Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Surat Cinta Misterius
Hari Senin pagi yang cerah membawa kebisingan khas sekolah di SMA Negeri 5. Di kantin, Rina duduk bersama sahabat-sahabatnya, Sari dan Tika, sambil menikmati roti isi selai kacang yang selalu jadi favorit mereka di pagi hari. Suasana ramai dan penuh tawa, namun di dalam hati Rina, ada perasaan yang membuatnya sedikit tertekan.
Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di benaknya sejak pagi tadi. Setiap kali ia mencoba untuk menenangkan pikirannya, bayangan surat permintaan maaf yang ia temukan di meja tadi pagi selalu kembali menghantui. Surat itu memang tidak terlalu panjang, hanya berisi beberapa kalimat singkat, namun cara penulisannya yang misterius membuat hati Rina berdebar-debar. Apalagi setelah sebelumnya mereka sempat bertengkar kecil soal kaset yang hilang itu.
Rina memutar kaset di Walkman miliknya sambil sesekali melirik Danu yang sedang duduk sendiri di pojok kantin. Meskipun jaraknya cukup jauh, matanya tak bisa lepas dari sosok Danu yang tampak asyik dengan bukunya. Ia merasa bingung, apakah benar Danu yang menulis surat itu? Bukankah Danu terlalu cuek untuk melakukan hal seperti itu?
Sari yang melihat Rina diam-diam menatap Danu tidak bisa menahan diri untuk ikut berbicara.
“Eh, kamu lagi mikirin Danu ya?” Sari menggoda sambil menyentuh lengan Rina.
“Enggak kok,” jawab Rina sambil cepat-cepat menyembunyikan ekspresi wajahnya. “Cuma… penasaran aja.”
Tika yang duduk di sebelah Rina menyeringai. “Penasaran apanya? Jangan-jangan kamu suka sama si Danu, ya?”
Rina langsung tersipu malu. “Aduh, enggak lah, mana mungkin. Kan kita baru kenal, malah dia juga nggak peduli sama aku.”
“Pura-pura nggak peduli, deh!” Sari menggoda lagi. “Aku lihat tadi dia juga sering banget curi pandang ke kamu, lho.”
Rina menghela napas. “Lah, itu cuma kebetulan. Lagian, siapa tahu kan kalau surat itu bukan dari dia.”
“Yakinlah, itu pasti dari Danu!” seru Sari sambil tertawa, membuat Rina merasa semakin bingung.
Tak lama setelah itu, bel berbunyi tanda waktu istirahat sudah habis. Rina, Sari, dan Tika beranjak menuju kelas dengan langkah terburu-buru, berharap tidak terlambat.
---
Saat pelajaran dimulai, Rina tidak bisa sepenuhnya fokus. Di dalam pikirannya, ia terus berpikir tentang surat itu. Mengapa Danu menulis surat permintaan maaf itu? Apa yang sebenarnya ingin ia katakan? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di kepala Rina, sementara di luar jendela, suara kendaraan dan tawa teman-teman lainnya semakin jauh terdengar.
Begitu bel istirahat berbunyi lagi, Rina langsung membuka laci mejanya. Di dalamnya, ada sesuatu yang membuat hatinya berdegup kencang—sebuah amplop putih yang tergeletak begitu saja di atas bukunya. Surat cinta itu. Surat yang sama yang ditulis dengan gaya yang penuh rasa humor dan romantis. Satu-satunya hal yang membuat Rina ragu adalah tidak adanya tanda tangan di sana.
Dengan rasa penasaran yang tak tertahankan, Rina segera membuka amplop tersebut dan membaca isinya dengan cepat.
---
"Untuk Rina,
Aku tahu kamu pasti bingung, kan? Tentang siapa aku. Tapi izinkan aku untuk memperkenalkan diri, meskipun dengan cara yang berbeda. Aku bukan seseorang yang bisa langsung mengungkapkan semuanya dengan kata-kata. Aku lebih suka menulis, karena kata-kata tertulis punya kekuatan yang lebih dalam.
Aku bukan orang yang romantis, tapi aku harap surat ini bisa membuatmu tersenyum. Jadi, kalau kamu merasa hati ini sedikit berdebar ketika membaca ini, itu bukan hal yang aneh. Itu cuma… efek dari kaset yang sedang aku dengarkan sekarang.
Semoga kamu bisa mendengarnya suatu saat nanti. Kalau tidak, tidak masalah. Yang penting, aku harap surat ini bisa menyampaikan apa yang ingin aku katakan.
D."**
---
Rina menutup surat itu dan menatap kosong ke luar jendela, berusaha mencerna kata-kata yang baru saja ia baca. “Kaset yang sedang aku dengarkan sekarang?” pikirnya. Ini pasti ada hubungannya dengan Danu, kan? Rina merasa dadanya berdebar lebih cepat.
“Aduh, kenapa sih aku jadi bingung gini?” gumamnya pelan.
Ketika ia menoleh ke arah Sari yang sedang berbicara dengan teman-teman di sebelahnya, Rina merasa gelisah. Sari pasti akan terus menggoda jika dia tahu tentang surat itu. Tapi, di sisi lain, ia juga ingin tahu siapa sebenarnya yang menulis surat itu.
---
Hari itu berlalu dengan cepat, tetapi rasa penasaran Rina tidak juga hilang. Setiap kali ia bertemu Danu di sekolah, ia merasa ada sesuatu yang berbeda, seperti ada ikatan yang tak terlihat di antara mereka. Setiap kali mereka berbicara, meskipun hanya sedikit, ada perasaan hangat yang muncul di dada Rina.
Keesokan harinya, Rina kembali menemukan sebuah surat di meja belajarnya. Surat yang kali ini berbeda, lebih pendek dan langsung.
---
**"Rina,
Aku tahu kamu pasti penasaran. Jangan khawatir, aku nggak akan membuatmu bingung terlalu lama. Tapi kalau kamu memang penasaran, datanglah ke toko kaset di ujung jalan setelah sekolah. Aku tunggu di sana. Bawa kasetmu.
D."**
---
Rina merasa hatinya melompat kegirangan, tapi juga takut. Ini benar-benar membuatnya bingung. Apa yang sebenarnya Danu inginkan? Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Sari, yang melihat Rina terdiam sambil memegang surat itu, langsung berseru. “Rina! Itu pasti dia, kan? Danu!”
Rina menatap sahabatnya itu dengan cemas. “Tapi… aku enggak tahu, Sari. Aku nggak yakin…”
“Yakin deh, itu pasti Danu! Kamu nggak bisa lari dari takdir cinta,” ujar Sari sambil tertawa.
Rina hanya bisa menghela napas dan menatap surat itu sekali lagi. Pikirannya berputar, dan untuk pertama kalinya, ia merasa sangat ingin tahu tentang seseorang—Danu.
---
Begitu bel sekolah berbunyi, Rina memutuskan untuk mengikuti petunjuk dalam surat itu. Dengan hati berdebar, ia berjalan ke luar sekolah, melewati jalan-jalan kecil menuju toko kaset yang terletak di ujung jalan. Ia membawa sebuah kaset favoritnya, berharap bisa menemukan jawaban dari semua teka-teki yang selama ini mengganggunya.
Di sana, di antara tumpukan kaset dan CD jadul, Rina menemukan Danu yang tampak sedang memilih kaset di rak paling belakang. Saat Danu melihatnya, dia hanya tersenyum tipis, seolah sudah menunggu kedatangannya.
Dan di sinilah, petualangan cinta mereka sebenarnya dimulai.