kisah ini. Silahkan simak kisah Sania mencari cinta dan tuntaskan dendam!
Ini karya perdanaku. Mohon dukungan para pembaca. Tinggalkan jejak agar penulis makin semangat update. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Sandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Agra
Sania tidak main main dalam ancamannya. Sudah tekad dia bermain dalam game yang akan libatkan banyak orang. Sania yakin akan ambil kembali apa yang jadi haknya.
"Dek...mas akan bela kamu. Kalau memang Ranti yang salah tetap mas tegur."
Sania tertawa sinis. Apa dengan menegur semua akan kembali seperti semula? Bobby kembali padanya lalu tinggalkan Ranti?
"Tak usah mas. Bobby sudah ambil keputusan menikah dengan bintang top itu jadi memang demikian takdirnya. Aku juga tak ingin masuk dalam hidup manusia munafik. Mas tak usah kuatir dengan hidupku. Aku baik baik saja. Oya...mas sudah sarapan?"
"Belum...mas langsung ke rumah Pak Bur begitu bangun. Ada sarapan lezat?" tanya Rangga semangat bayangkan ada sarapan lezat.
Rangga kontan lesu melihat kepala mungil Sania geleng kiri kanan. Bukan jawaban sesuai harapan.
"Kau tak bisa masak?"
"Kok tahu?"
"Tuh dapurmu bersih kinclong tak pernah dipakai! Tahu cara rebus mie instant?" tanya Rangga ada dikit kesal pada Sania yang tak tahu apapun soal masakan. Gadis seharusnya ngerti bagaimana mengolah makanan. Bukan hanya pandai makan.
"Aku tak pernah makan makanan tak sehat gitu. Standard ku tinggi. Harus makanan bebas lemak."
"Pantas kurus kering. Biar mas yang masak. Apa yang ada di kulkasmu?"
"Aku suka salad. Semua bahan salad."
"Pagi pagi makan salad? Bisa jadi langganan toilet. Kita cari makan di luar saja."
"Ada rencana traktir?"
"Kupikir adikku pinter masak nyatanya langganan fast food juga."
"Aku bisa goreng ikan, bisa bikin salad dan puding. Ngak bodoh amat kan?"
"Di sini makanan gituan ngak laku. Untuk tambah tenaga perlu kalori cukup, protein dan karbohidrat. Kau belajar masak itu khusus untuk penuhi selera anehmu saja? Apa kau tak pikir gimana kelak punya suami dan anak? Makan salad tiap hari? Bisa bisa suami berubah jadi kambing bandot."
Sania tertawa geli bayangkan Bara berubah kambing. Berjenggot pula. Wajah gantengnya pasti lucu ditambah jenggot kambing.
"Mas omong panjang lebar hanya bayangkan aku punya suami kambing?"
"Kan kamu yang kasih ilusi gitu. Mas tak bisa makan masakanmu. Mas mau nasi goreng ataupun nasi pecel lele."
"Di mana beli?"
"Mas akan bawa kamu makan di satu tempat. Makanannya enak. Kau pasti suka."
"Ok...ayo come on!" Sania setuju usul Rangga mencari sarapan bersama. Di tempat Sania tak mungkin ada makanan sesuai selera Rangga. Selera Sania sudah terbentuk dari kecil hidup ikuti pola di negara Belanda.
Setelah mengambil apa yang dirasakan penting Sania mengajak Rangga meninggalkan apartemen cari makan isi perut. Sania tidak terlalu lapar karena sempat mengganjal perut dengan roti di tempat Lisa. Rangga yang kasihan menahan rasa lapar.
Sania juga tak tega biarkan Rangga kelaparan di minggu cerah. Mereka berpisah bertahun tahun. Tak gampang jumpa lagi. Tuhan masih murah hati pertemukan mereka walau dalam kondisi tak terlalu baik buat Rangga.
Rangga mengajak Sania makan di restoran tak besar namun nyaman. Restoran terletak di daerah strategis di mana dekat perumahan penduduk. Di hari minggu banyak keluarga luangkan waktu nikmati sarapan bersama keluarga setelah seminggu full aktifitas.
Terlihat beberapa orang sarapan bersama anak anak. Mereka pasti keluarga bahagia habiskan liburan akhir pekan. Keceriaan terlukis di raut wajah mereka.
Sania tak bosan saksikan pemandangan indah ini. Melihat orang bahagia sudah cukup buat Sania ikut bahagia walau nasibnya sendiri masih belum ada titik akhir. Sania masih harus berjuang tuntaskan misi.
