Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 11
Junio bersiul sambil berjalan memasuki rumah. Seharian ini dia sengaja mengasingkan diri setelah semalam bertengkar hebat dengan si ratu rimba. Dan setelah berhasil menenangkan diri, dia ingin melakukan niat mulia dengan cara meminta maaf lebih dulu. Junio tak sekuat itu berjauhan dengan Patricia.
"Di mana Nyonya?" tanya Junio pada pelayan.
"Nyonya sedang istirahat di kamar, Tuan. Beliau baru saja pulang dari berbelanja,"
"Belanja?"
"Iya,"
(Huh, dasar wanita. Sudah tahu sedang bertengkar, eh dia malah sibuk berbelanja. Sia-sia sudah aku menenangkan diri kalau Patricia saja tidak menghiraukanku. Menyebalkan,)
Bibir Junio mengerubuti. Kesal. Dia lalu mengurungkan niat untuk menemui Patricia dan memilih untuk bersemedi di taman.
"Semoga saja dia tahu kalau aku sedang merajuk. Tak disangka aku tak jauh lebih penting dari belanja. Miris sekali,"
Patricia yang mendapat laporan dari pelayan kalau Junio sudah pulang dari melarikan diri, segera keluar mencari keberadaan suaminya tersebut. Dan ketika menemukannya sedang melakukan meditasi di taman, Patricia tak kuasa untuk tida tertawa.
"Haha, kenapa sih aku mau menikah dengan orang aneh seperti dia. Ada saja tingkahnya yang membuat orang sakit perut. Dia yang cemburu, dia yang minggat, dia juga yang menenangkan diri. Apalah Junio ini," ujar Patricia sambil berjalan menghampiri laki-laki yang tengah berpose seperti kera duduk. Begitu sampai, dia langsung mencium pipinya.
Cup
"Sudah sampai mana meditasinya?"
Triinng
Kedua mata Junio langsung terbuka lebar begitu merasakan sengatan hangat di pipinya. Segera dia memeluk Patricia dan membenamkan wajah di perutnya. "Sayang, kenapa kau mengabaikanku? Apa aku tak lebih berharga dari barang-barang belanjaanmu itu?"
"Cemburu lagi?"
"Aku sedang protes. Bukan cemburu,"
"Apa bedanya? Semalam kau mereog karena aku sibuk menonton drama. Lalu sekarang hanya gara-gara aku berbelanja kau melayangkan protes. Apa namanya kalau bukan sedang cemburu?" ejek Patricia sembari mengusap rambut suaminya yang terkadang suka bertingkah kekanakan.
(Manisnya dia saat sedang manja begini. Aku jadi lupa kalau dulu dia adalah seorang psikopat yang sangat kejam)
"Kenapa tidak menelponku? Tahu tidak, aku sampai kelaparan gara-gara kau abaikan," Junio menengadahkan wajah. Dia terpesona. Patricia-nya begitu cantik.
"Lihat apa?"
"Bidadari yang berwujud ratu rimba. Galak, tapi candu."
"Membual, eh?"
"Apa mau ku hamili lagi agar kau tahu kalau aku tidak sedang membual?"
"Sudah bosan hidup?"
"Mana mungkin aku bosan hidup jika pendampingku saja sebegini cantik. Jangan lupakan juga dengan pelayanan ranjangmu yang tiada dua. Kau yang terbaik, sayang."
Ucapan mesum Junio mendapatkan satu geplakan mewah dari tangan Patricia. Setelah itu mereka tertawa bersama. Sambil terus melayangkan bualan mesum, Junio meminta Patricia duduk di pangkuannya. ?ereka bercengkrama hangat membahas masa-masa indah di masa lalu.
"Tak terasa kini si bibit kecambah sudah semakin dewasa. Walau pun dia menuruni keburukanmu, tapi aku sangat bangga memilikinya. Seharian ini aku terus berpikir mungkinkah membiarkan Cio menikah dengan Elil? Aku takut hubungan mereka tak berjalan mulus seperti layaknya kita," ucap Patricia mulai mengungkapkan kerisauan hati. Dia berusaha untuk tetap fokus meski kini tangan Junio sudah meraba kemana-mana.
"Di dunia ini tidak ada yang benar-benar bisa dijalani tanpa ada masalah. Mau itu orang kaya, orang biasa, atau orang rendahan sekali pun, hidup mereka tidak akan pernah bisa berjalan mulus. Pasti akan ada yang namanya kerikil kehidupan. Begitu juga dengan hidup putra kita," sahut Junio setengah mend*sah. Ucapan dan pikirannya sudah tidak sinkron akibat ulah tangannya yang sibuk menjelajah ke mana-mana. Junio rindu candunya.
