Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Matteo
Malam yang syahdu.
Zehya duduk di balkon kamarnya, menikmati hembusan angin yang membelai wajah ayunya. Sesekali gadis itu akan memejamkan matanya, sekedar untuk menghalangi angin yang masuk ke matanya.
Setelah menjadi tokoh utama di kediaman neneknya tadi pagi. Zehya kembali ke rumah orangtuanya bersama dengan Maher. Sedangkan Syeina harus tetap berada di sana hingga acara pemakaman selesai.
Zehya juga sudah bertemu dengan Ayah dan Adiknya, Matteo. Sebuah senyum merekah tiap kali Zehya teringat akan adik lelakinya. Matteo tumbuh menjadi remaja yang tampan dan menyenangkan. Keduanya hanya berbincang sejenak sebelum harus kembali berpisah karena Zehya memilih pulang. Tanpa di usirpun dia juga sudah paham, bahwa kehadirannya sama sekali tidak pernah di inginkan disana.
" Tok! Tok! Tok!" Suara ketukan di pintu kamarnya di susul suara ayahnya masuk ke indera pendengarannya.
" Zehya, Boleh ayah masuk?" Mendengar suara ayahnya. Zehya lekas beranjak dari duduknya dan melangkahkan kaki jenjangnya ke arah pintu kamar.
" Apa Ayah ingin berbincang denganku?" Zehya bertanya pada sang ayah begitu dia sudah membuka pintu, dan menampakkan sosok ayahnya. Mata teduh lelaki yang sudah memiliki garis halus di wajahnya itu menatap sang putri dengan penuh kasih.
" Ayah hanya ingin mengobrol ringan dengan putri Ayah."
Zehya tersenyum. Gadis itu mempersilahkan Ayahnya duduk di sofa yang ada di kamarnya. Bagas masuk ke kamar putrinya dan duduk, di susul oleh Zehya, duduk di samping ayahnya.
"Ceritakan pada Ayah, Negara seperti apa yang kamu tinggali saat ini?" Zehya merebahkan kepalanya ke atas pangkuan Ayahnya.
" Desa itu sangat damai. Banyak tempat indah yang dapat dengan mudah kita temui. Rumah yang Ayah siapkan bersama Papa Rey dekat dengan laut. Hehe... semua yang pernah Aku mimpikan sewaktu kecil dulu terwujud disana." Bagas mendengarkan cerita Zehya sembari membelai lembut rambut putrinya. Namun, sebuah pemikiran membuat Bagas tertegun, Sebuah pertanyaanpun terlontar dari nya.
" Apakah kamu akan menetap disana? Tinggal di sini bersama kami, Sayang. Sudah terlalu lama kamu berkelana."
Zehya menatap lurus, pandangannya menerawang jauh. Namun, keyakinannya sudah sangat kuat. Pilihannya tidak akan berubah.
" Aku menyayangi Ayah, Buna, dan Matteo. Sangat. Tapi, Ayah... Disana anakmu ini dapat mewujudkan semua impian masa kecilnya. Kehidupan disana sangat menyenangkan. Tolong Izinkan, dan relakan anakmu ini tinggal disana," Zehya menhelus tangan Ayahnya yang ada di atas kepalanya. " Tidak untuk selamanya, suatu saat, anakmu ini akan pulang dan kembali tinggal bersamamu. Setidaknya sampai Aku puas dengan kehidupanku."
Bagas menyesapi semua perkataan Zehya. Mencoba mengerti keinginan dan keputusan putrinya. Walau berat menahan rindu, tapi Bagas mampu memahami pilihan Zehya.
" Baiklah... Bagaimana dengan memanen buah liar? Yang Ayah ketahui, pemerintah Jerman menanam pohon buah di sepanjang jalan. Sehingga warga dapat memanennya jika ingin."
" Ya. Ayah! Menyatu dengan alam. Tanpa ada satupun yang menginterupsi. Rasanya sangat bebas. Aku bisa melakukan segala hal yang aku inginkan disana. Salah satu yang paling menyenangkan adalah memanen buah. Hehe..." Zehya terus bercerita. mengatakan semua yang dia lakukan selama di Put Garten. Sedang Bagas mendengarkan dengan baik, sesekali dia menimpali cerita putrinya. Hingga keduanya terlelap dalam tidurnya, dengan kepala Zehya masih di atas pengkuannya.
Matteo yang masih merindukan kakaknya, dan ingin bersama, mendatangi kamar Zehya, namun rasa cemburulah yang dia dapatkan, kala mendapati sang Ayah tengah tertidur di sofa bersama Zehya. Remaja empat belas tahun itu duduk di sebelah kiri Bagas yang masih kosong. Lalu ikut menidurkan kepalanya di atas pangkuan Ayahnya, bergabung bersama Zehya. Matteo mengelus lembut pucuk kepala Zehya dengan sayang.
" Have a nice dream, sister. I love you a bunch... " Bisiknya. Lalu tertidur dengan sangat lelap.
Tengah malam Syeina mencari keberadaan suaminya, dan menemukan Bagas tengah terlelap bersama kedua anak mereka. Ibu dua anak itu tersenyum bahagia. Hatinya menghangat melihat oemandanga. langka ini. Namun Syeina hatus membangunkan Suaminya. Alhasil, Syeina menepuk pipi Bagas lembut, hingga sang suami terbangun.
