NovelToon NovelToon
Benang Merah Penyihir Kolot

Benang Merah Penyihir Kolot

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain / Pembaca Pikiran
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Gaurika Jolie

Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.

Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.

Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecantikan Malena Safira

Hidup sebatang kara di kota metropolitan sangatlah menguras tenaga dan uang. Hidup serba mahal yang harus mencukupi kebutuhan sendiri dengan gaji yang tidak sesuai dengan gaya hidup. Seperti yang tengah dialami oleh Malena Safira di usianya yang masih terbilang muda di angka 25 tahun, dia harus mencukupi kebutuhan hidup serta utang kakeknya yang baru meninggal beberapa tahun lalu. Sehingga dia harus menahan hawa napsu belanja yang terus bergejolak.

Raut wajah lelah itu terlihat jelas ketika dia berada di pinggir sungai yang biasa digunakan banyak orang untuk jalan-jalan sore. Matanya terus memandang wajah orang satu persatu yang terlihat tanpa beban. Dalam hatinya menggerutu betapa kejam dunia kepadanya.

“Kok bisa, ya, mereka tertawa lepas seperti itu?” Safira keheranan melihat orang-orang yang lewat tanpa beban bersama seseorang di sampingnya. “Sementara aku?”

Tawa mengenaskan itu membuat orang yang melihatnya bergidik ngeri. Bagaimana tidak, wanita sendirian di pinggir sungai dengan baju basah berlumuran cairan merah bak darah tertawa sendiri layaknya psikopat yang habis membunuh orang terang-terangan.

"Hari yang melelahkan," gumamnya memasukkan kedua tangan di saku celananya menatap lurus ke depan.

Pria dengan wajah menahan marah itu datang menghampiri Safira yang langsung memukul kepala belakangnya sampai sang empu terkejut setengah mati. Wanita berambut acak-adul itu berteriak di depan pelaku sambil memegang kepalanya. "Argh! Yang benar aja!"

“Hey, pecundang! Beraninya kabur nggak mau tanggung jawab!” sentak pria itu meninggikan suaranya sampai mengundang perhatian banyak orang.

Tidak ada kesempatan kabur. Untungnya, Safira masih ada sisa tenaga. Perlahan langkah kakinya berjalan mundur. Namun, pria matang itu menyadari rencananya sehingga dia cepat menggagalkan aksinya. “Nggak usah lari-lari lagi. Sekarang, kamu ganti rugi kostum badut yang kamu sewa itu rusak!”

Safira memberontak. “Bukan aku pelakunya! Aku juga korban dari penonton yang usil. Bukan cuma kostum badut kamu yang rusak, bajuku juga!”

“Itu udah jadi tanggung jawab si penyewa! Salah siapa diam aja jadi sasaran mainan anak-anak? Kamu bisa kabur demi kostum yang kamu sewa!” lempar pria itu yang buat Safira diam seribu bahasa.

‘Wanita secantik dia menghadapi kerasnya hidup. Mumpung ada kesempatan, aku harus menikmatinya pasti sangat memuaskan,’ batin pria itu yang mendadak amarahnya hilang berganti dengan tatapan nakal.

Padahal dia hendak protes, namun tubuhnya meremang ketika dia mendengar batin pria itu yang membahayakan dirinya. Alarm bahaya mulai menyala, Safira hanya bisa memberontak menarik tangannya yang digenggam erat oleh pria itu. “Lepas!”

Beberapa kali Safira memaksa menarik tangannya sebab dia terus mendengar rencana pria itu yang ingin menikmati tubuhnya yang ditukar dengan kostum itu. “Nggak bisa kamu dapetin tubuh indahku yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan kostum butut itu!” gerutunya lalu melempar tatapan tajam.

Mata pria itu melotot setelah tertangkap basah memiliki rencana busuk. Pria itu bertanya-tanya siapa wanita di depannya?

“Ka--kamu bisa dengar apa yang aku batin kan tadi?”