"Dek...kenapa melamun?" tanya Rangga ikut memandang arah tatapan mata Sania.
"Andai semua orang seperti mereka betapa aman dunia ini."
"Mengapa ada orang bilang tak ada yang sempurna itulah faktanya! Telur saja tak semua sempurna setelah direbus. Dari luar tampak oval sempurna tapi begitu kita buka cangkangnya terlihat isi yang sesuai harapan."
Sania mengangguk setuju kata kata Rangga. Hidup tak selamanya hanya terisi madu manis, kadang rasa sepahit empedu datang hampiri. Sania sudah rasakan bagaimana sakitnya dibodohi selama bertahun oleh Bobby.
Sania tak mau menangisi semua yang terjadi padanya. Sudah dibodohi bertahun makin bodoh bila menangis. Laki macam Bobby tak pantas mendapatkan air mata Sania.
"Yok masuk dek! Perutku sudah dangdutan." ajak Rangga tak sabar ingin manjakan perut.
"Ayoklah! Aku minta capucino dan roti keju saja."
"Kayaknya sini tak ada roti. Cuma ada nasi goreng, mie dan bubur."
"Bubur saja deh!" Sania tentukan pilihan tak mau berdebat.
Rangga dan Sania ambil tempat agak ke sudut. Musik ringan temani pengunjung yang nikmati sarapan di restoran kecil ini.
"Tempatnya adem. Mas sering ke sini?"
"Dulu sering. Tapi sejak keluar dari rumah tak pernah datang lagi. Mas harus hemat karena gaji di bengkel Pak Bur ada batasnya." Rangga jujur pada Sania kalau hidupnya tak bisa mewah.
"Kenapa tak cari kerja sesuai keahlian mas?"
"Papa sudah matikan langkahku. Semua perusahaan menolak lamaran kerjaku. Mas tahu tujuan papa adalah bikin aku pulang."
"Licik.." desis Sania.
Seorang pelayan datang menghampiri Sania daan Rangga minta pesanan makanan. Rangga memesan selera sendiri lalu pesan makanan untuk adiknya.
Pelayan itu pergi dengan sopan setelah dapatkan orderan pelanggan. Sania menatap Rangga lekat lekat cari tahu bagaimana sosok abangnya setelah dewasa. Berapa hari ini Sania belum jelas sekali tatap abangnya. Kini mereka duduk berhadapan menampilkan wajah Rangga seutuhnya.
"Mas ganteng..." puji Sania tak malu. Ini adalah kalimat jujur dari lubuk hati.
"Baru tahu ya! Kamu juga cantik. Matamu indah. Si Bobby sudah katarak tak lihat berlian di depan mata. Malah pungut kaca beling."
"Ranti adikmu juga kan?"
"Mas kan harus jujur walau kalian berdua adikku. Ranti terlalu dimanja oleh bunda Amanda. Kelakuan tak ada bagusnya. Dari kecil dia sudah suka seenak perut. Kau ingat dia selalu bully kamu waktu kecil?"
"Tidak ingat..." ketus Sania tak mau ingat masa lalu pahit.
"Lebih bagus gitu! Lihat ke depan saja. Mulai saat ini mas akan jaga kamu. Kita jalani hidup dampingan."
"Saya akan segera menikah mas." Sania ingatkan Rangga kalau adiknya segera dilamar orang.
"Kau yakin sama bos mu itu? Mas merasa kau tak pantas jadi isteri muda orang. Kau cantik dan pintar. Masih banyak laki lain mau sama kamu kok."
"Sania ada pertimbangan sendiri. Mas tak usah kuatir. Kami menikah karena tugas dan rasa kemanusiaan. Suatu saat mas akan ngerti semua yang kulakukan bukan tanpa dasar."
"Mas harap gitu. Kau masih muda dek!"
"Terima kasih..."
Pelayan mengantar makanan pesanan. Bubur dan pesanan Rangga ditata di meja. Harum kopi ditambah bau bubur ayam pesanan mencolek hidung Sania. Selera Sania tergugah ingin segera mencicipi sarapan pagi lezat.
Rangga juga ikut cicipi pesanannya. Keduanya makan dengan hati senang. Terutama Rangga, akhirnya dia bisa makan bersama adik yang sudah dia cari bertahun tahun.
