Terlahir dari keluarga berada dan putri bungsu satu satunya, tidak menjamin hidup Sabira Rajendra bahagia.
Justru gadis cantik yang berusia 18 th itu sangat di benci oleh keluarganya.
Karena sebelum kelahiran Sabira, keluarga Rajendra mempunyai anak angkat perempuan, yang sangat pintar mengambil hati keluarga Rajendra.
Sabira di usir oleh keluarganya karena kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
Penasaran dengan kisah Sabira, yukkkk..... ikuti cerita nya..... 😁😁😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Kamu ngapain, masuk ke kamar Sabira?! " tekan Kaifan, menatap penuh selidik.
"A-aku cuma mau pinjam gaun Sabira doang, bang." alasan Aura.
Kaifan mengerutkan dahinya, dia tampak berfikir, mengingat ingat adik bungsunya pernah memakai gaun, seingatnya adik bungsunya itu suka memakai celana jeans atau bahan dari pada gaun, lagi pula klau Sabira mempunyai gaun pun, itu hal mustahil bisa di pakai oleh Aura, karena tubuh Sabira yang jangkung dan Aura yang bertubuh mini, seperti nggak mungkin aja.
"Kamu yakin? " tanya Kaifan.
"Ihhh... Abang nggak percaya banget." rajut Aura yang mengeluarkan jurus andalannya.
"Emang kurang percaya sih, sejak kapan Sabira punya gaun dan klau pun ada, kamu yakin bisa memakainya? " tanya Kaifan melihat adiknya dari atas ke bawah.
Deg...
"Bodoh." rutuk Aura.
"Kenapa diam? " tanya Kaifan.
"Ahhh.. Sudah lah, kakak nggak ngerti." rajuk Aura meninggalkan Kaifan yang masih terbengong di sana.
"Haiiss.... Kenapa kenapa gue bego banget sih, ngasih alasan." rutuk Aura menggetok kepalanya sendiri.
"Ahhh... Bodo amat lah." pasrah Kaifan yang masa bodo, dan berlalu ke kamar pribadinya.
Devan yang masih di kamar Sabira, lansung memeriksa setiap lemari sang adik, dia juga penasaran apa yang ingin di cari oleh Aura di kamar adiknya itu.
"Kurang ajar sekali ular itu, tunggu sebentar lagi, gue harus cepat cepat mencari bukti, agar anak pungut itu menerima hukumannya." geram Devan.
Devan memeriksa setiap sudut ruangan kamar sang adik, dan Devan tak lupa untuk mengunci lemari sang adik, dan membawa kuncinya untuk dia simpan.
"Loh, kenapa kamar Bira di kunci, bang? " tanya Sang mama heran.
"Iya, ma. Takut ada tikus masuk." sahut asal Devan.
"Ada ada aja kamu, mana ada tikus di rumah ini, rumah kita itu bersih tau." omel sang mama.
"Tikusnya berkaki dua masalahnya ma, dan punya muka dua juga." sindir Devan yang merasa klah Aura sedang mengintip dari dalam kamarnya, karena Devan melihat pintu kamar Aura yang sedikit terbuka dan ada bayangan dari dalam sana.
"Ada ada aja kamu ini, anterin mama yuk, ke supermarket." ujar bu Karin.
"Ok, mama tunggu Devan di bawah aja, Devan mau ambil kunci mobil dulu." ucap Devan.
"Sial, bang Devan makin curiga aja nih, aggkkk... Gimana nih." keluh Aura yang mulai gelisah dan mondar mandir di dalam kamarnya.
"Ayo ma." ajak Devan membukakan pintu mobil untuk sang mama.
Bu Karin masuk ke dalam mobil duduk di kursi penumpang di sebelah Devan.
"Bang." seru bu Karin.
"Iya ma." sahut Devan melirik sang mama sebentar, lalu kembali fokus ke arah jalan.
"Mama banyak salah ya sama adek." lirih bu Karin mulai berkaca kaca.
Devan membawa mobilnya ke sisi jalan, dan memilih berhenti sebentar.
"Huu... Bukan mama aja sih, yang salah. Tapi kita semua, yang terlalu abai kepadanya." ujar Devan ikut menerang, wajahnya berubah sendu.
Bu Karin diam, dia memilih mendengarkan sang putra berbicara.
"Mentang mentang adek selama ini tidak pernah mengeluh dan banyak mengalah, kita jadi abai, kita pikir dia baik baik saja, terkaya dia memendam sakitnya sendiri."
