Sinopsis:
Cerita ini hanyalah sebuah cerita ringan, minim akan konflik. Mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari Bulbul. Gadis kecil berusia 4 tahun yang bernama lengkap Bulan Aneksa Anindira. Gadis ceria dengan segala tingkahnya yang selalu menggemaskan dan bisa membuat orang di sekitar geleng-geleng kepala akibat tingkahnya. Bulbul adalah anak kesayangan kedua orangtua dan juga Abangnya yang bernama Kenzo. Di kisah ini tidak hanya kisah seorang Bulbul saja, tentunya akan ada sepenggal-sepenggal kisah dari Kenzo yang ikut serta dalam cerita ini.
Walaupun hanya sebuah kisah ringan, di dominan dengan kisah akan tawa kebahagian di dalamnya. Akan tetapi, itu hanya awal, tetapi akhir? Belum tentu di akhir akan ada canda tawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuliani fadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18 Kenzo emang freek parah
"Yah, si doi dah pergi!" gumam Gibran sembari menatap kepergian kucing itu.
"Dah, ikhlasin aje, lagian cuman gorengan atu doang! Jangan malu-maluin lu. Lu, kan katanya sultan!" satria menepuk-nepuk pundak Kenzo.
Sementara Kenzo mendelik tajam kearah Satria. "Iye sultan. Bapak gue yang sultan, guenya gembel!" sinis Kenzo.
Kenzo menghempaskan bokongnya kembali, niatnya ingin pergi keluar sebentar, diurungkannya.
"Lu kenapa dah?!" Gibran kali ini menggeplak pundak Kenzo, cowok itu terlihat diam seperti tengah memikirkan sesuatu.
"Udahlah, cuma gorengan atu doang. Gak perlu digalauin!" Satria ikut menimpali.
"Apa sih anjir, gue bukan mikirin gorengan!"
"Yeh, terus apaan, utang? Atau si Alien?" tanya Gibran.
Refleks Satria terulur menggepkal kepala Gibran. "Zeline goblog, lu pikir makhluk luar angkasa."
Gibran mendengkus, "Ya, itu, maksud gue!"
"Lu suka ye sama si Zeline?" tanya Satria menaik turunkan kedua alisnya.
"Apaan dah, gua kagak mikirin tuh cewek!" sewot Kenzo menyeruput minuman marimasnya.
"Ya, terus?!"
"Kagak, gue cuma mikiri kucing!" jawab Kenzo, terlihat kening cowok itu berlipat.
"Apaan dah, lu, gak ada kerjaan bener lu mikirin kucing!" ujar Gibran. Menatap malas Kenzo.
Kenzo berdecak, "Ck! Gak gituh Malih, Gue tiba-tiba penasaran cara kucing gitu-gitunya kek gimana ye?" tanya Kenzo matanya terlihat menyipit.
"Gue kagak pernah liat. Kalo ayam gue udah kagak asing lagi kek gimana mereka buat telur," sambung Kenzo, kembali meneguk minuman marimasnya.
"Iye sih, kalo domba juga gue pernah liat tuh!" ujar Satria ikut menimpali. Tangan cowok itu diletakan di dagu seperti tengah berpikir.
"Bahkan itik sama bebek ekhem-ekheman gue pernah liat. Cuman atu doang, kucing kek gimana, ye?" kini Gibran pun ikut berujar menerawang memikirkan apa yang tengah dibahas.
"Tiba-tiba kucing tetangga gue aje pulang-pulang udah bunting, kek lonte aje," ucap Kenzo kembali.
"Sumpah dah gue penasran, dimana mereka esek-esekan!" lagi-lagi Kenzo berkata.
"Kok, tiba-tiba gue juga kepikiran, ye!" sahut Gibran.
Ketiganya akhirnya hanya menghabiskan sisa waktu istirahatnya hanya dengan memikirkan semua yang dikatakan Kenzo tentang, bagaimana cara kucing berhubungan badan.