"Cio sudah terlanjur merusak masa depan Elil. Kita akan menjadi orang tua paling buruk di dunia jika membiarkannya lepas tanggung jawab begitu saja,"
"Bukan melepaskan, tapi lebih ke memberi mereka waktu untuk saling mengenal lebih dekat. Dan juga apakah kau sudah siap memiliki menantu yang tingkat kepolosannya tak pernah kita jumpai pada orang lain? Kalau aku sih tidak siap. Jantungku terlalu sehat untuk menghadapi tekanan dari Elil. Aku masih ingin hidup panjang, sayang."
Patricia menarik nafas panjang. Wajar jika Junio mengeluh demikian. Dia saja yang biasanya garang dan tak takut pada apapun, di hadapan Elil bagaikan singa ompong yang lemah dan bisu. Menghadapi Elil, sama seperti menghadapi Elea versi bodohnya. Dan jika gadis polos itu benar bergabung dengan keluarga Stoller, maka bisa dipastikan hidup mereka akan ada banyak sekali kejutan. Termasuk kejutan mendapat terapi jantung setiap hari.
"Jadi apa saranmu untuk masalah ini?" tanya Patricia seraya membelai alis tebal milik Junio. "Kita tidak boleh menutup mata akan apa yang terjadi. Kasihan Elil. Dia sebatang kara,"
"Entahlah. Sebenarnya aku tak masalah dengan siapa Cio akan menikah. Asalkan mereka bisa saling melengkapi, aku pasti akan mendukungnya. Tetapi Elil? Aku agak takut untuk menerimanya,"
"Kenapa begitu?"
"Aku takut mati cepat."
"Mulutmu ini apa boleh aku pukul?"
"Silahkan saja kalau ingin memukulnya, tapi harus menggunakan bibir. Hehe,"
Saat Junio sedang asik menggoda Patricia, ponsel miliknya berdering. Ekspresinya langsung masam karena merasa terganggu.
"Angkat saja. Nanti kau kelabakan sendiri kalau panggilan itu dari orang penting," ucap Patricia sembari menarik keluar tangan Junio dari balik bajunya. Benar-benar mesum.
"Selain kau, adakah yang lebih penting di hidupku?"
"Berhenti membual dan cepat jawab panggilan itu. Berisik!"
Junio cemberut. Ratu rimba sudah mengeluarkan taringnya. Dia mana berani melawan. Setengah enggan, dia akhirnya menjawab panggilan tersebut. "Ada apa?"
["Ingin melaporkan kejadian hari ini, Tuan. Pagi tadi seorang wanita mendatangi Nona Elil. Mereka sepertinya terlibat pertengkaran. Dan saat wanita itu ingin memukul Nona Elil, Tuan Cio datang. Dia lalu meminta wanita itu agar menampar wajahnya sendiri,"]
Seulas senyum tipis muncul di bibir Junio begitu mendengar laporan dari orang suruhannya. Dia tak benar-benar menolak Elil. Karena nyatanya, Junio diam-diam mempekerjakan orang untuk mengawasi gadis itu dari jauh.
"Awasi saja terus. Selama tak mengancam nyawa, kau tidak perlu menampakkan diri. Cukup pastikan saja gadis itu tidak terluka,"
["Baik, Tuan."]
Menunggu sampai panggilan berakhir, Patricia menghadiahi Junio dengan l*matan lembut di bibirnya. Kebiasaan. Lain dimulut lain juga dengan yang ada di hati. Patricia sempat percaya kalau Junio benar-benar tak menginginkan Elil menjadi menantu mereka. Ternyata dugaannya salah.
"Ciuman apa ini?" tanya Junio sambil menj*lat bibir. Tiba-tiba diserang begini, siapa yang tidak senang coba.
"Kenapa tidak memberitahuku kalau kau menyayangi Elil?" tanya Patricia penuh haru.
"Yang sudah ditandai oleh ratuku, manalah mungkin aku mengacuhkannya. Kau menyukai Elil 'bukan?"
"Belum sepenuhnya, tapi aku tak berencana membiarkannya pergi. Terlepas apakah Cio menyukainya atau tidak, aku akan mengusahakan agar mereka bisa menikah. Kita bertanggung jawab penuh atas apa yang Cio lakukan pada Elil. Jodoh memang di tangan Tuhan, tapi apa salahnya jika kita memaksakan mereka berjodoh karena putra kita mencari masalah? Ini bukan lagi tentang suka atau tidak suka, tapi ini tentang tanggung jawab. Kalau bukan kita, siapa yang bisa memberikan keadilan untuk gadis itu?"
"Inilah ratuku. Ah, hari sudah semakin malam. Sudah waktunya kita tidur," ucap Junio penuh maksud terselubung.
"Tidur atau meniduriku?"
"Kalau bisa dua, kenapa harus satu? Hehehe,"
"Dasar mesum."
"Tapi suka 'kan?"
"Cihhh,"
***
cio bukan pengangguran 😀
tapi sayang banyak cerita yg belum selesai
Namun meski begitu aku selalu setia dgn karya2 nya....