Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Bab 4
POV Author
"Ini ambilah..."
Sang Kakek membuka kantong plastiknya dan menyuruh Rahayu mengambil beberapa buah Apel yang ia beli sebagai tanda rasa terima kasihnya.
"Loh, tidak usah Kek. Saya hanya ingin membantu saja tanpa pamrih." Ujar Rahayu tulus.
"Tidak apa-apa Nak, ambilah beberapa. Saya sangat berterima kasih, dan ini juga tidak seberapa. Tidak layak untuk menggantikan nyawa saya yang sudah ditolong."
"Tapi Kek, beneran kok... saya tidak apa-apa."
Sang Kakek tersenyum, lalu mengambil dua buah apel dan memberikannya ke tangan Rahayu. Tentu saja Rahayu tidak bisa menolak lagi.
"Rejeki ojo di tolak, cah ayu." Ujar sang Kakek sembari tersenyum ramah.
Entah kenapa bentuk perhatian kecil dari orang yang baru ia temui menghangatkan hatinya yang sejak kemarin begitu membiru. Ditambah lagi perutnya yang sejak tadi memang minta di isi membuatnya tidak bisa lagi menolak kebaikan sang Kakek.
"Terima kasih Kek." Ucap Rahayu penuh haru.
Sebuah apel dari pemberian orang lain ia anggap sebagai kado pertama di hari ulang tahunnya. Mungkin hanya sebuah o
pemberian yang tak berarti. Tetapi bagi Rahayu, itu merupakan kado terbaik di kala tidak ada yang ingat akan hari ulang tahunnya dan yang bahkan hanya sekedar ucapan selamat pun enggan terucap.
"Mau tambah lagi?" Tanya sang Kakek masih dengan senyum hangatnya.
"Udh Kek cukup. Malah nanti tidak habis kan sayang, hehehe... Kakek mau pulang?"
"Iya cah ayu."
"Mau saya anterin Kek?"
"Oh, tidak usah. Sudah deket sini, Kakek tidak apa-apa."
"Benaran Kek?"
"Iya, cah ayu. Terima kasih ya sebelumnya."
"Oh, syukurlah kalau tempat tinggal Kakek sudah deket sini. Kalau begitu, saya permisi ya Kek."
"Oh, ya. Silahkan cah ayu."
Mereka pun berpisah berjalan berlawanan arah. Rahayu tersenyum melihat dua buah apel merah di tangannya. Kemudian ia pun masuk ke dalam mini market dan membeli roti serta minuman. Apel tadi pun di masukan ke dalam plastik yang sama. Setelah itu, baru lah ia berjalan menuju perpustakaan yang hanya berjarak 20 puluh meter dari mini market tadi.
***
"Loh, ini Bapak. Bapak di cariin dari tadi. Bapak kemana saja?"
Seorang lelaki yang muda terlihat khawatir dan segera menghampiri atasnya yang baru saja masuk ke gerbang rumah dengan berjalan kaki sambil membawa sekantong apel.
"Ambillah beberapa Man." Ujar sang Tuan sembari tersenyum mengabaikan ke cemaskan ajudannya.
"Dalem Pak, tapi nanti saja. Itu Ndro Ratih sudah mencari Bapak sejak tadi." Ujar sang ajudan sekaligus supir yang juga sekaligus teman bicara sang Tuan sehari-hari.
Sang Tuan terlihat begitu santai, tetapi Dirman sang ajudan terlihat sedikit khawatir juragannya baru di temukan.
Sang Tuan bersikap santai dengan senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Ia masuk ke dalam rumah dan menemukan putrinya yang terlihat gelisah disana.
"Bapak! Piye toh Pak, bikin jantungan saja pergi tidak bilang-bilang sejak pagi." Kata sang putri dengan wajah cemas.
Jelas sekali ia sangat khawatir karena begitu melihat Bapaknya muncul dari balik pintu, sang Bapak langsung menerima omelan dari sang putri.
"Bapak tidak apa-apa Nduk. Lihat, sehat toh. Pengen cari udara segar sekaligus olah raga saja."Jawab sang Bapak dengan santainya.
"Tapi kan bisa di temani Dirman, Pak?!"
