Sembilan tahun yang lalu mas Alfan membawa pulang seorang gadis kecil, kata suamiku Dia anak sahabatnya yang baru meninggal karena kecelakaan tunggal.Raya yang sebatang kara tidak punya sanak keluarga.
Karena itulah mas Alfan berniat mengasuhnya. Tentu saja aku menyambutnya dengan gembira. selain aku memang penyayang ank kecil, aku juga belum di takdirkan mempunyai anak.
Hanya Ibu mertuaku yang menentang keras keputusan kami itu. tapi seiring waktu ibu bisa menerima Raya.
Selama itu pula kehidupan kami adem ayem dan bahagia bersama Raya di tengah-tengah kami
Mas Alfan sangat menyayangi nya seperti anak kandungnya. begitupun aku.
Tapi di usia pernikahan kami yang ke lima belas, badai itu datang dan menerjang rumah tanggaku. berawal dari sebuah pesan aneh di ponsel mas Alfan membuat ku curiga.
Dan pada akhirnya semua misteri terbongkar. Ternyata suami dan anak ku menusukku dari belakang.
Aku terpuruk dan hancur.
Masih adakah titik terang dalam kemelut rumah tang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Akhirnya mas Alfan pulang juga. Itu adalah saat yang aku tunggu-tunggu. begitu banyak masalah yang ingin aku ceritakan.
Aku sambut dia di pintu dan mengambil kopernya.
"Kenapa nomormu susah sekali di hubungi, Mas? Aku ingin memberitahu sesuatu."
"Disana signal nya lemah. lagipula agendanya padat. Dan kau tau? Aku akan membuka cabang rumah makan lagi disana."
Aku hanya tersenyum mendengar kabar gembira itu. tapi mas Alfan belum tau apa yang terjadi dirumah.
"Raya dan ibu sudah pulang? Dimana mereka?"
"Raya ada di kamarnya, ibu tidak tau kemana." jawabku sambil mengambil jaket dari tangannya.
Mas Alfan langsung masuk ke kamar Raya
Aku bawa koper yang berisi pakaian kotor itu ke kamar.
Cukup lama suamiku belum datang ke kamar. Aku penasaran dan menyusul ke kamar Raya.
Aku sempat kaget melihat Raya sedang memakai lingerie di saksikan oleh mas Alfan. Tidak ada kecanggungan sama sekali di antara mereka. Sesekali mas Alfan membenarkan posisi lingerie itu.
Aku merasa tidak enak melihat adegan itu.
"Eh, Tari. Ayo masuk. Bagus, kan?" Mas Alfan meminta pendapatku. Sedang Raya memutar tubuhnya di depanku.
"Ini oleh-oleh dari ayah." jelas Raya dengan gembira.
"Bagus.." jawabku menahan perasaan.
Ingin menegurnya langsung tapi aku ragu.
Aku mengusap kepala Raya lalu menarik tangan mas Alfan.
"Mas, ikut harus bicara.."
"Apa-apan sih , Tari?"
Dia menghentak tanganku.
"Aku boleh berpendapat sedikit? sebaiknya jaga sikapmu pada Raya, mungkin aku bisa memahami hubungan ini. Tapi orang lain?"
"Kau? Kau mencurigai ku?" ucapnya sambil menggeleng kesal.
"Bukan begitu maksudku. Aku hanya minta kalian jaga sikap. Raya itu sudah besar. Tidak pantas lagi di perlakukan seperti anak kecil."
"Lalu kenapa kalau dia sudah besar? Biarkan saja orang bicara. Yang penting kita tau kalau Raya anak kita." nada suaranya meninggi.
"Tetap tidak pantas, Mas. kau berlebihan menunjukkan kasih Sayangmu. bahkan aku juga mendengar kalau kau sudah mengancam Nizam? Untuk apa, Mas? Kau juga melarang Raya bergaul dengan teman cowoknya di sekolah. Apa itu tidak berlebihan?"
Dia terdiam tak mampu berkata - kata lagi.
"Aku sangat percaya padamu, Mas. jangan rusak kepercayaan ku itu."
"jadi kau masih curiga padaku?" .matanya memerah menatapku. Belum pernah aku melihat dia semarah itu.
"Kalau begitu ikut aku sekarang..!" dia menarik tanganku dengan paksa. Tak perduli dengan rintihanku dia terus membawaku ke kamar Raya.
Tanpa banyak bicara dia mengambil lingerie itu dari meja dan langsung merobeknya.
"Ini kan yang kau mau? gara-gara barang ini mau sampai mencurigai ku." teriaknya kesal.
Aku tercengang, begitu juga Raya.
Saat itu ibu Masik dan bergabung.
"Ada apa ini? Ribut-ribut kedengaran sampai di depan."
"Tari keterlaluan, Bu. Masa dia meragukan kasih sayangku hanya karena membelikan Raya barang ini. Dia malah mencurigai kami."
Aku masih diam melihat anak mama itu mengadu.
"Tari.. bisa gak suami pulang itu bikin tenang. Bukan malah banyak tingkah seperti ini." ibu ikut menyerang ku.
"Ibu belum tau yang terjadi, aku cuma mengingatkan agar sikapnya tidak berlebihan. itu saja. Mas Alfan langsung marah."
"Kamu itu memang pintar nya menjawab saja. Giliran bikin anak tidak becus..!" ketus ibu.
