Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tindakan Angkasa
Rosa reflek langsung berlari. Dia panik karena tahu itu pasti kakak kelas.
“Kak, maaf,” Rosa menunduk.
Dia melihat kaki di depannya berputar ke arahnya. Salah seorang dari kakak kelas yang sedang bermain itu berlari mengambil bola yang menggelinding setelah mengenai cowok di hadapan Rosa. Memberikan bola basket itu kepada adik kelasnya yang masih berdiri disana.
Rosa mengangkat wajahnya. Dia kaget karena ternyata cowok yang berdiri di depannya adalah kakak kelas yang dilihatnya saat hari pertama masuk sekolah.
Kak Angkasa, Bella memperkenalkan cowok ini saat itu.
“Gak apa-apa,” katanya dengan senyum.
Tapi Rosa tidak mendapatkan kesan baik dari senyumnya itu.
“Nih, ambil,” katanya lagi sambil menyerahkan bola ke tangan Rosa.
“Main yang bener dong,” kata teman Kak Angkasa itu, Rosa tidak tahu siapa namanya.
“Iya, Kak, maaf,” katanya dengan tulus.
Kedua cowok di hadapannya mengangguk.
“Cepet sana ditungguin Pak Dadi,” kata Angkasa lagi. Kali ini suaranya terdengar sungguh-sungguh.
Rosa berbalik setelah sekali lagi menganggukan kepalanya. Dia menyesali dirinya yang tidak bisa menembakan dengan benar.
“Maaf, Pak,” kata Rosa setelah membawa bola itu kembali ke hadapan Pak Dadi.
“Itu gak bisa dihitung nilainya, Rosa,” kata Pak Dadi. Rosa melihat tangan guru itu membuat tanda silang di bukunya. “Coba sekali lagi. Pakai tenaga yang bener. Posisi yang benar, Rosa.”
Rosa benar, pikirannya benar. Seharusnya tadi dia kabur saja. Dalam percobaan ketiga bola itu masih saja terbang jauh dari ring.
Pak Dadi menyerah.
Beliau menyuruh Rosa kembali dan memanggil murid selanjutnya. Kepalanya menggeleng. Rosa tidak tertolong di basket. Tapi Pak Dadi tidak akan menyerah begitu saja. Masih banyak pelaran yang lain, pikirnya.
Rosa mendapat tepukan di punggungnya. Bella tersenyum geli, temannya itu ternyata hanya pintar di dalam kelas. Di luar itu, Rosa parah.
Zihan yang tertawa menonton Rosa mendapat lirikan dari Pak Dadi, “Jangan ngobrol,” katanya tegas. Zihan langsung membungkam mulutnya.
Kepala Rosa berbalik, melihat ke arah dimana Angkasa dan temannya tadi sedang berdiri, tapi dia tidak menemukan keduanya disana. Meskipun tadi sudah meminta maaf, Rosa masih merasa bersalah.
-o0o-
[Rama: Aku ke kebun dulu, ya, tunggu aja di depan,]
Rosa membaca sebaris chat dari Rama. Dia membacanya tanpa membuka aplikasi. Karena hanya satu itu saja chat yang masuk ke nomornya. Dia tidak terlalu sering berinteraksi dengan siapapun. Bahkan dalam beberapa hari terakhir Rosa hanya menelepon Uwa untuk bertanya tentang kabar Nenek.
Tangannya kembali memasukan benda pipih itu ke dalam tas. Dia ingin pulang sendiri. Tapi bagaimana ini? Dia benar-benar tak mau bertemu dulu dengan Rama.
Zihan full senyum hari ini. Rosa tidak fokus selama sisa hari itu. Jadi semua kuis bisa dijawab semua olehnya. Artinya nilai tambahan untuk kesempurnan. Zihan menyukai hari ini. Ini hari-hari biasanya sebelum Rosa datang dan merebut kesempurnaannya.
“Duh, pengen es krim,” Bella merengut tanpa semangat. Berdiri sambil menyampirkan tas pink di bahunya.
“Panas pisan ih hari ini. Kalau aku es udah meleleh sih ini,” Najwa mengelap wajahnya dengan tisu kemudian mengeluarkan sunscreen, dia menutup mata kemudian menyemprotkan cairan dari kaleng putih itu.
Selama beberapa hari mengamati teman-temannya mereka akan menyemprotkan sunscreen sebelum keluar dari kelas. Sama sepeti sebelum pelajaran olah raga tadi. Rosa bahkan di paksa Najwa untuk menutup mata sebelum pelajaran panas-panasan tadi.
“Kamu pulang sama Kak Rama lagi, Sa?” tanya Bella.
Rosa mengangguk.
“Kenapa gak sama Bella aja, bukannya kalian berdua searah?” Najwa bertanya sambil memastikan laci mejanya sudah kosong.