Mungkin ini adalah sarapan terlezat yang dia rasakan bertahun sejak kehilangan Sania. Waktu itu namanya bukan Sania tapi Santi. Rangga tak ragu Sania dan Santi adalah orang sama.
Sania boleh belum mau mengaku dia adalah Santi namun setiap gerakan Sania tak menolak Rangga selaku abang.
"Mas...aku mau lihat adikmu yang lain." lirih Sania disela sarapan.
Rangga menghentikan gerakan tangan menyuap makanan ke mulut. Rangga kaget Sania tertarik pada adik tirinya yang lain.
"Dia anak lajang umur sepuluh tahun. Namanya Agra. Dia tinggal di panti sejak umur tiga tahun. Bunda Amanda tak mau asuh dia lagi. Hanya aku yang datang melihatnya. Papa sendiri tak pernah datang melihat anak kandungnya."
"Papamu kan iblis berujud manusia. Kasihan dia tak dapat kasih sayang semestinya. Bagaimana kalau kita bawa dia pulang? Tinggal bersamamu."
"Bengkel itu tak sehat. Udaranya pengap. Anak kecil macam Agra tak mungkin kita ajak ke sana."
"Mungkin Pak Bur mau tampung dia. Kamu bisa pantau dia tiap hari. Aku juga sering ke sana jadi Agra bisa tinggal lebih nyaman. Agra punya keluarga tapi harus meratapi nasib tinggal di panti."
"Ibu panti sayang sama Agra. Agra anak baik dan patuh."
"Kau tak mau direpotkan anak kecil?" Sania merasa ada penolakan Rangga atas usul Sania bawa Agra kembali ke tengah mereka.
"Bukan itu. Aku tak mau merepotkan orang. Pak Bur belum tentu mau terima anak kecil. Merawat seorang anak kecil tak gampang. Bukan hanya sekedar kasih makan. Masih ada kasih sayang harus kita limpahkan ke badan anak ini. Kita semua kerja kapan bisa urus dia." Rangga langsung keluarkan isi hati.
Sania masih muda tak paham bagaimana merawat anak kecil. Bukan sekedar beri makan serta beri kebutuhan hidup. Masih ada yang lebih penting dari itu yakni perhatian dan kasih sayang. Sania sehari hari sangat sibuk, begitu juga Rangga. Kapan mereka bisa kasih perhatian.
Jangan jangan nanti Agra makin stress ditinggal pergi kerja. Mengharap orang lain urus Agra belum tentu sempurna. Di panti banyak teman serta ibu pengasuh selalu ada di sisi anak anak panti.
"Mas...nanti kita pikirkan lagi. Cepat makan biar kita sempat ke panti asuhan. Kita beli makanan untuk anak anak panti ya!"
Rangga mengangguk setuju. Dia juga sudah lama tak kunjungi Agra. Ada rasa rindu pada anak yang mulai beranjak remaja. Agra sekolah di kelas lima SD. Kata ibu panti Agra lumayan cerdas dan pintar. Anak itu pandai bergaul disayangi sesama teman sekolah maupun panti asuhan.
Kalau dipikir pikir sungguh apes nasib Agra. Punya bapak kaya raya namun terdampar di panti asuhan sebagai anak tanpa orang tua. Sungguh ironis. Harta peninggalan ibu sendiri dirampok maling pakai high heels.
Setelah makan sarapan Sania dan Rangga langsung melaju ke toko kue dan toko donat. Anak anak biasanya suka ngemil makanan manis. Pilihan Sania jatuh pada donat dan roti. Sudah sehat bergizi pula.
Sania beli cukup banyak tak peduli harus habiskan banyak uang. Hati Sania berbunga bisa berbagi pada anak anak yang orang tuanya bermasalah. Kalau orang tua lengkap tak mungkin seorang anak bisa dititip di panti yang notabene tempat terakhir bagi anak tanpa orang tua.
Contoh Agra. Bukan anak yatim piatu namun berakhir juga di tempat ini. Parahnya bapak Agra orang mampu. Cukup kaya untuk biayai hidup seorang anak tapi fakta Agra tetap di tempat tak semestinya.
Bapak macam Suhada bagusnya diapain? Dibunuh saja masih terlalu enak baginya. Maunya di kuliti lalu dipotong-potong kecil lantas dipanggang layak sate. Itu gambaran layak untuk manusia serendah Suhada.
