"ABANG HATI-HATI!!!" teriak seorang anak kecil menarik tangan Arrazi yang berdiri diatas pagar jembatan. Hingga keduanya terjatuh di alas jembatan yang berbahan beton.
"Aduh!" rintih gadis kecil yang badannya tertindih oleh Arrazi yang ukuran badannya lebih besar dan berat dari badan kecilnya. Laki-laki itu langsung bangun dan membantu si gadis kecil untuk bangun.
Setelah keduanya berdiri, si gadis kecil malah mengomel.
"Jangan berdiri di sana Bang, bahaya! Abang emang mau jatuh ke sungai, terus di makan buaya? Kalo Abang mati gimana? Kasian Mami Papinya Abang, nanti mereka sedih." omel gadis kecil itu dengan khawatir.
Menghiraukan omelan gadis kecil di depannya, Arrazi menjatuhkan pantatnya di atas jembatan, lalu menangis dengan menekukan kedua kaki dan tangannya menutupi wajah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 6 : SALING GIBAH
Daniah : El, besok hangout kuy.
**Eliza** : Sorry Nia, gue udah ada planning.
**Daniah** : Where are you going?
**Eliza** : Rumah Cinta Harapan.
**Daniah** : Ikut :)
**Eliza** : Bukannya minggu lo tetap sibuk koas?
**Daniah** : Santuy, besok gue dapat libur. Pulang dari RS, gue langsung ke kost-an lo ya!
**Eliza** : Ok.
**Daniah** : Ok doang? Nggak asik ah. :P
**Eliza** : Typing....
**Eliza** : Haaaaarrrsussuuskaksbhsoenklnsjwmsnnn?
Daniah terkikik membaca balasan chat dari Eliza. Eliza memang kocak, random dan kesabarannya pun setipis tisu. Saat akan membalas, Daniah mendengar suara Ghazalah memanggilnya, ia langsung memasukkan handphone kedalam saku jasnya.
"Gue di sini Za, kenapa?" ujar Daniah sambil mengacungkan tangannya. Ghazalah menghampiri Daniah dan duduk di sampingnya dengan menyilangkan kaki.
"Dokter Arrazi manggil lo, Nia."
Daniah mengerutkan keningnya.
"Keknya barusan gue baru dari ruangannya dah." ujar Daniah karena memang ia baru dari ruangan Arrazi untuk melaporkan hasil pengecekan darah Ehsan dan penyakitnya, baru sekitar sepuluh menit yang lalu ia sampai di ruangan dan nge-chat Eliza.
"Mau gue tau. Kangen kali dia sama lo." ceplos Ghazalah.
"Dih amit-amit di kangenin sama dia!" cetus Daniah bergidik ngeri.
"Nggak usah geer lo, kangen ngomelin lo, Nia. Cepat dah, lo kesana. Nanti keburu ngamuk dia!" seru Ghazalah.
Sambil bersungut-sungut, Daniah beranjak dari kursinya dan pergi ke ruangan Arrazi. Sampai di ruangan Arrazi, Daniah di suruh membaca ulang hasil Rontgen beberapa pasien yang di tanganinya. Ada sekitar 3 kertas hasil Rontgen yang di berikan Arrazi kepada Daniah.
Setelah itu, Daniah di perintahkan untuk menganalisis beberapa materi tentang penyakit yang di berikan Arrazi.
***
TING!
Suara notifikasi chat masuk di HP Daniah.
**Eliza** : Nia, jadi nggak lo ke kost-an gue?"
**Daniah** : Jadi. Bentar lagi gue OTW.
**Eliza** : Lo masih di RS?
**Daniah** : Iya.
**Eliza** : Gue jemput ya.
**Daniah** : Serius? :)
**Eliza** : Dua rius.
**Daniah** : Ya Allah, senang banget Nia puanya teman yang perhatian, so sweet, sampe rela mau jemput Nia ke sini. Lope-lope banget sama Elllliiiiizzzzaaaa :)
**Eliza**: Jijik gue! 10 menit lagi gue sampe.
**Daniah** : Wokeehhhh!
Daniah segera beranjak dari kursi dan mengaitkan tas selempangnya di bahu.
"Halwa, gue duluan ya!" seru Daniah kepada Halwa yang masih berhadapan dengan tugasnya.
"Mau kemana lo buru-buru banget, pake dandan segala lagi." tanya Halwa mengerutkan keningnya melihat Daniah sudah siap untuk pergi, namun sebelum meninggalkan ruangan, Daniah mematut diri di cermin yang menempel di dinding sebelah kiri Halwa, sambil merapikan penampilannya, terutama rambutnya yang kurang rapi, lalu memoles bibirnya dengan lip balm.
"Mau hangout."
"Jiahhh! Dah punya bebep lo?"
