NovelToon NovelToon
Beginning And End Season 3

Beginning And End Season 3

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Dark Romance / Time Travel / Balas Dendam / Sci-Fi / Cintapertama
Popularitas:140
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

Lanjutan Beginning And End Season 2.

Setelah mengalahkan Tenka Mutan, Catalina Rombert berdiri sendirian di reruntuhan Tokyo—saksi terakhir dunia yang hancur, penuh kesedihan dan kelelahan. Saat dia terbenam dalam keputusasaan, bayangan anak kecil yang mirip dirinya muncul dan memberinya kesempatan: kembali ke masa lalu.

Tanpa sadar, Catalina terlempar ke masa dia berusia lima tahun—semua memori masa depan hilang, tapi dia tahu dia ada untuk menyelamatkan keluarga dan umat manusia. Setiap malam, mimpi membawakan potongan-potongan memori dan petunjuk misinya. Tanpa gambaran penuh, dia harus menyusun potongan-potongan itu untuk mencegah tragedi dan membangun dunia yang diimpikan.

Apakah potongan-potongan memori dari mimpi cukup untuk membuat Catalina mengubah takdir yang sudah ditentukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 : Yoru dan Matsu.

Catalina berjalan pelan menuju ruang tamu, langkahnya ringan seperti kucing yang sedang menjelajahi tempat baru. Rambut panjang bergelombang putih-pinknya bergoyang lembut mengikuti gerakannya, helai-helai rambut itu berkilau menyilaukan saat tersentuh cahaya pagi yang melembayang masuk dari jendela besar yang dibuka setengah. “Kring… kring… bunyi gantungan kunci di pintu tamu bergema lembut, menyatu dengan suara angin yang lembut menyentuh tirai kain. Tangannya menggenggam selimut tipis berwarna biru muda yang masih menempel di tubuhnya—selimut yang Andras berikan tadi—jari-jari memegangnya erat seolah itu adalah pegangan yang hanya dia miliki. Matanya penuh penasaran, melintasi setiap sudut ruang tamu yang luas dan hangat: meja tamu kayu mahoni yang bersih, sofa kulit coklat yang empuk, dan rak buku yang dipenuhi buku dan boneka.

Ia berjalan ke arah televisi yang berdiri di sudut ruang, tangannya menjangkau remote yang diletakkan di meja samping. “Klik… klik… suara tombol remote terdengar jelas, dan layar televisi perlahan hidup, menyala dengan cahaya keemasan yang melengkung ke dinding. Dalam sekejap, siaran langsung dari Tokyo muncul di layar—panggung besar yang dipenuhi lampu sorot, dengan ratusan rakyat yang berdiri dan menunggu.

Di tengah panggung, berdiri Kei: rambutnya cokelat tua yang bergelombang terurai ke bahu, kelihatan lembap dan terawat. Matanya berwarna biru muda yang hangat, seperti langit pagi yang cerah, dan ia berdiri dengan tegak, jas hitamnya rapi dan terasa penuh kepercayaan diri. Di sisinya, Kenzi—rambutnya kribo merah yang mencolok seperti api, mata merahnya berkilau cerah di bawah cahaya lampu panggung. Kedua sosok itu tampak serius tapi tegas, tersenyum ramah kepada rakyat yang hadir, tangan mereka kadang saling bersentuhan sebagai tanda persahabatan.

“Paman Kei… dan paman Kenzi…” bisik Catalina, matanya berbinar dengan kegagalan. Suara hati kecilnya bergemuruh, campur aduk antara rasa kagum yang besar, rindu yang sudah lama tersembunyi, dan rasa tanggung jawab yang mulai muncul seperti bara api yang membakar. “Oh ya… Paman Kei sudah menjadi walikota Tokyo, dan paman Kenzi menjadi wakilnya… mereka yang selalu melindungi kota ini… tapi di masa depan… mereka…” Kata-katanya terhenti di tengah, ingatan yang ingin muncul tiba-tiba hilang, meninggalkan rasa kosong yang menyakitkan. Dia mengerutkan alis, pipinya sedikit memerah karena frustasi.

Dari kejauhan, dari arah lorong menuju lantai atas, Andras tampak membawa tumpukan kain jemuran yang berwarna-warni. Langkahnya ringan tapi mantap, tapak kakinya tidak membuat suara apapun di lantai kayu. Matanya tetap waspada, melintasi ruang tamu sebelum jatuh ke Catalina yang sedang menatap televisi terlalu dekat. “Catalina… jangan nonton TV terlalu dekat… nanti matamu sakit, putriku,” ucapnya dengan nada lembut seorang ibu, tapi ada nuansa peringatan yang lembut. Dia melangkah mendekat, kain jemuran di tangannya tergantung rapi.