Sepanjang ke panti, Sania asyik bayangkan tampang Agra. Apa juga ganteng atau bertampang biasa seperti Ranti. Wajah Ranti nyaris lima puluh persen hasil oplas. Sania ingat waktu kecil hidung Ranti tidak mancung agak melebar. Kini mancung mungil. Lain dengan Sania dan Rangga. Dari kecil hidung mereka memang asli mancung hasil karya Tuhan.
Rangga melirik adiknya yang betah melamun. Sania makin cantik setelah dewasa. Berdiam diri begitu Sania seperti arca hidup. Maha karya Sang Pencipta. Di mana Bobby titip mata hingga tak dapat beda mana yang asli cantik dan hasil oplas.
Rangga akui kecantikan Sania yang alami tanpa dipoles bedak satu timba. Putih bersih tanpa cacat. Sungguh beruntung laki bernama Bara dapatkan gadis secantik Sania.
"San..." panggil Rangga pecahkan kebisuan.
"Ya mas?"
"Mas tak rela kau menikah dengan Bara."
"Mas...besok akan kucerita mengapa mau menikah dengan Pak Bara. Sania janji. Saat ini Sania tak mau bahas pernikahan ini. Sania antusias mau jumpa Agra."
"Agra adikmu?"
"Adikmu mas!" Sania masih berkilah tak mau mengaku siapa dia. Padahal dalam tindakan jelas sekali Sania tampilkan diri sebagai adik Rangga. Cewek memang susah dipahami. Hanya anggukan kecil nyatanya siapa dia terasa sangat sulit.
"Iya adikku. Dia ganteng macam aku. Gantengan aku dikit!" Rangga sok cakep.
Sania tertawa kecil tanggapi guyonan Rangga. Bisa juga bercanda nih cowok. Pikir rasa humornya sudah karam di dasar lautan. Ternyata masih ada.
"Dasar narsis...gimana kalau gantengan Agra?"
"Ngak mungkin. Aku duluan dicetak jadi mal cetakan pertama lebih ori. Agra cetakan ke sekian."
"Emang kue pakai dicetak segala."
"Iya dong! Kue hasil kerja keras orang tua."
"Idihhh..tak tahu malu. Gimana nasib Lisa kalau jadian sama mas?"
"Lisa? Kenapa bawa namanya?"
"Lisa kawan baikku. Dia suka pada mas." Sania terus terang perasaan Lisa pada Rangga.
Rangga terdiam sesaat menatap lurus ke depan. Sejauh ini Rangga belum terpikir punya pacar. Dia punya tanggung jawab terhadap Sania dan Agra. Andai kedua adiknya sudah hidup bahagia maka Rangga baru akan memikirkan diri sendiri.
"Mas belum pikir itu. Di otak mas hanya ada kamu dan Agra. Ranti sudah mapan tak perlu perhatian mas lagi. Dia hidup gelimang harta. Punya nama besar dan suami kaya. Dia tak butuh perhatian mas. Tinggal kamu dan Agra!"
Sania terharu mendengar kata Rangga yang menyentuh kalbu. Rangga betul sayang pada saudaranya hingga rela hidup susah tak mau diakui sebagai anak keluarga kaya raya. Rangga memilih hidup sederhana.
karyawn tdk bisa up to day dgn hasil kerja pecattt.
awal porong gaji potong transoirt, potong yang makan 75 % klu melanggar etos kerja. ada urusan apa sama karyawan.!!
pecat satu yg melamar jutaan. yg tudak tahu diri kary..pada belagu demo demo dioecat jf gembellll.
males urus anak, anak bagi laki2 cuma buat kebanggaan bahwa dia bisa bikin perempuan hamil, artinya dia laki2 sejati.
hampir semua laki2 cuma senang bikinnya. jd anak dan hamil paling benci dan sebell klu belum nikah banyak suruh gugurin! males basnget suruh tanggung jawab. klu tdk taskut dosa dan hukum. pasangan zinahnya hamil klu mau suruh gugurin dia senang banget hamil lagi gugurin lsgi terus maunya begitu dan tak perlu nikah dgn perempuan model begini, krn apa! buat apa dinikahi! engga dinikahi bisa ditidurin setiap saat. tujuan nikah apa? mau ngesex tanpa zinah kan.
lah ini si Ranti dgn bangga mau di ajak tidur tanpa dinikahi.
yg bodoh tuh boby,,, perempuan murahan kok di taburin benihnya. laki2 bejad dunia biasa memandangnya. klu peremouan rusak dan murahan sdh jelas GEN LIAR gimana turunannya!!!