NovelToon NovelToon
PEWARIS

PEWARIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Just story

Menceritakan tentang dimana nilai dan martabat wanita tak jauh lebih berharga dari segenggam uang, dimana seorang gadis lugu yang baru berusia 17 tahun menikahi pria kaya berusia 28 tahun. Jika kau berfikir ini tentang cinta maka lebih baik buang fikiran itu jauh - jauh karena ini kisah yang mengambil banyak sisi realita dalam kehidupan perempuan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4

Pagi itu, Yeon Ji tampak berseri-seri di depan cermin, merapikan pakaiannya dengan semangat yang tak terbendung. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, dan ia tak sabar bertemu teman-teman baru serta merasakan suasana yang selama ini hanya ia dengar dari cerita ayahnya.

Di ruangan lain, Kim Woon baru saja meletakkan teleponnya. Matanya sedikit redup, tapi ia segera menghela napas dan melangkah menuju ruang tamu, tempat putri kecilnya sedang menunggunya dengan penuh antusias.

"Ayah, kapan kita berangkat?" tanya Yeon Ji begitu melihat sosoknya muncul.

Kim Woon tersenyum lebar. "Apa kau sungguh tidak sabar, Yeon Ji?"

Yeon Ji mengangguk cepat. "Apa itu salah, Ayah?"

"Tidak, Sayang. Hanya saja, beberapa anak justru menolak untuk bersekolah, sementara kau sebaliknya."

Gadis kecil itu mengerutkan kening, lalu menjawab polos, "Aku tidak mengerti maksud Ayah."

Kim Woon terkekeh kecil, mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang. "Lupakan saja. Ayo kita berangkat."

Yeon Ji langsung melompat kegirangan, menggenggam tangan ayahnya erat-erat. Senyumnya begitu cerah, seakan hari ini adalah awal dari petualangan besar dalam hidupnya.

Setelah memastikan Yeon Ji memasuki gerbang sekolah dengan senyum yang masih melekat di wajahnya, Kim Woon kembali ke mobilnya. Perasaan lega bercampur khawatir menyelimuti pikirannya sepanjang perjalanan ke kantor. Namun, ia segera mengalihkan pikirannya pada tugas yang menunggu—Do Hyun pasti sudah menantinya dengan laporan yang harus disampaikan hari ini.

Siang itu, di dalam ruang kerja Do Hyun yang luas dan bernuansa dingin, Kim Woon berdiri tegap di depan meja besar yang terbuat dari kayu mahoni. Sementara itu, Do Hyun duduk dengan tenang di kursinya, memegang cangkir kopi di tangan kiri, sementara jemari tangan kanannya mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan ritme pelan—pertanda bahwa ia tengah menyimak dengan seksama.

"Tuan, terima kasih karena telah mengurus semuanya hingga putri saya bisa bersekolah," ujar Kim Woon, suaranya sarat dengan ketulusan.

Do Hyun menyesap kopinya sebelum menjawab dengan datar, "Itu bukan masalah. Anggap saja ini hadiah atas kesetiaanmu."

Baru saja Kim Woon hendak melanjutkan laporannya, getaran halus dari saku jasnya menarik perhatiannya. Ia merogoh ponselnya dan melihat nomor tak dikenal tertera di layar. Dahinya berkerut, namun ia tetap berusaha menjaga ekspresi tenangnya.

"Kenapa tidak diangkat?" Do Hyun bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari berkas di tangannya. "Angkat saja."

Kim Woon ragu sejenak sebelum akhirnya menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga.

Hanya butuh beberapa detik, dan wajahnya berubah drastis. Matanya membulat, rahangnya mengencang, serta napasnya tertahan di tenggorokan.

Dari balik mejanya, Do Hyun menangkap perubahan ekspresi itu, namun ia tetap menunggu tanpa menyela. Kim Woon menutup teleponnya dengan cepat, menarik napas panjang seolah berusaha mengendalikan diri.

"Apa yang terjadi?" tanya Do Hyun, nada suaranya lebih tajam kini.

"Tuan, saya mohon izin untuk menjemput putri saya di sekolah sekarang," jawab Kim Woon, suaranya sedikit bergetar menahan gejolak yang memenuhi dadanya.

Do Hyun menyipitkan mata. "Kenapa kau begitu khawatir? Apa yang terjadi?"

Kim Woon mengepalkan tangannya. "Maaf, Tuan, tapi pihak sekolah baru saja menghubungi saya. Mereka mengatakan telah terjadi percobaan penculikan terhadap putri saya. Mereka meminta saya segera datang."

Sesaat, keheningan menyelimuti ruangan. Namun, bukannya terkejut, Do Hyun justru menegakkan punggungnya, meletakkan cangkir kopi ke meja.

"Kalau begitu, aku akan ikut denganmu."

