Kinara Wirasti seorang wanita berusia 55 tahun, bertemu dengan kekasihnya di masa lalu yang bernama Anggara Tirta pria seumuran dengannya. Ternyata Anggara adalah mertua dari anaknya. Bagaimana kisah cinta mereka? Akankah bersatu di usia senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Anak Muda
Akhirnya Anggara bisa bernapas lega, setelah Niko dan istrinya pergi dari rumah Kinara. Ia keluar dari kamar kekasihnya itu.
"Mas, mereka curiga dengan mobilmu." Kinara menatap Anggara.
"Besok aku beli mobil baru, biar mereka tidak mengenalinya lagi." Anggara berkata seakan anak-anaknya masih kecil dan mudah dibohongi.
Kinara kemudian bersiap-siap untuk berangkat berkencan, ia menggunakan gaun berwarna merah tua kesukaannya. Tak lupa polesan make-up menghiasi wajah cantiknya, walaupun sudah mulai keriput kulitnya Kinara terlihat awet muda.
"Sayang, kamu cantik sekali." Anggara terpana akan kecantikan Kinara, ia menatap dari atas sampai bawah.
"Apaan kamu, Mas." Kinara tersipu malu.
Dari dulu Anggara tidak pernah berubah, selalu memuji kecantikan Kinara. Mereka berdua kemudian berangkat menuju kebun teh, sesuai dengan yang dijanjikan oleh Anggara.
Di kebun yang sangat luas, hijau, dan begitu indah. Mereka berdua memanjakan mata, menikmati alam yang udaranya sangat segar.
"Awas licin, Sayang." Anggara mengulurkan tangan ketika melewati jalan yang sedikit naik, dan licin.
"Sepertinya aku tidak kuat berjalan sampai puncak, Mas." Napas Kinara tersengal.
"Aku masih kuat menggendong mu," ucap Anggara.
Anggara tidak main-main dengan ucapannya, ia menyodorkan punggungnya agar Kinara naik ke atasnya. Ia berusaha menahan beban berat tubuh Kinara, berjalan dengan kaki bergetar.
Jantung Kinara berdetak kencang, ada sedikit rasa takut menyelimutinya.
"Mas, boleh aku memelukmu. Aku takut," ungkap Kinara.
"Tentu saja, Sayang." Anggara tersenyum sambil menahan beban.
Kinara mengalunkan kedua tangannya ke pundak Anggara, sehingga membuat tubuhnya menempel di punggung Anggara.
Kebetulan mereka di kebun teh tidak sendiri, ada beberapa pasang anak muda yang memperhatikan mereka sambil tersenyum.
"Mas, turunkan aku," pinta Kinara.
"Sebentar lagi sampai, Nara." Bukannya menurunkan, Anggara justru mempercepat langkah kakinya menuju ke atas.
Mereka berhenti di depan sebuah kedai yang berada di atas bukit. Pemandangan dari kedai itu sangat indah, terlihat bukit-bukit kecil yang berwarna hijau subur.
Sambil menikmati secangkir teh dan gorengan yang mereka pesan dari kedai, Anggara dan Kinara benar-benar merasa menjadi muda lagi.
Anggara duduk di kursi bersebelahan dengan Kinara, tangannya memeluk dari belakang. Keduanya begitu romantis, bak anak muda yang sedang jatuh cinta.
"Kakek, bagi tips dong biar romantis terus," ujar seorang anak muda yang menghampiri mereka.
"Tipsnya gak ada." Anggara menatap tajam anak muda itu.
"Kalau, Nenek?" Anak muda itu kembali bertanya ke Kinara.
"Cintai pasangan kalian." Kinara tersenyum ke arah Anggara.
Setelah anak itu pergi, Anggara menggerutu. Ia merasa kesal ada orang yang menganggu ketenangannya.
"Mas, kita pulang yuk," ajak Kinara merasa malu.
Anggara menolak ajakan Kinara, dan menariknya berjalan ke bukit kecil dekat kedai. Kebetulan di sana ada sebuah gubuk yang bisa digunakan untuk istirahat. Ia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam saku.
"Sayang, bukalah. Aku membelikan liontin ini khusus untukmu dua puluh tahun yang lalu." Anggara memberikan kotak itu.
Kinara menolak pemberian Anggara, ia merasa tidak pantas mendapatkan barang- barang mahal.
"Selalu saja kamu menolak pemberian dariku! Kamu mempermainkan ku, Nara!" Anggara merasa tidak dihargai.
"Bukan begitu, Mas. Aku tidak pantas memakai barang mahal. Tolong mengerti," ucap Kinara menundukkan kepalanya.
