Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan, hiduplah Kirana, gadis cantik, cerdas, dan mahir bela diri. Suatu hari, ia menemukan seorang pemuda terluka di tepi sungai dan membawanya ke rumah Kakek Sapto, sang guru silat.
Pemuda itu adalah Satria Nugroho, pewaris keluarga pengusaha ternama di Jakarta yang menjadi target kejahatan. Dalam perawatan Kirana, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, setelah sembuh, Satria kembali ke Jakarta, meninggalkan kenangan di hati Kirana.
Bertahun-tahun kemudian, Kirana merantau ke Jakarta dan tak disangka bertemu kembali dengan Satria yang kini sudah dijodohkan demi bisnis keluarganya. Akankah mereka bisa memperjuangkan cinta mereka, atau justru takdir berkata lain?
Sebuah kisah takdir, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh waktu, hadir dalam novel ini! ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Wayan Adi Sudiatmika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Latihan Perdana 2
Setelah makan siang dan menikmati teh hangat bersama singkong rebus yang dibuat oleh Kakek Sapto, Kirana dan Ririn sudah merasa siap untuk melakukan latihan pertama mereka. Kakek Sapto memandang mereka dengan penuh kebijaksanaan seolah dapat membaca pikiran dan perasaan Kirana dan Ririn.
“Baiklah…. Kalian sudah siap?” tanya Kakek Sapto dengan suara tenang namun penuh wibawa.
Kirana dan Ririn saling memandang dan mengangguk dengan penuh semangat. “Siap Kek…!!!” jawab mereka serentak.
Kakek Sapto tersenyum. “Bagus… latihan pertama kita hari ini adalah fokus pada peningkatan fisik kalian. Bela diri bukan hanya gerakan-gerakan menghindar, bertahan dan menyerang… tapi juga tentang kekuatan dan ketahanan tubuh yang kuat. Jadi kalian harus kuat secara fisik dan mental dulu.”
“Baik Kek…!!” jawab mereka serempak.
Lalu Kakek Sapto mengajak mereka ke belakang pondok kecil itu. Ternyata di sana ada halaman kecil yang telah disiapkan beberapa alat latihan sederhana. Ada beberapa potongan batu, tongkat kayu dan dua utas tali yang tergantung di antara dua buah pohon kelapa.
Kirana dan Ririn saling memandang. “Kakek… kapan Kakek menyiapkan ini semua…?” tanya Kirana merasa terharu karena semua telah dipersiapkan dengan matang oleh Kakek Sapto.
Kakek Sapto tersenyum. “Kemarin setelah kakek mengantar kalian pulang… Kakek menyiapkan ini, agar kalian hari ini bisa langsung latihan,” jawab Kakek Sapto seraya mengambil tongkat kayu yang ada di sana.
“Pertama… Sekarang kalian lakukanlah pemanasan,” kata Kakek Sapto. “Kalian harus merenggangkan otot-otot kalian terlebih dahulu agar kalian tidak cidera pada saat latihan selanjutnya,” tambah Kakek Sapto.
“Siap Kek…!!!” jawab mereka berdua. Lalu mereka mengambil tempat masing-masing. Kirana dan Ririn mengikuti instruksi Kakek Sapto dengan serius. Mereka mulai dengan melakukan gerakan pemanasan dasar lalu dilanjutkan dengan lari kecil di sekitar halaman.
“Sekarang… kalian lari mengelilingi danau…!” perintah Kakek Sapto.
“Baik Kek…!” jawab mereka serempak. Udara siang menjelang sore yang terasa sejuk di sekitar danau itu membuat latihan mereka terasa lebih ringan, namun setelah satu putaran, napas mereka sudah menjadi terengah-engah.
“Kir… latihan ini cukup berat ya,” ucap Ririn sambil menghapus keringat yang ada di dahinya.
“Iya juga Rin… padahal baru lari-lari saja… padahal belum apa-apa…,” jawab Kirana sambil menarik napas dalam-dalam.
Kakek Sapto yang mendengar itu tertawa kecil. “Ini baru pemanasan Nak… Nanti latihan sesungguhnya akan lebih menantang lagi… Ayo lanjutkan dua putaran lagi…,” kata Kakek Sapto mengayun-ayunkan tongkat kayu yang dibawanya.
“Ha…. Dua putaran lagi…???,” sahut mereka bersamaan sambil menghembuskan napas panjang. “Semangat…..,” kata mereka saling memandang dan saling menyemangati.
Setelah pemanasan selesai, Kakek Sapto lalu mengajak mereka ke tumpukan batu yang ada di halaman belakang pondok itu.
“Sekarang kita akan melatih kekuatan kalian dengan memindahkan tumpukan batu itu ke bawah pohon di sana. Itu akan membantu membangun otot-otot kalian,” kata Kakek Sapto memerintahkan mereka untuk memindahkan tumpukan batu itu ke bawah pohon nangka yang jaraknya sekitar 25 meter dari tempat semula.
Kirana dan Ririn saling memandang dan merasa sedikit ragu. Batu-batu itu kelihatan sangat berat.