••
Kenzo dengan santai melajukan motor vespanya keluar melewati gerbang sekolah, yang kini sudah terbuka lebar, dikarenakan waktu pulang sudah tiba.
Matanya menatap sesosok makhluk, yakni seorang Zeline yang tengah berdiri tak jauh dari gerbang.
Kenzo memundurkan kembali motor yang ia kendarai. Padahal jaraknya sudah beberapa meter dari Zeline yang berdiri di gerbang sekarang. Lalu Kenzo memberhentikan motornya tepat di hadapan Zeline.
Tinnn!
Kenzo dengan sengaja menekan klaksonnya dengan lama.
"APAAN SIH, LO! BERISIK!" sewot Zeline menatap kesal Kenzo.
Kenzo membuka terlebih dahulu helm yang berada di kepalanya. Setelahnya cowok itu menampilkan deretan giginya sambil menyisir rambutnya kebelakang menggunakan sela-sela jarinya.
"Gak usah cengar-cengir gituh! Gigi lo ada cabenya noh!" tegur Zeline sambil menoker kaki Kenzo.
Seketika Kenzo mendekatkan kepalanya pada kaca spion motor yang kini tengah didudukinya dan menampilkan deretan giginya untuk melihat apakah benar yang dikatakan Zeline. "Mana anjir, kegek ede?!" ujar Kenzo masih menyengirkan bibirnya.
Zeline mendengkus, dan mengerlingkan bola matanya malas. "Dahlah! Lo ngapain ke sini?!"
Kenzo membenarkan posisinya kembali. "Aelah! Terserah gue dong! Lu ngapain masih berdiri disini, bukannya sonoh pulang!" ucap Kenzo menatap Zeline dengan memincingkan matanya.
"Suka-suka gue dong, kaki-kaki gue!" ketusnya.
Kenzo merotasikan bola matanya. "Lu berdiri kek ginih, jatohnya kek musafir. Bawa kantong gede kek gini---" Kenzo sembari menarik belakang tas itu, sampai-sampai tubuh Zeline sedikit terjungkal kebelakang, "Tas jinjing kek gini, fiks lo musafir!"
"Apaan sih lo! Malah ngehina gue, sana pergi lo!" Zeline mendelik, melayangkan tas yang dijinjingnya sampai mengenai tangan Kenzo.
"Iye, ini gue mau pergi!" ujar Kenzo sembali menyalakan mesin motornya.
Kenzo memakai helmnya kembali. "Niat awal gue kesini, tadinya gue mau nawarin tumpangan. Tapi karena lu nyuruh gue pergi, yaudah." Kenzo kembali menyalakan mesin motornya.
Zeline seketika melilik jam dipergelangan tangannya. "Wait, wait, wait!" ujar Zeline menarik tas yang Kenzo pakai, guna memberhentikan kembali motor itu yang akan melaju.
"Lo mau anterin gue, kan?" tanya Zeline, "Yaudah, ayok," sambungnya, lalu mendudukan bokongnya pada moncengan motor Kenzo. Persetanan dah dengan gengsinya.
Kenzo mendengkus, mengalihkan pandangannya kesamping, menatap Zeline dengan lirikan matanya. "Katanya ogah, lu!"
"Gue gak bilang ogah yah. Cepet deh, lo niat ngasih gue tumpangan gak, sih!" ujar Zeline kesal.
Kenzo mendelikan matanya. "Iye-iye!" sahutnya dan menyalakan kembali mesin motor lalu melaju dijalan raya bersama pengendara lain.
••
"Ngapain, kesini Jamal!" celetuk Zeline setelah sadar Kenzo menghentikan motornya didepan gerbang TK Pelita Hati. Sambil menoyor kepala cowok itu yang terhalang oleh helm.
"Diem lu!" sahut Kenzo turun dari motornya setelah membuka helmnya.
Zeline menghela napasnya kasar, bisa-bisanya ia ketemu dengan makhluk modelan seperti Kenzo.
Zeline menunggu Kenzo yang sudah memasuki gerbang di dekat motor vespa itu.
