Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Ada Rasa Untuk Sang Mantan?
Melvin pada siang ini hendak makan siang di sebuah restoran yang letaknya memang agak jaih dari kantornya. Entah kenapa Melvin ingin makan di tempat ini dengan alasan ingin ganti suasana yang monoton kala makan siang. Melvin awalnya tak menyadari sesuatu hal yang ganjil hingga pada akhirnya di tengah-tengah ia menikmati makan siangnya seorang diri, seseorang yang sangat ia kenali turun dari dalam sebuah mobil mewah dan tak lama kemudian disusul oleh pria tua yang mungkin usianya seumuran dengan mendiang sang ayah. Melvin nampak tak dapat mengalihkan pandangan dari sosok yang tengah berjalan mesra itu, tentu saja Melvin sangat mengenali siapa sosok itu dan dia adalah Icha yang harusnya menikah dengannya 3 minggu yang lalu namun karena tiba-tiba rencana berubah maka di sini Melvin masih sendiri sementara wanita itu sudah menikah.
"Rasanya sakit sekali," gumam Melvin saat melihat Icha dan pria tua itu masuk ke dalam restoran. Rasanya Melvin ingin marah namun setelah akal sehatnya kembali, rasanya ia tak perlu sampai menghabiskan waktu untuk marah-marah pada Icha.
"Barang kali memang dia bukan jodohku."
Melvin kemudian gegas bangkit dari kursinya dan menuju pintu keluar, ia sudah bersiap untuk pergi hingga secara mengejutkan saat hendak masuk ke dalam mobil, seseorang menahan tangannya.
"Mau apa lagi kamu? Bukannya kamu datang ke sini dengan suamimu? Jangan buat aku dianggap mencuri istri orang."
"Melvin, aku minta maaf. Semua ini bukanlah keinginanku. Orang tuaku bangkrut dan suamiku saat ini adalah penyelamat bagi orang tuaku hingga aku dipaksa untuk menikah dengannya. Aku sama sekali gak mencintai dia, yang aku cintai adalah kamu."
Namun Melvin sudah terlanjur sakit hati, ia menolak penjelasan apa pun dari Icha dan mengatakan dengan tegas pada wanita itu untuk jangan pernah mencoba untuk mengusiknya lagi.
"Kita berdua sudah tak ada hubungan apa-apa jadi tolong jaga sikap kamu supaya tidak ada fitnah dikemudian hari."
****
Dinda menghela napasnya panjang, semalam lagi-lagi ia dan Alex bertengkar perihal soal pernikahan mereka. Alex tidak suka kalau Dinda mengungkit soal nikah kontrak yang mereka jalani namun Alex mengatakan bahwa pernikahan ini ia jalani bukan hanya sekedar ingin menikah kontrak saja. Alex mengatakan bahwa ia mencintai Dinda dengan tulus dan ucapan pria itu Dinda anggap sebagai angin lalu saja dan rupanya Alex murka dan memilih tidur di luar kamar.
"Kamu udah makan?" tanya Dinda saat melihat di meja makan sudah tersaji hidangan untuk sarapannya namun hanya satu piring saja.
Alex hanya berdehem sebagai jawaban kalau dia sudah makan, Dinda sendiri kemudian meminta Alex untuk duduk sekarang dan selesaikan masalah ini.
"Aku gak suka kalau masalah seperti ini jadi berlarut-larut."
"Aku juga gak suka tapi kamu duluan yang memulai."
"Jujur aku gak ngerti gimana jalan pikiranmu, kenapa sih kamu gak bisa nganggep ini layaknya pernikahan normal pada umumnya? Kenapa harus selalu ungkit soal pernikahan kontrak? Aku tahu kalau ada hitam di atas putih namun gak harus kan kamu ungkit terus mengenai itu?"
"Jadi kamu maunya kita menikah tanpa perlu ungkit masalah kontrak itu? Fine, aku akan berusaha tapi tolong kenalkan aku sama keluarga kamu."
Raut wajah Alex nampak berubah kala Dinda mengatakan itu.