"Kepo lo." cibir Daniah.
Sengaja ia merapikan penampilan dan memoles bibirnya dengan lipbalm. Sebelum di julidin Eliza. Kaerna Eliza selalu mengomentar penampilannya dan akan menceramahi Daniah soal penampilan.
"Jadi cewek tuh Nia, meskipun nggak cakep-cakep amat yang penting penampilannya bagus, rapi. Lah elo udh nggak cakep, penampilan rusuh kek gini, akhlaklesss pula. Apa yang mau di banggain dari lo?"
Begitulah kejudilan tingkat dewa yang pernah Daniah dapatkan dari Eliza. Kalau orang lain mungkin akan sakit hati dengan apa yang di katakannya, tapi bagi Daniah, tidak. Ia justru sangat berterima kasih kepada Eliza, karena Eliza sangat perhatian dan peduli padanya. Meskipun memang kesabarannya setipis tissue dibagi tujuh.
"Nia, gue udah di luar gerbang RS sebelah kanan." ucap Eliza saat Daniah mengangkat panggilan telepon darinya.
"Loh, katanya 10 menit lagi El?"
"Ini udah lewat 10 menit dari waktu chat elo, Nia!"
"Emang iya?" tanya Daniah, padahal ia baru saja keluar ruangan.
"Gue tinggal lo!"
"Eh jangan-jangan. Tunggu gue bentar lagi."
Daniah melangkah cepat melewati koridor rumah sakit. Ia sampai tidak menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
***
"Fir, apa bisa kebetulan gitu dua orang beda waktu mengucapkan kalimat yang sama persis......." ujar Arrazi menggantungkan kalimatnya, ia terlihat sedang berpikir keras.
"Nggak ada yang kebetulan di dunia ini Zi. Semua pasti ada penyebabnya." ujar Dhafir, kemudian meneguk soft drink yang baru saja ia ambil dari kulkas. Dhafir mengambil soft drinknya dua, satu lagi ia berikan pada Arrazi.
Arrazi menerima soft drink itu, namun ia simpan di meja, tak langsung meminumnya. Lalu Dhafir duduk di samping Arrazi melipat kedua kakinya. Kaki kanan berada di atas kaki kiri.
"Kenapa lo? Ada yang ngucapin kalimat yang sama kek malaikat kecil lo itu?" tebak Dhafir. Arrazi menatap Dhafir yang meneguk minuman bersoda itu ketiga kalinya.
"Kok lo bisa tau?"
Dhafir menyeringai.
"Kebetulan gue ngejoki jadi dukun juga, bro!
PLAK!
Arrazi menoyor kepala belakang Dhafir.
"Nggak usah bercanda! Gue serius!."
"Ck! Lo bisa nggak Zi, nggak usah mukul kepala gue! Dah di fitrahin imi kepala sama Papi gue!" sungut Dhafir.
"Lagian lo sendiri. Orang gue lagi serius juga!" elak Arrazi.
"Jangan suka serius-serius ama sama hidup yang suka bercandain elo, Zi. Santai dikit napa."
"Ck......lo tau dari mana?" ujar Arrazi kembali ke pembicaraan awal.
"Jadi benar tebakan gue?"
"Hm."
"Udah cocok berarti gue jadi dukun, Zi."
"DHAFIR!!" teriak Arrazi tepat di depan wajah Dhafir. Sepupunya ini susah sekali diajak untuk serius.
"Iya-iya.......gue cuma asal nebak aja Zi. Biasanya lo mah kan plot twistnya begitu sih. Muka lo itu polos Zi, gampang gue tebak. Nggak bisa bohong lo sama gue." ujar Dhafir dengan jumawa.
Dhafir dan Arrazi memang sangat dekat. Selama hidupnya mereka selalu bersama, bahkan saat Kakek dan Neneknya membawa Arrazi ke Singapura, Dhafir ikut serta. Meskipun kuliah dan minat karirnya berbeda. Arrazi di dunia kedokteran, sedangkan Dhafir di dunia bisnis. Dan sampai saat ini pun mereka kalau ada waktu luang selalu bersama. Biasanya sih Dhafir yang mendatangi Arrazi ke apartemennya.
"Siapa Zi yang mengucapkan kalimat yang sama kayak malaikat kecil lo itu?"
"......."
"Siapa?"
"Daniah." ujar Arrazi dengan lirih.
"Daniah? Anak koas bimbingan lo itu?"
"Hmmm."
"Kapan dia bilang gitu?" kali ini Dhafir mengarahkan atensinya kepada Arrazi, ia merubah posisi duduknya menjadi menghadap Arrazi.
Arrazi menoleh ke arahnya dan berdecih. Kebiasaan Dhafir kalau ada hot news ia akan merubah posisi duduknya dan memberikan seluruh perhatiannya dengan lawan bicara yang akan memberitakan. Mirip perempuan yang suka bergosip.
