Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 4
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Rania Varsha Hafizha, nama pemberian sang ayah yang sudah melekat dalam dirinya selama ini.
Varsha dalam bahasa sansekerta memiliki arti hujan. Diawal pernikahannya Rania sudah mendapatkan air mata pertama setelah melepas masa lajang.
Apakah nama itu mengandung arti yang berbeda? Ia menangis saat tahu jika ternyata sang suami menikahinya untuk tujuan pribadi. Apa selamanya ia akan menangis, seperti namanya? Rania pikir nama tersebut bisa memberikan makna lain. Namun, pada kenyataannya sama saja.
Hujan, terus turun dari kedua matanya. Rania tidak mengerti kenapa sang ayah memberikan nama tersebut. Apa mungkin ayahnya menginginkan Rania terus menangis? Sungguh pemikiran yang sangat konyol. Setiap orang tua pasti memberikan nama yang baik untuk anak-anak mereka.
Varsha, memang panggilan yang sangat indah. Jika terdengar dari orang-orang yang mencintainya. Namun, bagaimana jika nama itu ia dengar dari pria ini? Mungkin Rania akan terus menerus menangis.
"Aku yakin ayah memberikan nama Varsha ada sesuatu di balik semua itu. Aku percaya. Karena Allah tahu yang terbaik bagi hamba-Nya," gumam Rania.
Ia sudah bangun dari tidurnya beberapa saat lalu ketika azan berkumandang dari ponsel. Selama ia tinggal di negara minoritas, dirinya terus mengandalkan alarm yang tersemat di benda pipih itu sebagai pengingat waktu. Allah menjadi prioritas utamanya.
"Jika kita melupakan Allah, maka hidup ini tidak bisa terarah." Rania selalu menanamkan hal tersebut dalam diri. Tidak mudah tinggal dalam lingkungan yang serba "Wah", selangkah ia salah arah bisa saja dirinya terbawa arus.
Rania bersyukur Allah terus menanamkan cinta kasih padanya.
"Aku harus salat," gumamnya.
Ketika hendak mengambil wudu netranya menangkap Jim-in yang tengah bergelung nyaman dalam selimut tebal. Rania tahu, Jim-in juga seorang muslim sama sepertinya. Sudah menjadi kewajiban untuk mengajak sesama umat muslim sekaligus suami untuk salat. Namun, Rania ragu melakukannya, takut tuan muda itu marah lagi.
"Tidak. Aku harus melakukannya. Dia juga punya kewajiban," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Setelah berkutat dengan diri sendiri, Rania pun menggoyang-goyangkan tubuh lemah itu pelan.
"Tuan Muda, sudah waktunya salat. Tuan muda harus bangun, ayo salat berjamaah. Tuan, Tuan Muda." Panggil Rania sedikit kencang.
Hingga beberapa saat kemudian, kelopak mata pria itu terbuka. Iris kecilnya memandangi Rania tepat. Di tatap seperti itu membuatnya terkejut.
"Kenapa kamu membangunkan ku di pagi buta seperti ini? Berisik tahu, aku mengantuk. Aku mau tidur!" Gertaknya tidak suka.
"Ta-tapi Tuan harus salat," cicitnya yang masih terdengar oleh Jim-in.
Pria itu pun menyeringai sekilas dan menatapnya lekat. "Dengar yah ibuku saja tidak pernah membangunkan ku seperti ini. Lebih baik kamu kerjakan saja sendiri jangan pernah mengajakku!" balasnya dengan nada sedikit meninggi. Jim-in pun kembali menutup mata seraya menyelimuti dirinya hingga menutupi wajah.
Rania tersentak tidak menyangka mendapatkan jawaban seperti itu. "Astaghfirullahaladzim, Ya Allah berikanlah hidayah pada suami hamba," benaknya seraya menatap sang tuan.
Setelah menunaikan kewajibannya Rania pun kembali merapihkan peralatan salat. Tanpa ia sadari ada sepasang mata yang memperhatikannya sedari tadi.
Tangan yang melipat di depan dada itu terus mengikuti ke mana Rania pergi. Bibirnya terkunci rapat seolah berbicara lewat pandangan mata.
Hingga sampai wanita itu mengenakan hijab panjangnya Jim-in tidak sekalipun mengalihkan pandangan. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Namun, yang pasti ada rasa penasaran menyangkut dalam diri.
"Kenapa kamu memakai hijab panjang seperti itu? Terlebih inikan di rumah," tanya Jim-in. Mungkin pria itu sudah jengah sedari tadi terus diam.