"BUL?!" teriak Kenzo memanggil Bulbul yang tengah duduk sendiri di kursi panjang didepan kelasnya.
Kenzo berjalan mendekati Bulbul. "Yok, pulang." Kenzo menuntun tangan Bulbul.
"Ental Abang!" sahut Bulbul, menghentikan langkah keduanya.
Kenzo menyernyit, "Kenapa, dah!"
Bulbul menyipitkan matanya, dengan kening yang terlihat berlipat. "Bulbul, atit pelut, Bulbul pen eek!" ujarnya menghentak-hentakan kakinya.
Kenzo menggaruk kepalanya yang gatal. "Entar aja Bul, dirumah aja eeknya."
"Tapi, Bulbul pen eek cekalang Abang!"
"Di rumah aja napa Bul, Abang gak mau cebokin kamu!" ujarnya bergidik jijik.
"Abang, Bulbul pen eek cekalang!" pintanya sembari meremas perutnya, taklupa bibirnya mencebik, dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Kenzo kembali menggaruk kepalanya yang sekarang tidak gatal. Dan berdecak kesal. "Ck! Yaudah sonoh ke toilet."
Keduanya berjalan menuju toilet, Kenzo mengantarkan Bulbul. Dan menyuruh gadis itu untuk segerah masuk.
Kenzo menyandarkan tubuhnya pada dinding samping pintu toilet itu, menunggu Bulbul selesai dengan panggilan alamnya.
"BUL! UDAH BELUM?!" tanya Kenzo dengan berteriak.
"BELUM!"
"CEPET BUL, LAMA BENER, DAH!"
Zeline yang menunggu di depan gerbang sana cukup lama. Akhirnya ia memilih menyusul Kenzo ke dalam TK itu.
"Ck! Kemana sih tuh anak!" monolognya sembari mencari-cari keberadaan Kenzo.
"BUL--" teriakan Kenzo terpotong oleh Zeline, yang sekarang berada tak jauh dari dirinya berdiri..
"Heh! Lo ngapain sih, malah leha-leha disini. Lo nungguin siapa!" sewot Zeline menatap sinis Kenzo.
"Tuyul!"
"ABANG! UDAH!" teriak Bulbuk dari dalam sana.
"Anjir, tuyul beneran?" tanya Zeline tersentak kaget.
Kenzo mendengkus, "Iye!" jawabnya, dan menyerahkan tas milik Bulbul pada Zeline.
"Eh--eh. Mau kemana lo!" Zeline menghentikan Kenzo yang akan memasuki toilet itu.
Kenzo berdecak kesal, "Ck! Gue mau cebokin noh tuyul! Atau lu yang mau cebokin?!"
"Serius lo, ada tuyul beneran?!"
"Iye!" akhirnya, Kenzo pun melangkah masuk ke dalam toilet itu.
Setelah beberapa menit Kenzo berada didalam sana, akhirnya Kenzo beserta Bulbul yang sudah mengenakan roknya kembali keluar.
Zeline menyernyitkan keningnya. "Sapa?" tanya Zeline menggendikan dagunya kearah Kenzo.
"Gue bilang, tuyul!" sahutnya.
Zeline meledek ucapan Kenzo dengan memonyongkan bibirnya sambil berkata pelan. "Serius! Lo nyulik anak orang, yah?" tuduh Zeline memincingkan matanya curiga.
"Solimi lu!" sewok Kenzo kembali metebut tas Bulbul dari Zeline.
"Anak lu pasti!"
"Ngadi-ngadi lu! Ni tuyul Adek gue! Kagak liat muka ni tuyul mirip ama gue!" ujar Kenzo menempelkan pipinya dengan pipi Bulbul.
Zeline terlihat meneliti wajah keduanya. "Kagak, muka lu jelek, muka dia imut!" sahut Zeline.
Kemudian Zeline berjongkok, untuk mengsejajarkan tinggi badannya dengan tinggi badan Bulbul.