"Waktu dia bujuk Ehsan." jawab Arrazi.
"A magic sentence! seru Dhafir.
"Dia bisa meluluhkan hati orang sama kalimatnya itu." lanjutnya lagi.
"Belum tentu dia." ralat Arrazi. Karena ia masih belum yakin dengan dugaan Dhafir.
Dhafir mengerutkan keningnya.
"Tapi kata lo dia ngucapin kalimat yang sama persis."
"Bisa jadi cuma kebetulan, nggak yakin juga sih gue."
Dhafir berdecak kesal, ia merubah posisi ke semula.
"Yaelah Zi......Zi.....kalo ending ceritanya kek gini mending gue dengerin Mami gue!" sungut Dhafir.
"Lagian nggak mungkin dia sih Fir. Orang dari kepribadiannya aja beda. Daniah itu orangnya petekilan, cerewet, emosian........."
"Emang lo tau kepribadian malaikat kecil lo itu kek gimana?" tanya Dhafir menginterupsi ucapan Arrazi.
Arrazi menggeleng.
"Zi, lo kayaknya mesti konsultasi sama Dokter Faaz deh biar di obatin saraf otak lo itu." cibir Dhafir sambil mendorong kening Arrazi dengan jari telunjuknya. Arrazi menepis tangan Dhafir.
"Ntar juga kalo jodoh bakal ketemu Zi. Udah, nggak usah di pikirin. Hidup lo udah berat. Gue takut lo bakal gila, Zi." bisik Dhafir.
"Ck. Sebelum gue gila. Lo duluan yang gue bikin gila."
***
"Gue kalo jadi Dokter Arrazi nih ya Nia, bakal langsung tendang lo. Dan bakal nyuruh semua RS buat nge-blacklist nama lo jadi Dokter disana!" sarkas Eliza setelah mendengar cerita panjang kali lebar dari Daniah, yang menceritakan permasalahannya dengan Arrazi.
"Gue kira yang titisan dajjal cuma Dokter Arrazi doang, ternyata lo juga El." cibir Daniah.
Eliza tertawa lepas. Saat ini Daniah sedang berada di kos nya Eliza. Sebekumnya ia sudah izin kepada Papinya akan menginap di kost-an Eliza. Semenjak lulus SMA, Eliza sudah tinggal nge-kost sendiri.
Papi Maminya sudah bercerai sejak ia SD. Semenjak perceraian, Eliza tidak pernah tahu kabar Papinya. Sedangkan Maminya sibuk bekerja sebagai Direktur di salah satu perusahaan ternama di Jakarta.
Namun begitu, ia tidak mau bergantung kepada Maminya. Karena hidup dari jeri payah sendiri hingga dia bisa sampai ke Jepang sebagai pengganti karyawan dari perusahaan tempatnya bekerja, yang bekerja sama dengan perusahaan ki Jepang selama 2 tahun.
Pulang dari Jepang, Eliza diangkat jabatannya menjadi sekretaris CEO di kantornya bekerja, menggantikan sekretaris sebelumnya yang resign karena sudah menikah dan di bawa pergi oleh suaminya ke Belanda.
Eliza itu orang yang telaten, rajin dan displin. Berbeda dengan Daniah yang agak lelet dan mageran. Maka jangan salahkan kalau Elza sering mengomel kepada Daniah karena keleletannya tu. Dan jangan salahkan Daniah kalau ia mengatakan Eliza itu kesabarannya setipis tisu di bagi tujuh.
Tapi percayalah hanya kepada Daniah dan CEO nyebelin di kantornya saja, Eliza tidak bisa sabar. Kalau sama kerjaan, Eliza bisa sabar, saaaangggaaatt sabat malah. Daniah dan Eliza dalah satu paket yang saling melengkapi dalam hal kesabaran dan ketidaksabaran, bestie goals sekali bukan?
"Coba deh lo jadi gue. Gue rasa denga kesabaran lo yang setipis tisu di bagi tujuh itu nggak bakal lo sanggup ngadepin dia, El."
"Ya makanya, lo yang punya stok kesabaran nggak abis-abis, dikasih ujian buat ngadepin orang kek dia, Nia....
"Klise."
"Bisa jadi lo jodohnya dia Nia. Kan udah kelatih tuh." goda Eliza sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Itu mulut bisa di ajarin nggak? Masih bocil udah main jodoh-jodohan aja!" cibir Daniah, ia merinding mendengar kalimat yang di ucapkan Eliza kepadanya. Membayangkan saja tidak mau, apalagi sampai terjadi. Big no!
"Gue doain Nia."
"Elizaaaa!!!!"
"Hahahaah."
ha..ha...ha