Rania yang tengah memandangi dirinya di cermin terlonjak kaget mendapatkan pertanyaan tidak biasa dari sang suami.
"Eh! Kenapa Tuan bertanya seperti itu?" Ia pun berbalik membalas tatapan Jim-in.
"Karena aku penasaran."
Senyum pun mengembang di wajah ayu Rania melihat wajah polos anak tunggal keluarga Park itu. Ia tahu di balik sikap dinginnya ada kebaikan yang tersembunyi di sana.
"Seperti dalam surat Al-Ahjab ayat 59 yang artinya, "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." Sebagai seorang muslimah aku wajib menuruti perintah Allah. Karena aku tahu perintah berhijab itu untuk kebaikanku juga, dan ... aku sudah merasakannya, seperti apa nikmatnya berhijab panjang ini," ungkap Rania menjelaskan.
Bibir ranumnya terus melengkung memberikan bulan sabit yang mempercantik wajahnya.
Untuk sepersekian detik Jim-in tercengang lalu memalingkan tatapannya. Ia tidak percaya menikahi wanita salehah.
Namun, jauh dari itu semua ia memang membutuhkan seseorang seperti Rania. Ia tidak salah menjadikannya sebagai istri. Di balik kepolosannya ada kebaikan yang belum ia rasakan.
"Ah, baiklah. Kalau begitu cepat buatkan aku sarapan," titahnya kemudian.
Rania pun mengangguk paham. Namun, sebelum kakinya keluar dari kamar ia berjalan mendekat. Melihat itu Jim-in mengerutkan dahi bingung tidak mengerti.
"Kamu mau apa?" tanyanya bingung.
"Izinkan aku membantumu, Tuan Muda," jelas Rania seraya menjulurkan tangan ke hadapannya.
Seketika Jim-in langsung menepis tangan sang istri seraya kembali menatapnya tajam.
Kilatan dalam matanya semakin terlihat jelas. Jim-in seperti memiliki kepribadian ganda yang hanya beberapa detik saja berubah. Riana pun sampai dibuat merinding olehnya.
"Jangan mengasihani ku. Aku tidak mau dibantu oleh perempuan sepertimu," balasnya geram.
Kini giliran Riana yang mengerutkan dahi, heran. Masih basah dalam ingatan tentang peraturan yang dibuat suaminya ini. Bukankah ia menikahinya untuk dijadikan sebagai perawat pribadi? Lantas kenapa Jim-in menolak saat Riana hendak membantunya? Sebenarnya apa yang diinginkannya? Wanita berhijab itu masih tidak memahami dan pertanyaan itu terus berputar.
Ia tahu Jim-in, pria yang memiliki kekurangan secara fisik. Rania mengerti tidak ada yang sempurna di dunia ini. Bahkan dirinya pun banyak sekali kekurangan.
Namun, Rania sama sekali tidak mengasihi Jim-in yang terus berada di kursi roda. Sebagai seorang istri ia hanya ingin melakukan tugasnya saja, ganya itu tidak ada maksud lain.
"A-aku tidak seperti yang Tuan Muda pikirkan. Aku hanya ingin melakukan tugas sebagai istri. Aku ingin melayani Tuan sepenuh hati. Ak-"
"Sudah cukup!! Aku tidak mau kamu membantuku dalam masalah ini. Sana pergi!" usir Jim-in cepat.
Tidak mau memperpanjang masalah Rania pun bergegas dari sana. Ia tahu Jim-in tengah menahan emosinya dan tidak mau melihat amarah yang masih terpendam dalam sosoknya.
"Sial! Kenapa aku bisa mengalami musibah seperti ini. Aarrgghhhh, sialan!" umpat Jim-in dengan suara meredam.
Tanpa ia sadari Rania masih berdiri di luar kamar. Wanita itu membelakangi pintu yang tertutup. Dengan jelas ia mendengar kata-kata yang membuat hatinya tergerak. Ada perasaan sakit menyapanya begitu saja.
"Kenapa denganku? Apa kekurangan tuan muda itu karena kecelakaan? Ataukah dari lahir? Ah, aku tidak tahu seperti apa kehidupan suamiku. Sebagai seorang istri, aku ingin melihat wajah bahagia darinya. Aku tahu dia menyembunyikan sesuatu di balik sikap dinginnya," racau Rania dengan suara pelan.
"Ya Allah jika ini memang jalan hamba untuk bersamanya, kuatkan hamba dalam menjalaninya. Hamba harap yang terbaik untuknya juga," lanjut Rania lagi penuh harap.
...🌦️PENASARAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