“Enggak lagi, aku kan udah pindah dari komplek itu,” jawab Bella.
“Kenapa?” Najwa penasaran.
Bella mengangkat bahu, “Gak tau, gak jelas juga waktu itu mama ngajak pindah. Katanya rumah yang lama gak ada kolam renangnya. Tapi rumah sekarang juga gak ada kolam renangnya kok.” Jawabnya sambil mengingat-ingat. Jelas sekali dulu mamanya bilang begitu.
Tapi Bella adalah anak yang tidak terlalu ambil pusing. Dia hanya akan ikuti arahan mamanya. Kalau menurutnya sendiri oke dia akan mengikutinya.
Najwa mengangguk. Berdiri memakai tas hitamnya, kemudian berjalan ke depan kelas. “Yuk, kita beli ek krim,” ajaknya.
Kepala Bella mengangguk setuju, “Hayu banget,” katanya bersemangat.
Rosa mengikuti keduanya. Dia juga sudah sangat kepanasan sejak di lapangan tadi. Meskipun tadi jam istirahat kedua sudah meminum es lemon tapi semakin sore rasanya semakin panas.
Ada sebuah gerai es krim yang terkenal ada dimana-mana di dekat SMA Negeri Bandung Raya. Ketiga gadis itu sedang berjalan kesana saat tiba-tiba sebuah moge hitam berhenti beberapa langkah di depan mereka. Ketiganya berhenti saat cowok pengendara moge itu membuka kaca helmetnya.
Angkasa Samudra disana menatap pada Rosa.
Rosa langsung tahu ini karena insiden bola basket tadi. Dia melangkah mendekati Angkasa.
“Lo masih merasa bersalah sama gue?” tanya Angkasa.
Baru kali ini dia mendengar kata lo-gue. Jadi dia mengerjapkan matanya sambil menatap mata hitam tajam dengan bulu mata lentik milik Angkasa. “Em, iya Kak. Aku mau tanggung jawab, tadi seragam Kak Angkasa kotor,” jawab Rosa kemudian.
“Gampang itu bisa dicuci,” jawab Angkasa.
Rosa menunggu Angkasa bicara lagi. Dia mengigit bibirnya.
“Traktir gue aja. Ganti sakitnya,” lanjut Angkasa dengan senyum lebar. Tapi Rosa masih merasa senyum itu bukan senyum pertemanan.
“Kita mau beli es krim, Kak, mau ikut?” tanya Bella yang berdiri di belakang Rosa. Berusaha menyelamatkan temannya.
Angkasa menimbang, “Gue lagi gak mau es krim. Lagi lapar berat nih,” jawabnya kemudian. “Gimana kalau Lo ikut gue makan aja?” tanyanya. Matanya menatap lurus kepada Rosa yang terlihat tidak nyaman.
Rosa baru akan menjawab ketika sebuah motor matic berhenti di belakang mogenya Angkasa. “Rosa, ayo pulang.” Rama sudah berdiri. Menyerahkan helm kepada Rosa.
Gadis itu menatap Rama, “Aku ada perlu dulu sama Kak Angkasa.” Dia akhirnya menjawab.
Bella dan Najwa saling lirik. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa dengan situasi ini. Ada dua orang kakak kelas yang sedang berebut untuk membawa Rosa.
“Ada apa?” tanya Rama akhirnya. Meminta penjelasan. Mata berbingkainya menatap Rosa dan Angkasa bergantian.
“Tadi jam olah raga gak sengaja kena Kak Angkasa,” jawab Rosa. Saat melihat Rama tadi napasnya mulai sesak.
“Bola basket yang dilempar Rosa kena ke Kak Angkasa, Kak Rama,” Najwa menjelaskan. Suara Rosa telalu kecil untuk sampai ke Rama.
Mata Angkasa masih menatap Rosa. Dia menangkap perubahan ekspresi Rosa. Angkasa kemudian tersenyum kecil. Ada yang menarik dari adik kelasnya itu. Sebenarnya dia sudah penasaran sejak melihat Rosa di kantin waktu itu. Jadi kejadian tadi siang tidak bisa dilewatkannya begitu saja.
“Aku minta maaf, Kak Angkasa, tapi Rosa baru nyampe Bandung berapa hari. Aku gak bisa lepas Rosa sama orang asing,” Rama menatap Angkasa yang masih duduk di motornya.
Angkasa tidak memedulikan Rama, dia kembali menatap Rosa, “Lo mau ikut gue gak?” tanyanya.
Tangan Rosa bergerak gelisah, kemudian mengangguk. Rosa sudah ingin kabur sejak tadi pagi. Mungkin ini jawaban keinginannya. “Aku ikut, Kak,” jawabnya.
“Rosa,” Rama kaget.
Bella dan Najwa saling lirik. Lagi.
Angkasa tersenyum. Senyum kemenangan.
-o0o-