Menceritakan tentang dimana nilai dan martabat wanita tak jauh lebih berharga dari segenggam uang, dimana seorang gadis lugu yang baru berusia 17 tahun menikahi pria kaya berusia 28 tahun. Jika kau berfikir ini tentang cinta maka lebih baik buang fikiran itu jauh - jauh karena ini kisah yang mengambil banyak sisi realita dalam kehidupan perempuan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 : Sesuai Keinginan
Pagi itu, Yeon Ji tampak berseri-seri di depan cermin, merapikan Pakaiannya dengan semangat yang tak terbendung. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, dan ia tak sabar bertemu teman-teman baru serta merasakan suasana yang selama ini hanya ia dengar dari cerita ayahnya.
Namun, di ruangan lain, Kim Woon baru saja meletakkan telepon nya. Ia segera melangkah menuju ruang tamu, tempat putri kecilnya sedang menunggu diri nya.
Yeon ji : ayah kapan kita berangkat?
Kim Woon tersenyum lebar mendengar pertanyaan polos putri nya itu.
Kim woon : apa kau sungguh tidak sabar yeon ji ?
Yeon ji : apa itu salah ayah?
Kim woon : tidak sayang, hanya saja beberapa anak menolak untuk bersekolah dan kau justru sebaliknya
Yeon ji : aku tidak mengerti maksud ayah ( jawabannya dengan polos )
Kim woon : lupakan saja, ayo kita berangkat
Setelah memastikan Yeon Ji masuk ke sekolah dengan senyum lebar, Kim Woon kembali ke mobilnya. Rasa lega bercampur khawatir mengiringinya sepanjang perjalanan ke kantor. Pikirannya sempat melayang pada Yeon Ji, namun segera ia alihkan. Ada urusan lain yang menuntut perhatiannya, terutama ketika Do Hyun sedang menunggu laporan penting darinya.
Siang itu, di ruang kerja Do Hyun yang megah namun terasa dingin, Kim Woon berdiri tegap di depan meja besar yang terbuat dari kayu mahoni. Do Hyun duduk di kursinya, tangan kirinya memegang cangkir kopi sementara tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme pelan, menandakan bahwa ia mendengarkan semua laporan kim woon dengan seksama.
Kim woon : tuan, terimakasih karena anda bersedia mengurus segalanya hingga putri ku bisa bersekolah
Do hyun : itu bukan masalah, anggap saja ini hadiah untuk kesetiaan mu
Kim Woon yang masih disana mendadak merasakan getaran di saku jasnya. Ia segera merogoh ponselnya dan melihat layar yang menampilkan nomor tak dikenal. Alisnya mengernyit, tapi ia mencoba untuk tetap tenang.
Do hyun : kenapa tidak diangkat? Angkat saja...
Kim Woon terdiam sejenak, lalu menekan tombol hijau dan mengangkat telepon itu ke telinganya. Hanya dalam beberapa detik, wajah Kim Woon yang biasanya tenang berubah drastis. Matanya melebar, dan garis rahangnya mengencang. Ia mengerutkan kening dalam-dalam, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Do Hyun, yang duduk di kursinya mengamati perubahan ekspresi Kim Woon tanpa menyela pembicaraan. Hingga akhirnya kim Woon akhirnya menutup teleponnya dengan cepat, napasnya terdengar sedikit berat.
Do hyun : apa yang terjadi?
Kim woon : tuan saya mohon ijin untuk menjemput putri saya di sekolah nya sekarang
Do hyun : apa yang terjadi kenapa kau begitu khawatir?
Kim woon : maafkan saya tuan, tapi pihak sekolah mengatakan telah terjadi percobaan penculikan pada putri saya jadi mereka meminta Saya untuk segera datang
Do hyun : kalau begitu aku akan ikut dengan mu
Di ruang kepala sekolah yang terasa tegang, Kim Woon duduk sambil memeluk erat tubuh kecil Yeon Ji, yang bersandar di dadanya dengan luka memar di lengan dan kaki. Gadis kecil itu tampak lelah, sesekali terisak pelan di pelukan ayahnya. Sementara itu, di sebelahnya, Do Hyun berdiri dengan tangan disilangkan di depan dada, menatap kepala sekolah dengan tatapan dingin dan tajam.
Kepala sekolah duduk di belakang mejanya, Ia mencoba menjelaskan kronologi kejadian dengan suara pelan, berusaha tetap tenang meskipun atmosfer ruangan terasa begitu menyesakkan.
Kepala sekolah : maafkan kami untuk kelalaian dalam menjaga siswi titipan anda tuan, sungguh kami tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini
Kim Woon mengeratkan pelukannya pada Yeon Ji yang masih terisak pelan, berusaha menahan amarah yang memuncak di dadanya. Kata-kata kepala sekolah yang terdengar santai, seolah meremehkan insiden yang menimpa putrinya, membuat darahnya mendidih. Ia baru saja membuka mulut untuk menyampaikan protesnya ketika suara gebrakan meja yang keras menggema di ruangan.
Do hyun : jika kau bisa memerintahkan orang lain untuk apa aku datang sendiri dan bicara pada mu!!!
Perkataan Do Hyun yang tegas dan penuh ancaman membuat kepala sekolah kehilangan kendali atas dirinya. Pria itu bangkit dari kursinya dengan wajah pucat pasi, lalu dengan gemetar, ia meninggalkan tempatnya dan berlutut di depan Do Hyun.
Do hyun : apa kau lupa, jika bukan karena bantuan ku kau tidak akan pernah menjadi pemilik tunggal sekolah ini
Kepala sekolah : tuan tolong ampuni kebodohan saya, saya berjanji akan melindungi anak itu dengan nyawa saya sendiri
Do hyun : kim, segera urus penutupan sekolah ini besok. Dan berikan alasan pada media untuk menyoroti pembunuhan ahli waris terdahulu, jika mereka menanyakan alasannya maka berikan saja bukti yang kita miliki dan katakan bahwa kita baru menemukan nya beberapa waktu belakangan ini
Kepala sekolah itu kembali menundukkan dirinya di hadapan Do Hyun. Ia menundukkan kepala begitu rendah hingga hampir menyentuh lantai, suaranya bergetar penuh permohonan.
Kepala sekolah : tolong ampuni saya tuan!!!! Tolong jangan lakukan itu!!! Jika anda melakukan nya itu akan menghancurkan keluarga dan hidup saya!!! ( pinta pria itu dalam tangis nya )
Do hyun : kau sudah menyia-nyiakan kesempatan itu. saat kau sendiri tidak menjalankan perintah ku dengan benar , sekarang aku tidak ingin membuang lebih banyak waktu disini... Kim, minta mereka siapkan mobil nya karena kita masih harus memeriksakan putri mu setelah ini...
###############################