"Seandainya aku melamar mu, apa kamu akan mengatakan kalau tidak pantas jadi istriku?" tanya Anggara memegang kedua bahu Kinara yang menghadap ke arahnya.
Kinara terdiam seketika, menjalin hubungan dengan laki-laki yang jelas status ekonominya berbeda sudah banyak menimbulkan masalah di masa mudanya. Kini semua terulang kembali, walaupun orang tuanya sudah memberikan restu tetapi tidak dengan keluarga Anggara.
Mengingat putrinya yang sering dihina oleh mertuanya, membuat Kinara ragu untuk menerima pemberian dari Anggara.
"Mas, aku sangat mencintaimu." Kinara memeluk Anggara dengan erat. Di sisi lain, ia tidak ingin kehilangan kekasihnya lagi. Namun, tidak ingin menerima pemberian dari Anggara.
Anggara membalas pelukan Kinara, bahkan air matanya sampai menetes. Ketulusan yang dimiliki begitu besar.
Tiba-tiba ponsel Anggara berdering, sebuah pesan masuk dari Niko yang mengatakan kalau omanya menunggu di rumahnya.
"Sayang, kita pulang sekarang." Tangan Anggara menggandeng Kinara.
"Ada apa, Mas?" tanya Kinara melihat Anggara seperti tergesa-gesa.
"Ibu menungguku di rumah," jawab Anggara.
Sebenarnya Anggara ingin sekali memperkenalkan Kinara dengan ibunya, karena dulu belum ada kesempatan. Namun, ia yakin Kinara akan menolak. Apalagi ada Niko dan Angel yang sedang mengunjungi omanya. Anggara melajukan mobilnya dengan pelan, agar cepat sampai di rumah Kinara.
"Mas, aku turun di depan saja." Kinara menunjukkan sebuah halte bus.
"Nara, kamu sudah gila! Bisa-bisanya menyuruhku menurunkan di jalan." Anggara melirik Kinara.
"Aku tidak ingin merepotkan mu, Mas. Tidak ada maksud lain." Kinara khawatir Anggara marah.
Setelah sampai di rumah Kinara, Anggara segera pergi ke rumah ibunya. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Kinara.
Sampai di sana, Anggara terkejut. Ibunya memintanya untuk menikah dengan Miranda.
"Bu, ini tidak mungkin!" Anggara menolak keras.
Miranda berpura-pura sedih, ia memeluk oma Salma yang tak lain adalah ibunya Anggara.
"Anggara, apa yang kamu ragukan?" tanya Oma Salma.
"Banyak, Bu. Aku tidak bisa mencintai wanita lain selain Nara." Anggara berusaha mengungkapkan isi hatinya.
Oma Salma adalah seorang ibu yang sangat bijak. Beliau tidak memaksa anaknya, justru meminta Miranda untuk mengerti. Menurutnya sebuah ikatan pernikahan tidak bisa dipaksakan, nantinya bisa berakibat fatal.
"Kenapa tidak ada yang mendukungku?" tanya Miranda merasa frustasi.
"Aku sudah menganggap mu seperti adik kandungku sendiri. Jangan ngelunjak!" Anggara memberikan penegasan.
Niko dan Angel hanya bisa menahan rasa malu, mempunyai seorang ibu yang memaksa laki-laki untuk menikahinya. Mereka berdua sudah paham, kalau Miranda hanya menginginkan harta dari keluarga ayahnya. Sebagai rasa terima kasih, Niko berusaha melindungi Anggara dan omanya.
"Seleramu rendah, Anggara. Hanya wanita miskin yang selalu kamu idam-idamkan, memalukan!" cibir Miranda merasa sakit hati karena ditolak secara terang-terangan.
"Wanita miskin lebih terhormat, karena tahu batasan. Tidak seperti kamu." Anggara tidak tinggal diam.
"Siapapun wanita yang berani mendekatimu, akan aku hancurkan!" Miranda memberikan ancaman, lalu keluar dari rumah itu.
Oma Salma, Niko dan Angel hanya bisa saling menatap melihat kelakuan Miranda. Wanita yang selalu melakukan berbagai cara, agar bisa mendapatkan apa yang diinginkan.
"Pah, maafkan sikap ibu yang egois," kata Niko merasa tidak enak.
"Gak papa, Niko. Ibumu memang gila, tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki." Anggara menepuk pundak Niko.
"Anggara, kapan kamu akan mempertemukan ibu dengan kekasihmu?" tanya Oma Salma membuat Anggara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Makin tua, makin jadi🤣
setuju kalian menikah saja
jamgan hiraukan angel
semoga segera dapat donor darah yg cocok dan bisa selamat
ayo semangat kejar kinara🥰
semoga kamu dapat restu anggara.. semangat