Kita hanya fokus kepada Aura, dan selalu saja percaya dengan aduan Aura, tanpa kita cari bukti dulu, dan lansung marah sama adek."
"Benar kata adek, kapan terakhir kali kita menemaninya kapan mama dan papa memanjakannya, dari dia mulai masuk SMP adek selalu mandiri, mama dan papa nggak pernah menghadiri sekolah adek." tutur Devan.
"Tapi kan kamu tau sendiri, bukan keinginan mama sama papa juga untuk tidak menghadirinya, kamu tau klau Aura sakit." ujar bu Karin membela diri.
"Sekarang aku meragukan sakitnya Aura selama ini, setelah menggabung gabungkan setiap kejadia." ujar Devan lagi.
"Maksud kamu? " heran bu Karin.
"Coba mama pikir, setiap adek membutuhkan mama dan papa, Aura selalu saja ada saja alasannya untuk kalian tidak menghadiri acara adek, yang sakit lah, yang buruh mama begini begitu lah, apa mama nggak curiga? " ujar Devan lagi.
Bu Karin terdiam mendengar ucapan sang anak.
"Setiap ada sesuatu dengan Aura dan Sabira, kenapa bertepatan saat saat kita baru sampai di dekat mereka, dan adek nggak pernah membela diri saat di salahkan, dia hanya akan menggeleng kepala pelan, lalu berlalu pergi, tanpa mau menjelaskan sesuatu."
"Yakin klau itu semua salah adek, kenapa ya? aku nggak yakin, apa lagi setelah melihat rekaman CCTV kemaren, dan setelah aku cek kejadian kejadian sebelumnya, kenapa banyak rekaman CCTV hilang, abang jadi curiga." tutur Devan.
"Ohhh... Iya, kemaren abang menunjukan rekaman CCTV, mama kan belum sempat melihatnya, memang apa sih isi rekaman itu? " penasaran bu Karin.
"Klau mama melihatnya mungkin mama akan merasa bersalah sama adek." ujar Devan lagi.
"Makanya kasih tau mama, jangan bikin mama penasaran loh." desak bu Karin.
"Baik lah, nanti kita lihat di rumah." ujar Devan.
"Ok, ayo jalan." pinta bu Karin yang merasa sudah terlalu lama berhenti di bahu jalan.
Devan kembali melajukan mobilnya, hingga beberapa menit berlalu mereka sudah sampai di sebuah supermarket.
Setelah memarkirkan mobil, Devan masuk ke dalam super market mencari sang mama.
Sementara di tempat yang berbeda,, Aura masuk ke dalam kamar Devan, dia mecari laptop milik Devan, dia ingin menghapus bukti bukti kejahatannya yang di dapat oleh Devan, namun sayang sekali, sudah dia acak acak setiap lemari dan meja kerja Devan dia tidak menemukan laptop itu, ada salah satu lemari besar yang tidak bisa di buka oleh Aura, karena lemari itu menggunakan sensor mata Devan, jadi orang lain tidak bisa membukanya.
"Agggkkk... Sial, kenapa nggak ada sih, ini lemari kenapa juga nggak bisa di buka." kesal Aura, dia lansung keluar dari kamar Devan, karena takut ketahuan oleh sang punya kawasan.
"Bagaimana ini gue harus mendapatkan laptop itu, sebelum bang Devan memberitahu mama dan yang lainnya bisa berabe gue." gumam Aura frustasi.
Devan yang sudah memasang kamera tersembunyi di dalam kamarnya, hanya tersenyum sinis melihat kelakuan Aura itu.
"Dasar anak pungut tidak tau diri." maki Devan pelan.
"Kenapa bang? " tanya bu Karin yang mendengar gumaman sang anak.
"Ahhh... Nggak ada kok ma." elak Devan, belum saatnya sang mama tau masalah ini, biarlah nanti saja saat semua bukti bukti terkumpul dan apa yang di lakukan sang mama kepada anak pungut yang selama ini dia manja dan dia sayang melebihi anak kandungnya itu.
Bu Karin hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah anak ke duanya itu, dia kembali mendorong troli mencari kebutuhan rumah tangga, di ikuti oleh Devan dari belakang.
"Biar abang aja yang bawa ma." Devan meminta troli yang di dorong sang mama.
"Baiklah" bu Karin memberikan troli tersebut kepada sang anak, dia berjalan di depan mencari apa yang dia butuhkan.
Bersambung....
Haiii... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘
ᴄᴘᴛ ʟᴀʜ ᴋᴀᴜ ʙᴋᴛ ᴋɴ