Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04
°
°
°
Anaya sungguh tidak mempercayai apa yang dihadapinya saat ini. Kini dirinya telah resmi menjadi istri seorang Akmal Pratama, guru magangnya dulu saat masa putih abu-abu. Juga seorang founder perusahaan start up ternama. Anaya merasa dunianya jungkir balik dalam waktu beberapa jam. Membayangnya saja dia sudah merasa syok, atau apalah itu namanya.
Anaya memutar kepalanya ke belakang, menatap ke arah Adzana dengan pandangan penuh tanya, karena dia yakin sekali bahwa ini semua pasti ada campur tangan sahabatnya itu. Namun yang mendapatkan tatapan hanya mengangkat bahu dan balas menatapnya dengan memainkan bola matanya.
"Mempelai wanita silakan mendekat." Suara Pak Penghulu menyadarkan Anaya.
"Oh... Hehehe, maaf." Anaya tersenyum canggung seraya mengusap lehernya padahal sama sekali tidak gatal.
Anaya duduk di samping Akmal dengan dada bergemuruh. Malu, canggung, ah entah apalagi untuk men-diskripsi-kan perasaannya saat ini.
Kedua mempelai kemudian menandatangani buku nikah, dilanjutkan dengan penyematan cincin di jari manis masing-masing. Anaya mencium takzim punggung tangan suaminya, setelah itu Akmal memegang pucuk kepala Anaya, dan membacakan doa lalu ditiupkannya di atas ubun-ubun istrinya. Selanjutnya dengan gugup Akmal mengecup kening sang istri.
Pak Penghulu kemudian memberikan petuah pernikahan untuk kedua mempelai, lalu melantunkan doa-doa agar pernikahan mereka senantiasa mendapatkan keberkahan.
Acara ijab kabul selesai lalu dilanjutkan sungkem kepada kedua orang tua masing-masing. Suasana keharuan tiba-tiba menyeruak begitu saja, tatkala Anaya sungkem pada ibunya. Gadis yang sekarang telah berubah statusnya menjadi seorang istri itu, menangis tergugu di pelukan sang ibu. Menghadirkan tatapan sendu bercampur bahagia dari mereka yang hadir menyaksikan moment tersebut.
Akmal untuk pertama kalinya mengusap lembut punggung seorang wanita selain ibunda dan adiknya. Tangan itu terasa bergetar menyentuh wanita yang telah dinikahinya beberapa saat lalu. Membiarkan sejenak sang istri larut dalam kehangatan pelukan ibunya.
Acara sungkem selesai, Akmal dan Anaya menerima ucapan selamat dari tamu yang hadir serta para kerabat dari keluarga masing-masing.
"Nayaaa.... selamat ya, akhirnya temanku udah soul out satu, tinggal satu lagi." Adzana bersama Ersa nyelonong masuk ke kamar yang ditempati oleh Anaya.
Ibu dua anak ibu langsung memeluk sahabatnya. Tak mau ketinggalan Ersa pun bergabung, ketiganya tertawa bersama.
"Selamat ya, Nay. Semoga pernikahan kalian langgeng terus sampai kakek nenek," ucap Ersa tulus.
"Aamiin..." seru mereka bertiga.
"Nay, bagaimana perasaanmu setelah tahu, bahwa pengantin pria adalah Kak Akmal?" tanya Ersa kemudian.
Anaya menggeleng. "Aku tidak tahu harus ngomong apa, semua terjadi begitu tiba-tiba. Rasanya ini seperti mimpi tapi kenyataan dan bahkan aku masih merasa ini mimpi. Tapi entahlah, semoga semua berjalan dengan semestinya. Lillahi ta'ala saja," ucap Anaya.
"Tapi aku curiga ini pasti ulah kamu kan, Na?" sambungnya.
Adzana yang mendapatkan pertanyaan seperti itu, hanya mengangkat bahu seraya menyebikkan bibirnya.
"Semua yang terjadi tidak secara kebetulan, semua sudah diatur oleh Tuhan, jadi manusia hanya perantara." Adzana mengatakan argumennya.
"Apapun itu aku mengucapkan terimakasih, mungkin jodohku memang harus melalui perantara kamu, Na," ucap Anaya tulus
"Mungkin..." sahut Adzana cuek.
"Dan kamu tahu, Nay? Mas kawinmu senilai satu M...! Gila...!" pekik Ersa.
"Itu baru mobilnya, belum tanahnya," Adzana menimpali
"Masa sih?" ucap Anaya
"Duuuhh, punya temen kok lemot bin dodol begini sih! Kalau diuangkan nominalnya bisa satu M, Anaya sayaaanng?" geram Ersa.
"Oh iya ya. Eh, tapi kalau dijual kan nilainya makin berkurang," sahut Anaya.
"Memangnya mau kamu jual? Apa Kak Akmal sudah kekurangan uang, sampai kamu mau jual itu mobil? Dengar ya, Nay! Kak Akmal itu uangnya buanyak, sahamnya saja di mana-mana. Jadi kamu itu tidak perlu khawatir, pasti setelah ini kamu tidak boleh bekerja," tutur Adzana
Anaya menggeleng. "Entah kebaikan apa yang sudah aku lakukan, sehingga aku bisa seberuntung ini."
"Kamu tidak sadar? Kamu dari kuliah sudah bekerja, mencukupi kebutuhan ibu dan adik-adikmu, sampai kamu tidak memikirkan dirimu sendiri. Nah itu jawaban dari semua ketulusan dan keikhlasanmu selama ini, Nay!" terang Ersa.