"Hai, namanya siapa?" tanya Zeline sembari mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.
Bulbul menatap terlebih dahulu Zeline dengan mulut yang tengah mengemut sebuah permen kaki, yang entah dia dapat darimana.
"Bulan, alang-olang biaca pangil Bulbul," jawabnya menerima uluran tangan Zeline. Sembari menampilkan deretan giginya.
"Gemoy banget deh!" ujar Zeline. Lalu cewek itu beralih menatap Kenzo. "Gak kaya lo ngeselin!"
••
Kenzo terlebih dahulu mengantarkan Zeline pulang. Ia mengikuti arah yang ditunjukan oleh Zeline, untuk menuju kediamannya.
"Ini?" tanya Kenzo, melihat rumah yang cukup besar dihadapannya.
Zeline turun terlebih dahulu, dan melepaskan helm yang melekat di kepalanya, lalu memberikan helm itu pada Kenzo. "Iya!"
"Bul, mau main gak ke rumah Je, gak?" tanya Zeline menatap Bulbul yang duduk didepan.
Bulbul terlihat tengah berpikir. "Di lumah Je, ada totat endak?"
"Emm--" Zeline meletakan jarinya pada dagunya. "Ada gak yah? Ada dong!"
Matanya berbinar, "Mau! Yuk, Bulbul pen totat!" sahutnya dan hendak turun dari motor Kenzo.
Namun, Kenzo segera menahan Bulbul yang hendak turun. "Ett! Kagak bisa, nanti kalo kelamaan, Mama nyariin, nanti Abang yang dimarahin!"
Bulbul mengerucut bibirnya kesal.
"Wah, wah. Anak kesayangan baru dateng!" ujar seseorang tiba-tiba datang, sambil menyandarkan tubuhnya pada pagar hitam rumah itu dengan tangan bersedekap dada.
Zeline merotasikan bola matanya jengah, menatap siapa yang tiba-tiba berbicara.
"Papah, nyuruh lo buat jemput gue. Kemana aja lo?" tanya Zeline mengabaikan ucapan Fika tadi.
"Ups, gue lupa tuh. Lo, kan udah besar, bisalah pulang sendiri, lagian sekolah lo sama sekolah gue jauh!" sahut Fika pandangannya kini menatap pada Kenzo.
Zeline tidak menyahuti lagi, ia malas jika harus berurusan dengan Fika.
"Widih, bawa cowok cakep, lo!" Fika berjalan mendekati keduanya, eh--ketiganya ditambah Bulbul.
"Selera lo rendah banget, mau-maunya sama nih cewek jelek!" ucap Fika melirik sinis Zeline.
Kenzo mengangkat sebelah alisnya, menatap cewek dihadapannya itu. "Iya sih banyak yang bilang gue cakep, bahkan penjaga sekolah juga. Tapi, gue liat-liat muka lu kek gini, emm---" Kenzo meletakan jari terunjuknya dibawah bibirnya meneliti wajah Fika. "Cakep--eh, kagak sih, lebih cakepan Nenek gue, dah---"
"Apaan sih, lo! Cakep si tapi gaje banget deh!" ujar Fika memenggal ucapan Kenzo.
"Yeh, bodo amat gue gaje. Ada mendingnya gue cakep! Lah, elo, jauh dari kata cakep, apalagi etittude lu. Gue saranian aje ye, benerin dulu dah, etittude lu, muka mah bisa belakangan. Inget tu saran gue, yeh!"
Fika menatap sinis Kenzo, cewek itu hendak kembali menyahuti. Namun, kenzo terlebih dahulu melarangnya.
"Weh, weh. Dah, lu diem. Mangap dikit aja gue jejelin sepatu tuh, mulut!"
"Udahlah, Zo, mending lo pulang sana!" perintah Zeline yang sedari tadi hanya diam, sembari menghela napasnya kasar.
"Dadah, Bul!" lanju Zeline melambaikan tangannya pada Bulbul yang akan segera pergi bersama Kenzo.
••