Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Om Akan Memaksa
Mata Aya mengerjap menyesuaikan cahaya. Jemarinya bergerak perlahan menyentuh tangan kekar yang melingkar di pinggangnya.
Alvin merasakan pergerakan. Ia buru buru membuka matanya. Menepis rasa kantuk, karena semalam Ia tidak tidur. "By. Kau bangun sayang." Katanya setelah duduk dengan benar. Senyumnya mengembang. Ia langsung memberi kabar ke semua orang dan memanggil dokter.
Dokter memasuki ruangan dan memeriksa kondisi Aya. Ia melepas alat bantu pernafasan dan alat lainnya yang menempel pada tubuh gadis itu.
"Bagaimana kondisi Nona?" tanya Dokter wanita paruh baya itu ramah.
Aya tersenyum lemah menahan rasa sakit pada tubuhnya karena beberapa kali menjalani oprasi. "Lebih baik dok. Masih sedikit sakit."
"Nanti akan membaik. Sabar ya. Kalo begitu saya ke luar dulu. Semoga lekas sembuh Nona."
"Terimakasih banyak dok."
"Sama sama." Jawab dokter sambil tersenyum.
Semua orang masuk ketika dokter meninggalkan ruangan.
"Sayang bagaimana keadaanmu?"
"Masih sakit?"
Alvin masih terdiam memperhatikan Aya. Beberapa detik kemudian Ia memeluk gadis yang terbaring itu. Air matanya menetes lagi dan lagi untuk yang kesekian kalinya.
"Sakit Om." Alvin dengan cepat melepaskan pelukannya. Ia begitu merindu hingga lupa keadaan Aya. Mommy menjewer telinga pria itu sampai memerah. "Kakak apaan sih. Sakit tau."
"Sembarangan kamu peluk peluk. Ga lihat apa anak aku masih sakit."
"Maaf lirihnya."
"Maaf By." Kata Alvin memandang Aya.
Gadis itu tersenyum lemah melihat tingkah keluarganya.
"Mau sesuatu?" Tawar Nenek.
"Minum." Belum sempat wanita paruh baya itu mengambilkan minum. Alvin langsung bergegas mendahuluinya. Mengambilkan dan membantu Aya untuk minum dengan hati hati.
"Sudah?" tanya Alvin dan Aya hanya mengangguk lemah.
"Sayang Mama minta maaf." Lirih wanita itu muncul dari balik kerumunan diikuti suami anak dan menantunya.
Ia melangkah mendekat pada Aya.
"Kami minta maaf sayang." Lirih Papa.
"Kami salah." Adam kini bersuara. Mereka tampak sedih dan menyesal. Berharap gadis yang tengah terbaring lemah itu mau memberikan maafnya untuk mereka. "Yang telah terjadi." Aya menjeda kalimatnya. "Aku sudah memaafkan." lanjutnya sambil tersenyum. "Terimakasih." kata mereka meneteskan air mata. Mengingat betapa kejamnya perlakuan selama ini pada Aya. Tidak merawatnya dan berharap berjumpa. Diberikan kesempatan mereka malah membuatnya sengsara hingga hampir meregang nyawa. Mereka hendak memeluk Aya namun suara bariton dari Alvin mampu menghentikannya. "Jangan peluk, jangan sentuh. Keadaannya masih lemah."
"Tadi Om juga peluk." Kata Adam berjalan mendekat ke arah Aya. Belum sampai, pundaknya di cengkram oleh Alvin dari belakang hingga langkahnya berhenti. "Aku bilang tidak ya tidak." katanya penuh penekanan.
"Mom kapan aku bisa pulang?"
"Astaga sayang kamu baru sadar. Keadaanmu belum pulih. Nanti ya kalau sudah benar benar sembuh." Jawab Mommy.
"Kakak nggak sabar ya pengen main PS sama kita?"
"Itu kalian tau."
"Jangan bosan kak. Kami temani kakak disini."
"Terimakasih."
"Makan dulu ya By?"
"Aku bosen makan bubur Mulu."
"Maunya apa?"
"Kentang goreng."
"Nggak ah. Nanti kalo udah sembuh aja."
"Jeruk aja Om."
"Yaudah." Alvin mengupas jeruk dan menyuapi Aya dengan telaten.
"Om kurusan. Om nggak makan teratur ya?"
Alvin tersenyum "Om makan teratur kok."
"Jangan bohong Om. Aku nggak suka di bohongi."
Alvin menggenggam tangan Aya. "Bagaimana Om bisa makan. Bagaimana Om bisa tenang jika kamu nggak ada di sisi Om. Hanya kamu alasan Om hidup bahagia. Hanya kamu yang bisa membuat Om baik baik saja." Alvin berkata dengan sungguh sungguh mencurahkan semua yang ada di hatinya. "Om sudah janji sama aku untuk baik baik saja dengan atau tanpa aku di hidup Om."
"Om mohon jangan katakan itu lagi By. Om minta ini yang terakhir kalinya kamu mengatakan hal itu kepada Om. Jika kamu pergi Om tidak ada alasan untuk mempertahankan hidup lagi."
"Om..."
"By kamu harus mengerti. Jangan tinggalkan Om lagi. Jika Om salah, hukum Om semaumu. Tapi jangan sekali kali pergi meninggalkan Om."
Aya memandang pria di depannya begitu rapuh.
"Maaf."
"Kamu tidak salah By."
"Om, Kata Nenek waktu itu..."
"Semuanya benar."
"Aku bukan Om kandung kamu. Om anak sahabat Nenek kamu. Orang tua Om meninggal ketika Om masih berusia 7 tahun. Saat itu Nenek kamu mengadopsi Om. Mengangkat Om menjadi putra dari keluarga Alexander."
"Dan perjodohan itu?" Tanya Aya ragu.
"Sebenarnya Nenek kamu dan Ibu om mau menjodohkan kedua mereka. Namun anak Nenek kamu keduanya lelaki dan Om adalah satu satunya anak Ibu Om. Jadi perjodohan itu batal. Kemudian Om dijodohkan dengan kamu Karna kamu satu satunya putri dari keturunan keluarga Alexander." Jelas Alvin.
"Lalu wanita yang Om katakan waktu itu..."
"Ya benar itu kamu By. Om sudah mencintai kamu. Wanita yang dijodohkan dengan Om."
"Sejak kapan?"
"Sudah sejak lama. Tapi kamu belum juga menyadarinya. Rasa itu tumbuh begitu saja. Aku tidak menolaknya sama sekali. Ada rasa kehilangan jika tidak berada di sampingmu sebentar saja. Ada rasa tenang ketika bersamamu sama seperti saat ini. Om terlalu membatasimu. Itu benar. Om tidak mau pria lain memilikimu. Om begitu egois, tapi cinta sudah menguasai segalanya."
"Om..."
"Kita akan menikah setelah kamu lulus nanti. Om akan menunggu kamu. Tanpa wasiat dari Ibu Om pun Om akan menikah dengan kamu. Kamu hanya milik Om. Jika Om tidak bisa memiliki kamu. Maka tidak ada orang lain yang akan memilikimu. Om janji akan menjadi suami yang baik. Om akan melindungi kamu. Om akan membahagiakan kamu. Semuanya akan Om lakukan agar kamu tetap bersama dengan Om. Om harap kamu menerima pernikahan Ini. Jikalau pun tidak, Om akan memaksa."
"Om membuatku takut." Lirih Aya.
"Om minta maaf." Alvin meraih tangan Aya dan menciumnya.