Catalina menoleh cepat, tubuhnya sedikit terkejut sehingga selimutnya terlepas dari tangan. “Aduh…!” dia mengeluarkan suara kecil, lalu pipinya memerah karena malu. “Baik, Mami! Aku akan duduk!” Suaranya polos dan lembut, seperti suara anak kecil yang sebenarnya dia adalah—aneh bagi dirinya sendiri yang merasa seharusnya lebih dewasa, tapi terasa hangat seperti hangatnya pelukan Andras. Ia berlari ke sofa empuk, melompat ke atasnya dengan gerakan yang lincah—“Thump…—dan duduk dengan posisi yang benar, jarak matanya tepat dari televisi. Matanya tetap lebar, penuh perhatian menatap layar.

Di layar, Kei mengambil mikrofon dengan tangan yang mantap, suaranya jernih dan penuh keyakinan terdengar melalui speaker TV—“Suara saya bisa didengar, ya?” Ia tersenyum hangat, memandang seluruh rakyat yang hadir. “Rakyat Tokyo… kita harus saling melindungi, menjaga satu sama lain. Kita tidak akan membiarkan ancaman apapun menghancurkan kota ini yang kita cintai. Semua warga, tua maupun muda, harus merasa aman di rumah mereka. Dan bersama-sama, dengan kerja keras dan persatuan, kita akan membuat masa depan lebih baik untuk anak-anak kita.”

Suara rakyat berteriak meriah—“Hore! Paman Kei hebat!”—dan tangan mereka bertepuk riang. Catalina menelan ludah, hati kecilnya berdebar kencang seperti thump… thump… thump… Dia melihat wajah Kei yang penuh harapan, dan rasa tanggung jawab di hatinya semakin besar. “Jadi… itu… bagaimana aku harus memulai? Bagaimana caranya aku bisa menyelamatkan dunia dari kehancuran masa depan… kalau aku tidak ingat apa yang akan terjadi?” pikirnya, matanya menatap jauh ke luar jendela, penuh dilema. Ekspresi wajahnya berubah-ubah: dari harapan, ke kebingungan, lalu ke kesedihan yang samar.

Tiba-tiba, pintu depan rumah terbuka dengan suara “Creak… creak… yang lambat, diikuti oleh teriakan yang familiar dan penuh semangat: “Catalina!! Ayok ke sini!! Aku ada hadiah buatmu!!”

Catalina tersentak, tubuhnya seketika tegang, jantungnya berdebar lebih kencang. Ia melompat dari sofa dengan cepat—“Thump…—dan berlari ke pintu depan, rambutnya bergelombang berterbangan di udara. Matanya membesar sampai terasa sakit ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu: Bibi Reina, rambut hitam panjangnya terurai ke pinggang, mengkilap di cahaya pagi. Matanya berwarna merah muda yang hangat, seperti bunga mawar yang mekar, dan wajahnya penuh senyum. Catalina tidak bisa menahan diri—dia berlari dan memeluk Reina erat, menyelubungi tubuhnya dengan lengan kecil yang kuat. “Bibi Reina!! Aku kangen banget!!”

Reina terkejut sedikit, tubuhnya terhuyung, tapi segera memeluk kembali Catalina dengan lembut. “Eh… Catalina, kok tiba-tiba begini… kita kan ketemu setiap hari loh… kemarin juga kita main masak-masakan bareng Matsu kan?” dia berkata dengan suara yang ramah, mengelus rambut Catalina yang putih-pink.

Catalina melepaskan napas panjang, suara kecilnya gemetar, bercampur dengan senyum. “Aku… hanya kangen ketemu bibi aja… Bibi adalah bibi ku yang paling baik sedunia!! Lebih baik dari semua bibi di dunia!!” dia berkata, menempelkan pipinya ke bahu Reina. Di dalam hati, dia merasa sedih—karena di masa depan, dia tidak pernah bisa memeluk Reina lagi.

Dari belakang Reina, Matsu muncul: anak kembar perempuan Kei dan Reina yang ceria. Rambut hitam panjangnya digelayuti dengan bando putih yang lucu, membuatnya terlihat lebih imut. Matanya berwarna pink ke unguan yang berkilau penuh semangat, dan dia berlari kecil ke arah Catalina, tangan mungilnya menggenggam boneka kelinci putih yang lucu. “Kak Catalina!! Ayok main masak-masakan!! Boneka kelinci ku udah lapar banget!! Dia mau makan nasi goreng yang enak!!” dia menjerit, mata dia berbinar seperti bintang.

Catalina tersenyum lebar, matanya juga bersinar dengan semangat yang sama. Dia menekuk tubuh sedikit, merendahkan diri untuk menatap Matsu langsung di mata—gerakan yang unik dan penuh kasih. Tangan mereka saling menggenggam dengan erat, jari-jari mereka saling bersentuhan. “Ayok!! Kita bikin nasi goreng yang paling enak di dunia!! Pasti boneka kelinci mu suka banget!!”