****
Dinda mengamati wajah sang suami yang berubah mendadak kala ia meminta Alex mengenalkannya pada keluarga besarnya sebagai istri pria itu. Alex sendiri bingung apa yang harus ia katakan pada Dinda, ia sama sekali tak menyangka kalau permintaan Dinda seperti itu.
"Kenapa? Kamu gak bisa memenuhi permintaan dariku?"
"Bukannya gak bisa, mungkin belum saatnya aku memperkenalkan kamu dengan keluargaku sekarang namun bukannya aku gak mau mengenalkan kamu kepada keluargaku hanya saja saat ini bukan waktu yang tepat."
"Kalau sekarang bukan waktu yang tepat, lantas kapan?"
Lagi-lagi Alex tak bisa menjawab dengan pasti yang menjadi pertanyaan Dinda barusan. Sikap Alex yang seperti ini sungguh membuat Dinda jadi curiga kalau sang suami sebenarnya tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
"Apa sih yang kamu sedang sembunyikan dariku?"
"Aku gak menyembunyikan apa pun darimu."
"Bohong! Jelas-jelas kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Kenapa gak mau jujur sama aku?!"
"Dinda aku--"
Namun Dinda sudah bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya dengan air mata yang tadi sudah ia tahan di pelupuk mata supaya tidak tumpah. Barulah saat ia sudah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu serta menguncinya, ia membenamkan wajahnya di bantal sementara Alex menggedor pintu dan memanggil nama Dinda.
****
Dada Melvin bergemuruh semenjak tadi siang bertemu dengan Icha, perasaan Melvin berkecamuk dan ia merasakan banyak perasaan yang campur aduk hingga Melvin bingung apa yang sebenarnya ia rasakan. Bayangan Icha digandeng dengan pria yang usianya kurang lebih seperti mendiang sang ayah sungguh membuat Melvin jadi jijik.
"Utang katanya?" lirih Melvin.
Melvin melirik ke arah ponsel yang ia letakan di sebelahnya, di layar ponsel itu tertera nama Icha di sana namun Melvin sama sekali tidak ada niatan untuk menjawab telepon dari wanita itu. Melvin sudah terlanjur sakit hati dan kemudian ia memutuskan memblokir bukan hanya nomor namun semua akses sosial media yang terhubung dengan Icha.
"Aku harus segera move on, lupakan dia."
Melvin menarik napas panjang dan kemudian memutuskan untuk merebahkan diri di atas kasur dan perlahan mulai menutup kedua matanya hingga tak lama kemudian ponselnya kembali berdering dan Melvin tanpa melihat layar ponselnya langsung menjawab.
"Hiks."
Melvin langsung melihat siapa yang menelponnya saat ini di layar ponselnya dan rupanya sang kakak yang menelponnya, namun kenapa sang kakak menangis?
"Kak, kamu kenapa?"
"Vin, hiks."
"Alex ngapain kamu sampai kamu nangis? Bilang sama aku."
"Alex dia nggak mau mengenalkan aku sama keluarganya. Aku ngerasa kalau dia menyembunyikan banyak hal dari aku."
****
Melvin pagi ini hendak pergi menuju apartemen sang kakak, ia ingin mendengar secara langsung apa yang akan Alex katakan untuk membela diri. Selama ia mengenal sang kakak, baru semalam Melvin mendengar kakaknya menangis dan hal itu membuat hati Melvin jadi tak tenang. Melvin sudah tiba di apartemen sang kakak dan baru saja memarkirkan mobilnya namun langkah kakinya menuju lift terhenti kala melihat sosok Icha yang tersenyum padanya di depan lift. Wanita itu jelas sudah melihat Melvin jadi tak mungkin baginya balik badan dan pura-pura tak melihat.
"Melvin, aku gak nyangka kalau kita akan bertemu lagi di sini."
"Kenapa kamu bisa di sini?"
"Aku punya tempat tinggal di apartemen ini. Di lantai 24. Kamu sendiri?"
"Bukan urusan kamu."
Melvin masuk ke dalam lift dan Icha pun demikian, di dalam lift itu tak ada pembicaraan di antara keduanya hingga akhirnya tangan Icha menyentuh tangan Melvin.
"Tolong lepaskan."
"Apakah kamu gak memercayaiku, Vin? Aku sudah mengatakan yang sejujurnya padamu."