“Jangan khawatir… kalian pasti bisa melakukannya…,” kata Kakek Sapto penuh keyakinan. “Mulailah dengan batu yang kecil terlebih dahulu dan lakukan pelan-pelan. Jangan sampai pinggang kalian lepas… ha… ha… ha…,” kata Kakek Sapto sambil tertawa.
Kemudian Kirana mengambil batu yang paling kecil dan mencoba mengangkatnya. Ternyata batu itu lebih ringan dari apa yang dibayangkannya. “Ternyata ini tidak terlalu berat Kek…,” katanya sambil tersenyum.
Lalu Ririn mencoba mengangkat batu yang ukurannya hampir sama tapi tangannya bergetar. “Ini berat juga. Kirana… kamu pasti punya kekuatan tersembunyi…,” katanya sambil tertawa dan berusaha membawa batu itu ke tempat yang ditunjukkan tadi oleh Kakek Sapto.
Mereka berdua sudah beberapa kali bolak-balik mengangkat dan membawa batu itu ke bawah pohon nangka. “Bagus… sekarang coba batu yang lebih besar...,” perintah Kakek Sapto.
Kirana mengambil batu yang lebih besar dan kali ini dia merasakan beban yang lebih berat. Tapi dia berhasil mengangkatnya meski wajahnya memerah. “Ini baru tantangan…,” katanya sambil tersenyum.
Ririn mencoba mengikuti tapi batu itu terlalu berat untuknya. “Aduh Kek…. Ini terlalu berat Kek… Aku tidak bisa…,” keluhnya.
Kakek Sapto tersenyum. “Tidak apa-apa Nak… Latihannya perlahan-lahan saja… Kalian tidak perlu terburu-buru… Yang penting adalah konsistensi.”
“Iya Kek…,” jawab mereka kompak. Kirana dan Ririn berusaha mengangkat batu-batu itu sesuai kemampuan mereka. Mereka sedikitpun tidak ada yang mengeluh, hanya peluh yang berceceran yang menunjukkan kesungguhan mereka dalam berlatih.
Latihan mengangkat batu itu diselingi canda tawa Kirana dan Ririn. Saat mereka mencoba mengangkat batu yang lebih besar, Kirana tiba-tiba berkata, “Rin… kalau kita bisa mengangkat batu sebesar ini, kira bisa jadi superhero… he… he… he…!”
Ririn tertawa. “Iya… kita bisa jadi ‘Super Kirana’ dan ‘Super Ririn’… ha… ha.. ha…. Tapi aku rasa kita masih jauh dari itu…,” katanya sambil tertawa.
Kakek Sapto juga ikut tertawa. “Kalian punya semangat yang bagus… Itu yang penting.”
Setelah latihan mengangkat batu dan beristirahat sejenak, Kakek Sapto mengajak mereka ke tali yang digantung di antara dua pohon kelapa. “Sekarang kita akan melatih keseimbangan kalian. Ini sangat penting dalam bela diri.”
Kirana dan Ririn memandang tali itu dengan sedikit keraguan. “Kek… Ini seperti sirkus..,” kata Ririn sambil tertawa.
Kakek Sapto itu tertawa. “Iya… tapi ini latihan yang penting juga. Latihan ini untuk bisa menjaga keseimbangan tubuh kalian saat bertarung.”
Lalu Kirana mencoba pertama kali. Dia dengan hati-hati naik ke atas tali tersebut sambil memegang tali yang di atasnya. Kirana mencoba menjaga keseimbangannya. Tapi setelah beberapa langkah, dia terjatuh dengan pantat jatuh terlebih dahulu. “Aduh… ini ternyata lebih sulit dari yang kukira…,” kata Kirana sambil tertawa dan membersihkan pantatnya dari daun-daun yang menempel di celananya.
Melihat Kirana terjatuh, Ririn meringis. Tapi dia berusaha mencobanya. Baru beberapa langkah saja dia sudah terjatuh, bahkan jatuhnya lebih ekstrem dari Kirana… dengan wajah terlebih dahulu menyentuh tanah. Untung saja jatuhnya tidak terlalu tinggi. “Ini sih tidak sakit… tapi malunya luar biasa… wkakakakakk…,” kata Ririn sambil tertawa ngakak. Kakek Sapto dan Kirana ikut tertawa melihat tingkah konyol Ririn.
“Tidak apa-apa Nak… latihan ini butuh waktu. Yang penting kalian tidak menyerah..!” kata Kakek Sapto sambil tersenyum.
Setelah cukup melakukan latihan hari ini, mereka istirahat sejenk kemudian berpamitan pada Kakek Sapto karena hari sudah menjelang sore. "Kami pulang dulu Kek... Terima kasih untuk hari ini Kek...," kata Kirana sambil salim kepada Kakek Sapto. Lalu Ririn juga mengikuti Ririn salim kepada Kakek Sapto.
"Kalian pulanglah... Tapi kalian harus hati-hati di jalan ya...," kata Kakek Sapto mengingatkan.
"Baik Kek...!" saut mereka kompak. Lalu mereka bergandengan berjalan menjauhi pondok Kakek Sapto.
Bagaimana kehidupan Kirana selanjutnya...? Ikuti bab selanjutnya...