Mas Alfan pergi dengan marah. Dia menutup pintu kamar dengan keras. Begitu juga Raya. Dia langsung menutup pintu sambil menangis.
"Kau lihat, karena perbuatan mu jadi merusak keadaan."
Astagfirullah.. Apa yang salah dengan ucapanku. Kenapa mereka harus tersinggung seperti itu.
Aku coba bersabar dan membujuk Raya.
"Ray, buka pintunya. Ibu mau bicara..!"
Tidak ada jawaban.
"Baiklah, kau boleh marah pada ibu. Ibu juga minta maaf, tidak maksud ibu meragukan mu. Ini semua demi kebaikan kita bersama."
"Aku marah, ibu sudah menyakiti perasaan ku. Karena ibu juga ayah jadi merobek baju ku." terdengar suaranya terisak.
Jadi ngambek hanya karena bajunya yang di robek?
"Buka pintunya dulu. Kita bicarakan baik-baik."
Raya tidak mau membuka pintu.
Aku masuk ke kamar. Aku lihat mas Alfan tidur menghadap dinding.
Aku coba menyentuh bahunya.
"Mas, kau sudah tidur?" aku tau dia belum tidur karena bahunya bergerak-gerak
Dia tidak bereaksi.
"Baiklah, aku janji tidak akan mengungkit masalah ini lagi. tapi tolong bicara."
Tiba-tiba dia berbalik.
"Aku sangat tersinggung dengan perbuatanmu kali ini. Jangan pernah mempertanyakan bagaimana aku bersikap, apalagi terhadap Raya. Kau punya hak itu ketika kau sudah bisa memberiku seorang anak." ucapannya sangat tegas.
"Mas?" aku merasa tak percaya kalau yang bicara itu mas Alfan, suami yang sangat pengertian dan sangat aku cintai.
"Kata-kata ku sudah jelas, kan?
"Kau sudah berubah.. Sangat berubah. Apa kesalahanku dalam hal ini? Apakah karena aku mengingatkanmu tentang Raya?"
"Diam.. Dan jangan banyak bicara lagi."
Aku tidak menyangka malam ini menjadi malam kelam dalam perjalanan rumah tanggaku.
"Aku harus diam? Menurut dan paruh, sedang kau punya perempuan lain di luar sana,, begitu Mas?" kali ini aku tidak bisa menahan gejolak emosiku lagi.
Dia tersentak. Tangannya sudah di udara hendak menampar ku.
"Ayo pukul..! Pukul saja..". Aku mendekatkan wajahku padanya.
"Kau semakin berani menuduhku yang tidak-tidak.."
"Aku tau, aku sudah membaca pesan di ponselmu."
Wajahnya tiba-tiba memucat. dia tidak berkata-kata lagi.
"Ayo mengaku saja..! Kau punya perempuan lain, kan? Aku terus mendesaknya.
"Iya...!" teriaknya spontan.
Runtuh sudah pertahananku. Aku terduduk lesu. Hal yang paling aku takutkan itu terjadi juga.
"Siapa wanita itu? Katakan, Mas." aku menggoyang lututnya bersimbah air mata.
"Siapa dia dan sejak kapan kau mengkhianati aku?" dia tidak menjawab. Hanya terpaku duduk terpaku.
Tiga puluh menit berlalu untuk menumpahkan tangisku. Aku masih terduduk di depan ranjang. Dia pun masih membisu.
Rupanya ini maksud dari pesan ibu waktu itu, itu artinya ibu sudah tau yang akan terjadi.
"Apakah ibu tau tentang semua ini?"
Tanyaku serak. Air mataku sudah hampir mengering.
"Iya, bahkan ibu lah yang menyarankan agar aku menikah lagi untuk mempunyai keturunan."
Satu kenyataan yang semakin membuat aku sakit.
"Bukan hanya ibu, tapi Raya juga tau.. Kami bertiga mengetahuinya."
Aku mendongak kaget.
Aku mencubit lenganku. aku pikir hanya mimpi tapi nyatanya terasa sakit.
Kalau ibu aku masih bisa terima, tapi ini Raya, putri yang ku sayangi dan aku banggakan. Bahkan dia berani menyimpan rahasia ini di belakangku. Aku menggeleng keras.
"Raya tau semuanya, Mas..?"
"Iya, sebenarnya aku tidak tega menyampaikan ini secara langsung. Tapi kau memaksaku."
"Maaf Tari. Aku lelah berpura-pura menjadi suami yang baik dan pengertian. Aku lelah berakting seolah semuanya baik-baik saja. Nyatanya kehidupan rumah tangga kita ini hampa tanpa kehadiran seorang anak."
Hatiku pilu mendengarnya. Ternyata kebaikannya selama ini cuma pura-pura. Kenapa aku terlalu lugu dan tidak menyadarinya.
Kuni semuanya sudah sangat jelas bagiku. aku terpaku diam.
Mas Alfan mengambil bantal dan keluar dari kamar.
Sedikitpun mata ini tidak bisa terpejam. Apa yang harus aku lakukan untuk menyikapi semuanya ini. Apakah aku harus mengalah dan merelakan dia bersama wanita lain lalu aku meninggalkan rumah ini?
Tidak..! Setengah rumah ini adalah atas namaku. Usaha rumah makan yang semakin berkembang juga aku ikut merintisnya. aku tidak akan membiarkan mereka menang.
💞Maaf di ralat Sedikit. ternyata tertukar babnya.