“Nggak cuma tadi, sejak pertemuan awal pikiran kamu memang kotor!” Safira mengusap pergelangan tangannya yang memerah itu.

“Nggak salah dong, kamu memang terlihat menggoda,” bela pria hidung belang itu yang terus meliriknya penuh napsu. "Untungnya kamu paham maksudku. Jadi, nggak ada pemaksaan."

Safira melihatnya jijik, pandangannya jika mereka benar melakukan itu. Dilihat dari badannya yang buncit serta bibirnya berwarna hitam, tebak aroma tubuh dan pusakanya seperti apa? Secepatnya Safira membuyarkan pandangan itu. Dia langsung membuang wajahnya melihat hal menarik di lain arah.

“Otak kamu tuh yang mesum! Aku memang cantik dan menggoda, tapi bukan untuk kamu!” cetusnya sedatar mungkin.

“Jadi, nggak ada paksaan kalau aku perkosa kamu sekarang!” Pria itu hendak memegangnya lagi, tetapi Safira langsung sadar dan menghindar.

“Persetan! Jaga ucapan kamu! Aku miskin bukan berarti bisa seenaknya direndahkan!” bentak Safira kemudian dia berlari lagi.

Pria itu mengejar secepat mungkin seiring nafsunya yang terus bergejolak. Napsu seorang pria yang menggebu-gebu memudahkannya mewujudkan apa yang dia mau saat itu juga. Sementara peforma Safira mulai menurun sebab seharian dia bekerja panas-panasan belum makan juga.

Kakinya melemas yang langsung jatuh begitu saja. Dia meringis kesakitan melihat arah belakang yang mendadak di depan wajahnya berhadapan dengan kaki pemilik kostum badut. Safira gemetar ketakutan, sementara pria itu tertawa puas.

“Bagaimana rasanya bibir mungil kamu itu?” goda pria itu yang melihat Safira berada di bawahnya.

Perlahan tangannya berjalan mundur menghindari pria mesum itu. Tenggorokannya terasa menyempit ketika dia ingin berteriak. ‘Minta tolong, Fir! Bukan diam begini!’

Saat pria itu ingin menggeret kaki Safira, seseorang lebih dulu mendorong pria itu sampai terkapar di tanah. Safira memalingkan wajah melihat pelakunya, ternyata orang yang dia kenal. Terdengar decak kesal sehingga penolongnya ikut berdecak.

"Kenapa nggak suka ditolong sama aku?”

Safira memutar kedua bola matanya. Dia enggan berbicara banyak bersama wanita berpakaian seksi itu. Safira memilih menyelesaikan masalahnya. “Berapa ganti rugi yang harus aku bayar?”

“Sejuta!”

Mulut Safira melongo, tidak percaya kerugian yang dia tanggung sangat kecil, tetapi tidak sanggup dia bayar. “Barang lusuh kayak gitu kamu hargai sejuta? Uang segitu udah bisa buat beli kostum badut yang ada AC-nya!”

“Mana ada AC sejutaan,” sahut wanita setengah baya itu seraya melipat tangan di dada.

Safira berteriak. “Di toko oren cuma ratusan ribu. Pokoknya aku nggak mau ganti rugi!”

Pria yang tengah melirik wanita di sampingnya itu saling kembali fokus ke arahnya. Safira benar-benar harus menyelesaikan semuanya sekarang ini.

“Kalau gitu biar kita selesaikan di kantor polisi!” putus pria itu menyetujui apa yang dimau oleh Safira.

Secepatnya Safira menggeleng. “Nggak bisa dong! Kenapa langsung kantor polisi sementara bisa diselesaikan baik-baik. Toh, aku nggak sepenuhnya salah. Seharusnya kostum kamu ada asuransi kalau harga sejuta!”

Nada tinggi itu buat pria pemilik kostum kembali marah. “Terus siapa yang salah, aku?”