"Entahlah, aku sendiri tidak pernah berharap seperti itu."
"Sudah...sudah...sudah...! Ini hari pernikahan kamu, tidak boleh ada sedih-sedih lagi, oke!" Adzana menengahi.
°
Acara resepsi berlangsung meriah, banyak tamu undangan yang datang dari berbagai kalangan. Tetangga, teman, kerabat, kolega bisnis, hingga pejabat pemerintahan hadir di sana. Ada yang lucu dari mempelai pengantin, tubuh Akmal yang tinggi menjulang, berbanding terbalik dengan Anaya yang mungil hingga tingginya hanya sebatas bahu suaminya.
Selama acara berlangsung keduanya sering kepergok curi-curi pandang dan tersenyum malu-malu berdua. Bahkan yang tak sengaja melihatnya pun ikut tersenyum melihat kelucuan mereka. Tak terkecuali Pak Deni dan Bunda Marini yang diam-diam memperhatikan tingkah anak dan menantunya.
"Ayah, lihat mereka! Sepertinya sangat cocok, semoga pernikahan mereka til jannah ya, Yah."
"Aamiin, Bun. Semoga doa dan harapan kita terkabul."
Jam enam sore acara resepsi selesai. Sengaja tidak sampai malam hari mengingat masalah yang baru saja dihadapi. Jadi malam ini mereka ingin beristirahat dengan tenang. Begitulah kira-kira, orang kaya mah bebas.
Pasangan pengantin berjalan berdampingan menuju kamarnya. Sesekali keduanya melemparkan senyuman masih dengan malu-malu meong. Hingga mereka sampai di kamar, keduanya tampak canggung juga kikuk. Anaya meski sedikit absurd dan bar-bar tapi dia tahu menempatkan diri. Di hadapan Akmal suaminya dia berubah menjadi seekor kucing yang manis.
"Maaf, Mas. Aku apa Mas Akmal yang mandi duluan?" tanya Anaya.
"Kamu saja, aku mau ke bawah dulu."
Anaya langsung masuk ke kamar mandi. Setelah melepas semua pakaiannya ia langsung membawa langkahnya ke bawah shower dan menyalakannya. Ia menikmati sensasi air hangat yang mengguyur tubuhnya, hingga beberapa menit kemudian ia menyudahi aktivitasnya.
Anaya keluar kamar mandi, hanya mengenakan handuk yang membelit tubuhnya sebatas dada dan di atas lulut, membuat Akmal yang saat itu baru saja masuk ke dalam kamar kembali, harus menelan salivanya dengan susah payah. Bagaimanapun dia adalah pria normal.
"Shiiittt..."
Anaya yang sedang membuka lemari untuk mengambil baju, langsung berteriak latah saat menyadari ada orang lain di dalam kamar.
"Aaaaagghhhh...... ayam-ayam-ayam...!" Tubuhnya secara reflek melesat masuk ke dalam lemari dan menarik pintunya dari dalam.
Akmal dibuat bengong untuk beberapa saat melihat kekonyolan istrinya. Ia menggelengkan kepala seraya mengulum senyumnya, lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di dalam lemari Anaya merutuki dirinya yang tiba-tiba latah. "Duuuh, Nay! Kamu itu tidak elit banget sih? Kenapa harus latah coba? Malu kan, jadinya?"
Mengetahui suaminya telah masuk ke kamar mandi, Anaya buru-buru keluar dan langsung memakai bajunya. Setelah itu menyiapkan baju ganti untuk sang suami. Tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya, Anaya memilih duduk di tepi tempat tidur dengan berselonjor kaki. Dia memainkan jemari tangannya untuk mengurangi rasa gugupnya.
Pintu kamar mandi terbuka mengalihkan pandangannya, dan seketika menutup matanya dengan kedua telapak tangannya lalu perlahan memalingkan muka sambil meringis malu. Akmal hanya tersenyum tipis melihat tingkah istrinya.
"Mas Akmal, aku sudah siapkan baju gantinya ini," beritahu Anaya.
Akmal mendekat lalu memakai bajunya begitu saja di dekat Anaya istrinya. "Terimakasih."
Anaya semakin menundukkan kepala, mati-matian menahan gejolak di dadanya, antara malu dan canggung, menjadi satu mengaduk perasaannya sekarang.
Akmal menepuk pundak Anaya, membuat wanita itu tersentak dan hampir mengeluarkan latahnya, namun Akmal sudah lebih dulu membungkam mulutnya dengan telapak tangan.
"Jangan teriak-teriak, apalagi sampai latah. Nanti dikira orang aku KDRT."
Anaya mengangguk dan menurut "Maaf."
"Heemmm... mau makan di luar apa di kamar saja?"
"Terserah Mas Akmal saja, aku ikut. Tapi sebelum itu ada yang ingin aku tanyakan."
"Ada apa?"
"Eeemm... Apakah kita akan menandatangani surat kontrak nikah? Bukankah biasanya kalau menikah mendadak seperti kita ini, pasti ujung-ujungnya ada perjanjian kontrak nikah seperti di novel-novel, dan menguntungkan pihak pertama."
Akmal langsung menoyor kening Anaya saking gemasnya pada istri polosnya itu. "Dengar ya, Anaya Putri bin alm Bapak Joko Santoso, kamu itu akan terikat kontrak denganku seumur hidupmu, paham!"
Akmal langsung meninggalkan kamar, tinggallah Anaya yang masih bengong me-loading ucapan suaminya.
°
°
°
°
°
Astaga, Akmal yang mau bermanja-manja/Facepalm/