Saat mereka berjalan masuk, Catalina menoleh ke belakang, wajahnya penasaran. “Ngomong-ngomong, di mana Yoru? Dia tidak mau ikut main?”

Tiba-tiba, suara kecil terdengar dari balik pintu gerbang: “Jangan cari-cari aku!! Aku ada di sini!!” Yoru, anak kembar laki-laki Kei dan Reina, berdiri dengan tegak di sana. Rambutnya hitam pekat dengan gradasi biru tua di ujungnya, terlihat keren dan berbeda. Matanya kanan berwarna biru cerah seperti laut, mata kiri kuning seperti mata kucing yang menyinar di pagi hari. Ia menatap Catalina dengan ekspresi waspada tapi tersenyum kecil, tangan mungilnya terkepal. “Jangan memeluk aku, Kak Catalina! Aku sudah tahu kau akan memelukku nanti… aku bisa merasakannya!!”

Catalina tertawa pelan, suaranya “Hihi… hihi…” yang lucu. Dia berjalan ke arah Yoru, menepuk kepalanya dengan lembut—“Tap… tap…—dan berkata, “Aduh… ketahuan deh! Kok Yoru bisa begitu pintar ya? Seperti Paman Kei!!”

Reina jongkok di depan Yoru, menyentuh bahunya dengan tangan lembut. “Nak, bagaimana mata kirimu? Apakah masih terasa nyeri ketika kau melihat masa depan?” dia tanya dengan suara yang khawatir, mata merah mudanya penuh perhatian.

Yoru menatap ibunya, suaranya lembut tapi penuh keyakinan. “Baik-baik saja, Mama… hanya saja aku bisa merasakan gerak gerik orang satu detik ke depan… dan aku tahu Kak Catalina akan mencoba memelukku dari belakang… jadi aku siap!” dia berkata, tersenyum dengan bangga.

Reina tersenyum bangga, matanya berbinar dengan kebahagiaan. “Aduh… anak laki-laki Mama memang hebat. Kau harus sangat kuat seperti Papa, ya! Supaya nanti bisa melindungi Kakak Matsu dan Kak Catalina!”

Yoru sedikit menunduk, pipinya memerah karena malu. “Mama… Papa itu sangat kuat… aku ingin seperti Papa…”

Catalina memanggil mereka dengan suara riang, berjalan ke dalam rumah sambil membalikkan badan. “Yoru… Matsu… Ayok masuk ke dalam! Kita bikin makanan di dapur ya! Bibi Reina… Mama sedang menjemur pakaian di lantai tiga, jadi kita jangan ganggu ya!”

Reina tersenyum hangat, menepuk bahu Catalina dengan lembut. “Baiklah, Catalina… kalian berdua main dengan kakak kalian, bersikap baik ya, okey? Jangan berantem ya!”

Yoru dan Matsu serentak menjawab dengan suara riang yang bergema di ruang tamu: “Baik, Mama!” Matanya mereka berbinar penuh semangat, tangan mereka saling menggenggam.

Mereka masuk ke dalam rumah, Catalina berjalan di depan, rambut panjang bergelombangnya bergerak lembut mengikuti setiap langkahnya seperti ombak yang tenang. Di belakangnya, Yoru dan Matsu berlari kecil, tangan mereka terkadang saling bersentuhan atau saling menepuk bahu, tertawa kecil yang ceria. “Hihi… Kak Catalina, nanti aku bikin minuman jeruk ya!” kata Matsu, sambil berlari melewati Catalina.

Dalam hati, Catalina bergumam pelan, napasnya sedikit tersendak karena emosi yang terlalu banyak. “Mereka… adik-adikku yang ceria dan kuat… aku sebagai kakak mereka harus melindungi mereka… tidak boleh ada apa-apa yang menyakitkan mereka… Aku berharap… perlahan, memori tentang kematian orang-orang yang kucintai di masa depan akan muncul… agar aku tahu caranya memperbaiki semuanya… agar kita bisa tetap bersama-sama seperti ini selamanya…” Ekspresi wajahnya berubah lagi—dari senyum ceria, ke rasa harapan yang samar, lalu ke tekad yang membara.

Suasana rumah terasa begitu hangat dan nyaman: cahaya pagi masuk melalui jendela besar, menyinari lantai kayu yang mengkilap. Aroma pancake yang masih hangat dan roti panggang yang baru keluar dari oven menguar ke seluruh ruang, membuat perut mereka menggeram. Suara tawa anak-anak yang ceria bercampur dengan gemerisik kain jemuran dari lantai atas dan bunyi burung yang berkicau di taman belakang—semua itu membentuk musik hangat yang mengenyangkan hati. Tapi dalam hati Catalina, perasaan cemas dan tekad bercampur, seperti bara api yang siap membakar semangatnya—ini adalah awal baru, dan kesempatan kedua untuk menulis kembali masa depan yang dia impikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!