Telinga kenalan Safira panas mendengar mereka adu argumen. Dia mengeluarkan kartu nama dan menyodorkan ke arah pria itu. “Ambil ini. Biar aku yang bayar. Datang ke situ nanti aku kasih bonus. Jangan ganggu dia lagi!”

Lantas pria itu langsung mengambil secepat kilat. Dia menjilat bibir atasnya seolah menangkap maksud wanita itu. “Aku mendengar nama diskotik ini. Pastikan aku dapatkan sesuai riview yang aku dengar.”

“Soal itu jangan dikhawatirkan,” balas wanita bertangtop hitam itu dengan kedipan mata.

Setelah kepergiannya, Safira melihat pemilik diskotik dengan tatapan sengit.

"Nggak usah bujuk aku gabung di tempat kotor kamu bisa nggak sih?”

“Ladang uang maksud kamu? Tempat kotor yang kamu maksud itu penghasil uang buat bayar ganti rugi kamu itu. Mau tubuh kamu yang berharga seharga kostum itu, hah?” gerundelnya seakan kerja kerasnya selama ini dicaci maki.

Safira benar-benar kelelahan. Perutnya bergemuruh sehingga dia tidak mau banyak berdebat lagi. “Terserah katamu! Aku mau hemat energi untuk pulang.”

Dirasa kebaikannya tidak dianggap. Pemilik diskotik itu menjadi kesal. “Hey, gitu doang?”

Akhirnya, wanita itu menyusul Safira mengambil peluang emas untuk memanfaatkan daya tariknya untuk kemajuan tempat usahanya. “Tawaranku waktu itu gimana?”

“Udah aku bilang, sampai kapanpun aku nggak mau jadi pelacur kamu!”

“Uangnya banyak. Khusus kamu sebulan bisa aku kasih dua digit daripada kerja di bank. Mau gitu-gitu terus?” tanya wanita itu yang menoleh melihat kecantikannya yang tertutup penampilan acak-acakan itu.

Safira mengembuskan napas berat. Dia menguncir rambutnya dan berkata, “Buat apa cantik kalau sial? Aku rasa kehidupan sebelumnya banyak melakukan kesalahan deh. Sekarang aku harus menanggung hukuman.”

Muncikari itu tertawa menanggapinya. “Kerja sama aku nggak berat. Kamu cuma rebahan aja nanti paginya terima uang beres.”

“Rebahan sambil mendesah gitu? Iya kalau sama suami. Posisinya kan jadi wanita penghibur harus mendominasi permainan, kan?” Kedua bola matanya berputar segitu berartinya kah dirinya bagi pemilik diskotik?

“Loh, kamu udah tau tugasnya? Kenapa ragu jalaninnya?”

"Siapa yang ragu?" Safira benar-benar muak. Dia mengusap perutnya karena cacing-cacing peliharaannya terus memberontak. “Belikan aku makanan!”

“Acc!”

Mereka berjalan menuju tempat makan pinggir jalan. Namun, wanita itu berjalan lagi sehingga Safira hanya mengikuti dari belakang. Ternyata dia dibawa masuk ke restoran pinggir jalan yang harga makanannya bisa untuk dua hari makan.

Safira masuk ke dalam dengan meneguk saliva. Dia mendekat berbisik ke arahnya. “Ini masuk ke utang  itu nggak?”

“Enggak kok, santai aja. Pilih makanan yang kamu suka!”

Setelah disuruh seperti itu, Safira tanpa banyak berpikir langsung mengambil nasi sebanyak-banyaknya serta mengambil lauk tanpa malu-malu. “Pokoknya aku harus makan yang banyak biar di rumah nggak kelaparan!" gumamnya disela menyiduk nasi beberapa centong.

Muncikari itu hanya geleng-geleng kepala memaklumi anak kosan yang makan saja kesulitan. Sementara Safira masih sibuk memenuhi piring nasinya.

Dirasa tidak ada sekat yang kosong, Safira langsung menyusul pemilik diskotik yang lagi ada di kasir. Dia sempat merasa tidak enak, apa boleh buat demi perut dia harus membuang urat malunya.