"Mana seru. Yang ada Bapak Di larang ini, itu."
Sang putri menghela napas panjang.
"Kalau begitu, besok-besok handphonenya jangan di tinggal yo Pak. Juga kabari tujuannya kemana, biar tidak bikin semua orang cemas di sini." Ujar sang putri pasrah.
"Sudah, yang penting Bapak sudah pulang toh? Ini..."
"Apo iki Pak? Lah, Bapak beli buah lagi? Padahal bisa suruh Dirman kalau mau beli ini." Ujar sang putri sembari meraih sekantong apel yang diberikan padanya.
BREMM!!
Suara motor besar terdengar menggelegar di halaman rumah sehingga mengalihkan perhatian Ratih dan juga sang Bapak. Baik Ratih maupun sang Bapak tahu, siapa yang baru saja datang dengan suara motor seperti itu.
"Ck.. ck...ck! Cah lanang mu iki loh, yang perlu kamu khawatirkan Nduk. Mau jadi opo dia, tampilan seperti anak berandal begitu?"
Ratih sang putri tidak berani beradu pendapat dengan sang Bapak karena memang benar, anak ke duanya itu sedikit sulit diatur.
Ratih menghela napas kembali. Bukan seperti sebelumnya, melainkan helaan napas berat.
Seorang pemuda pun masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu dengan santainya. Sepatu boot hitam, celana hitam serta jaket kulit hitam memberi kesan nyentrik pada penampilannya.
"Arka, dari mana saja kamu?!"
"Oh, Kakek! Arka denger, Kakek jalan-jalan sendiri lagi ya, dari Pak Dirman? Pasti Ibu kerepotan lagi deh, nyariin Kakek."
Belum sempat sang Kakek mengomeli cucunya yang bandel tersebut, ia lebih dulu di serang dengan kesalahan kecilnya hari ini.
"Ehem! Kakek hanya olah raga jalan kaki sebentar saja, tapi Ibumu yang terlalu khawatir berlebihan. Mau sampai kapan kamu keluyuran tidak jelas begitu?"
"Siapa bilang Arka keluyuran? Arka habis daftar kulihat di kampus XXX kok."
"Eh, yang bener kamu?"
Ekspresi sang Kakek berubah melembut.
"Iya Pak. Tahun ini dia mau masuk kuliah. Kalau dia tidak kuliah lagi, tak suruh minggat saja dari rumah!" Ujar sang Ibu, alias Ratih dengan nada pelan namun mematikan.
"Moso sih Bu? Nanti Ibu malah mewek loh, nyariin aku kalau aku beneran minggat. Aku ini ngangenin, loh Bu."
"Cah, semprul! Minta di pites nih anak!"
Bukannya takut, pemuda yang bernama Arka itu malah terkekeh.
"Ibu sih, aku mau kuliah di Amerika aja kayak Mas Aji malah tidak boleh." Protes Arka.
"Kamu itu beda sama Mas mu. Mas mu itu apa-apa serius dan tidak pernah bikin khawatir. Jadi Ibu dan Ayahmu tenang membiarkannya kuliah di Amerika. Lah, kamu itu dari kecil wes bandele gak ketulungan. Gimana Ibu dan Ayah bisa melepasmu pergi jauh-jauh kesana?!"
"Takut aku duel sama Iron Man ya Bu, hehehe..."
"Nah kan, baru saja Ibu bilang apa. Ngeyel toh?"
"Pokoknya kamu tahun ini tidak boleh menunda lagi. Umur mu itu sayang hanya di buat main-main saja tanpa hasil." Sela sang Kakek.
"Iya Kek, iya." Jawab Arka sambil mendekati sang Ibu lalu mengambil sebuah apel dalam kantong plastik yang ibunya pegang lalu memakannya.
Rupanya Arka sempat memperhatikan isi kantong tersebut.
"Loh, belum dicuci itu?!" Kata Ratih sang Ibu.
"Palingan juga sakit perut Bu." Jawab Arka santai sambil berlalu dan menuju kamarnya.
Sang Kakek hanya menggelengkan kepala melihat prilaku cucunya, sedangkan Ratih menghela napas melihat anak keduanya itu tak pernah berubah dari kecil hingga menjelang dewasa.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