Di ruangan kepala sekolah terasa mencekam, seolah udara di dalamnya semakin menekan setiap orang yang ada di sana. Kim Woon duduk di sofa, memeluk erat tubuh kecil Yeon Ji yang bersandar di dadanya. Gadis itu masih terisak pelan, kedua lengannya melingkar lemah di pinggang ayahnya, sementara luka memar tampak jelas di lengan dan kakinya. Kim Woon mengelus rambut putrinya dengan lembut, mencoba meredakan ketakutannya.

Di sampingnya, Do Hyun berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, matanya menatap kepala sekolah dengan tatapan dingin yang menusuk. Ekspresinya tak terbaca, namun sorot matanya cukup untuk membuat siapa pun yang melihatnya merasa gentar.

Di seberang mereka, kepala sekolah duduk di belakang mejanya, berusaha menjelaskan situasi dengan suara pelan. "Maafkan kami atas kelalaian dalam menjaga putri Anda, Tuan. Kami sungguh tidak menyangka hal seperti ini bisa terjadi."

Kim Woon mengeratkan pelukannya pada Yeon Ji, rahangnya mengeras menahan amarah yang membara di dadanya. Permintaan maaf yang terdengar ringan itu baginya seperti penghinaan. Baru saja ia hendak menyampaikan protesnya, suara gebrakan keras di atas meja menggema di ruangan, membuat semua orang tersentak.

"Jika kau bisa memerintahkan orang lain untuk menyelesaikan ini, untuk apa aku repot-repot datang sendiri dan berbicara denganmu?!" suara Do Hyun menggema, nadanya penuh amarah dan ancaman.

Kepala sekolah yang awalnya berusaha mempertahankan ketenangannya kini kehilangan kendali. Wajahnya seketika pucat pasi, keringat mulai membasahi pelipisnya. Dalam sekejap, pria itu bangkit dari kursinya, lalu dengan gemetar berlutut di hadapan Do Hyun.

"T-Tuan, saya mohon... Ampuni kebodohan saya! Saya berjanji akan melindungi anak itu dengan nyawa saya sendiri!" suaranya bergetar, matanya membelalak ketakutan.

Do Hyun menatap pria itu dengan sorot tajam yang nyaris tak berperasaan. "Apa kau lupa? Jika bukan karena bantuanku, kau tak akan pernah menjadi pemilik tunggal sekolah ini."

Tubuh kepala sekolah semakin merosot, tangannya gemetar di atas lututnya. "T-Tuan, saya mohon... Berikan saya satu kesempatan lagi... Saya berjanji ini tak akan terulang!"

![](contribute/fiction/9849361/markdown/45214715/1736600277290.jpeg)

Do Hyun mengabaikan permohonannya. Dengan nada datar namun penuh otoritas, ia menoleh pada Kim Woon. "Kim, urus penutupan sekolah ini besok. Jika media bertanya, biarkan mereka menyoroti kembali kasus pembunuhan ahli waris terdahulu. Berikan saja bukti yang kita miliki, katakan bahwa kita baru menemukannya belakangan ini."

Kepala sekolah semakin menunduk, nyaris mencium lantai. Suaranya penuh keputusasaan. "T-Tolong, Tuan! Jangan lakukan itu! Jika sekolah ini ditutup, hidup dan keluarga saya akan hancur!"

Do Hyun menatap pria yang memohon di hadapannya dengan ekspresi tak tergoyahkan. "Kau sudah menyia-nyiakan kesempatan itu sendiri. Aku tak punya waktu untuk membuang-buang kata lagi di sini." Ia lalu menoleh kembali ke Kim Woon. "Minta mereka siapkan mobil. Kita harus memeriksakan putri mu."

Tanpa menunggu jawaban, Do Hyun berbalik, meninggalkan kepala sekolah yang masih berlutut dengan wajah putus asa. Kim Woon menatap pria itu sekilas sebelum kembali menunduk, menenangkan Yeon Ji yang masih terguncang. Meski amarahnya belum sepenuhnya reda, saat ini, yang paling penting baginya adalah memastikan putrinya selamat.

1
endang sumiati
ayo ming yu bangkit dan cintai yeon ji...biar kakekmu kalah...bucinlah
endang sumiati
alur cerita yg menguras emosi...bagus sekali...
kakek yg egois dan berhati iblis...bagaimana jika cucux benci yeon ji berubah menjadi bucin...
Just story: Ntah lah terkadang kehidupan gak begitu adil pada beberapa orang, namun terkadang kehidupan juga tidak selamanya seperti yang terlihat. Dia yang terlihat lemah tak berdaya mungkin bukan karena tuhan ingin dia begitu tapi karena adanya dia akan menjadi ujian bagi siapapun yang bersama nya
endang sumiati: yg tau endingx hanya author tapi penikmat bacaan lebih menginginkan bacaan yg menghibur dan realistis meskipun ini fiksi semata sebatas imajinasi author...
seperti ada siang ada malam ...ada baik ada buruk...ada tangis ada bahagia ...mungkinkah yeon ji akan menangis terus...
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!