“Mam, hehe....”

Wanita itu balik badan melihat tumpukan yang hampir menutupi piring. Dia ikut tertawa. “Nggak papa, Safira, yang penting habis.”

Safira mengangguk. “Pasti habis dong.”

Setelah membayar, mereka bersama-sama menuju ke tempat duduk yang ada di luar untuk menikmati pemandangan rel kereta api dari jauh. Makanan pun sudah ada di depan mereka. Safira langsung eksekusi satu persatu.

Dirasa jadi pusat perhatian, wanita itu baru sadar dan melihat Safira. “Seharusnya kita beli baju dulu, Fir. Kamu nggak malu dilihatin orang pakai baju bercak darah itu?"

Yang jadi pusat perhatian hanya mengedikkan bahu. Dia fokus makan seraya melihat pemandangan di depannya. "Ini tuh kena pewarna makanan."

“Benar, hanya aku yang malu. Kalau gitu biar aku yang belikan!”

Dengan wajah cuek, Safira berkata tanpa memalingkan pandangan. “Apa aku sumber uang di mata kamu?”

“Begitu penilaian kamu ke aku yang udah bantu kamu?” sindir wanita itu ikut melihat ke depan.

Wanita berkuncir kuda itu menunduk menyendokkan makanan yang dia suka. “Mami, entah kenapa kita bisa bertemu, yang jelas, kita cukup kenal aja. Jangan sampai ada kerja sama di antara kita.”

“Aku nggak maksa sama sekali, Fir. Apa salahnya bantu orang susah—maksudnya orang kesusahan.” Buru-buru wanita itu melarat ucapan agar tidak salah paham.

“Sampai kapanpun aku nggak mau menukar perawananku hanya karena uang! Suatu saat aku bisa dapat uang banyak kalau berhasil mempertahankan mahkotaku untuk suamiku!”

“Memang bisa?”

“Bisa dong dapat suami kaya, pasti dia tambah cinta kalau aku masih perawan,” jawab Safira diiringi tawa kecil.

“Mana bisa orang miskin kayak kamu dapat suami kaya raya?”

Wanita itu terus saja meremehkan Safira, padahal dia tahu aura yang dimiliki Safira benar-benar langka dan bisa buat siapa saja menyukainya.

“Lihat aku, Mami! Orang tuaku pasti bibit unggul semua hasilnya jadi begini. Benih mereka udah tumbuh dewasa secantik ini!” ucap Safira menggebu.

“Orang tua kamu udah jadi ubi.”

Singkat, padat, buat Safira terdiam seribu bahasa. Wanita itu langsung sadar ucapannya benar-benar menusuk hati. Dia menoleh mendapati mata Safira yang berkaca-kaca.

“Fir?”

“Pokoknya ini pertemuan kita yang terakhir, Mam!”

1
iyantaritari
meleleh aku bang
iyantaritari
omgg
iyantaritari
tiba tiba banget
iyantaritari
jahat banget mulut mertua
iyantaritari
caranya biar bisa ke sana gimana?
iyantaritari
widih agak laen emang
watix14
kasian juga loh, penyihir butuh bersenang2 juga
watix14
setuju si, tapi untuk rakyat kecil uang memang segalanya
miyantoroo
ada apa denganmu pak penyihir?
cahyaningtyasss
yaampunnn
cahyaningtyasss
tetap aja kamu salah
cahyaningtyasss
sama aku juga mau
miyantoroo
coba dulu
watix14
Rekomendasi novel yang pas untuk dibaca tengah malam buat begadang. Aman dari dosa dan hawa panas. pokoknya kalian harus baca
watix14
keren banget jamu racikan penyihir kolot
watix14
secepat itu?
watix14
sisain setetes aja
watix14
memang aku juga gitu
watix14
samuel si serba bisa
watix14
siapasih safira itu?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!