Bagas mengerjapkan matanya perlahan, kornea matanya mengolah cahaya yang masuk. Hingga sosok Syeina nampak jelas. Syeina memberi isyarat untuk melihat ke bawah. Bagas menurut, dan senyum merekah di wajahnya, ketika mendapati kedua anaknya terlelap di pangkuannya.
" Ayo kita pindahkan mereka ke atas kasur" Syeina berkata pelan. Hampir berbisik. Bagas beranjak dengan sangat perlahan, kemudian menggendong putrinya terlebih dahulu. Memindahkan nya ke atas kasur. Kemudian menggotong matteo dan menidurkannya di samping Zehya, di bantu oleh istrinya.
Kedua orang itu menatap kedua anak yang tengah terlelap dengan damai, ada haru di hati mereka.
" Aku harap mereka akan saling menyayangi, selamanya." Bagas memeluk istrinya, yang di balas dengan usapan lembut di tangannya.
" Mimpi Indah, sayang. Buna dan Ayah sayang kalian." Ucap Syeina setelah mencium kening kedua anaknya. Sebelum akhirnya pergi dari kamar putrinya, bersama dengan Bagas.
Gambar ini sebagai ilustrasi; Zehya dan Matteo yang tengah tidur. ( Sumber gambar: Google).
...****************...
" Kau sudah mendapatkan datanya?" Zain bertanya pada asistennya yang berdiri di sampingnya.
" Belum, tuan..." Lelaki bertubuh tegap dan kekar itu menjawab dengan pelan. Pasalnya, sudah dua bulan terakhir ini, setelah tuannya bertabrakan dengan seorang gadis di bandara. Zain memberikan perintah padanya untuk mencari identitas gadis itu. Namun nihil seolah dia tidak berasal dari bumi. Atau mungkin ada sosok di belakangnya. Sehingga informasi tentang dirinya tidak dapat di temukan.
" lapor, Tuan. Informan yang kita kirim ke rumah almarhum Nyonya Daisy melaporkan bahwa, Nona muda Zenata telah kembali ke Indonesia pagi tadi." Mendengar laporan dari asistennya, amarah Zain mereda. Tergantikan oleh sebuah seringaian yang membuat orang yang melihatnya merinding.
" Buat jadwal temu dengan perusahaan Zenata sesegera mungkin. Kita akan membahas tentang pembangunan kompleks perumahan yang sudah kita setujui."
" Baik. Tuan." Sang asisten undur diri, meninggalkan Zain sendiri di ruangannya.
" Mari kita lihat, Nona. Masihkah hati ini bergetar untukmu... " Zain menatap pemandangan kota Jakarta dari jendela besar ruang kerjanya. " Jika rasa ini masih sama, maka aku akan meminta pertanggungjawaban darimu, yang telah hadir dan mencuri hatiku. Dan jika tidak, aku harap aku bisa menemukan gadis yang memiliki sejuta cahaya dalam manik matanya. " Zain teringat akan gadis yang dua kali dia temui secara tidak sengaja selama berada di Inggris dua bulan yang lalu.
...****************...
Aga membaca semua data diri wanita muda berusia dua puluhan, yang menumpuk di meja kerjanya. Banyak sekali rekan bisnisnya yang bekerjasama dengan perusahaannya, mengajukan permohonan perjodohan dengan Zain, cucunya; Pewaris tunggalnya.
Aga sudah pernah menolak mereka semua, namun. Tidak ada satupun dari mereka yang mundur. Baik orang tua maupun anak gadis mereka yang kekeuh untuk bisa menikah dengan Zain. Aga tahu, dan dia paham. Bahwa Zain pasti tidak akan menerima pernikahan ini. Maka dari itu, Agalah yang harus memutar otak untuk menolak permintaan mereka.
" Lagi?" Zain yang sudah duduk di sofa ruang kerja Aga bertanya, setelah duduk dengan santai disana. Aga melirik cucunya dengan singkat.
" Cepatlah. Tentukan gadis pilihanmu, dan umumkan pada dunia bahwa kamu sudah memiliki seseorang dalam hidupmu. Aku sudah bosan mengembalikan surat lamaran mereka. " Aga meletakkan kertas yang dia pegang sembari mencopot kacamata bacanya. Zain menatap sang kakek dengan datar.
" Nikmatilah, Grandpa. Anggap saja Grandpa mencarikan calon istri untuk para pengawal." Ledek Zain dengan wajah datarnya.
Aga menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kebesarannya. Mata senjanya menatap sang cucu dengan dalam. Beberapa waktu lalu, dia baru tahu bahwa: Zain masih mencari keberadaan Zehya, Cucu Zenata. Sahabat karibnya yang telah lama mendahuluinya.
" Zehya tidak sesederhana yang terlihat, Zain. Tidak pula seperti saat dia datang kemari sewaktu kecil. Sekarang, dia mempunyai banyak rahasia dalam hidupnya." Aga menerawang jauh. Mengingat sepak terjang Zehya di dunia seni dan bisnis, meneruskan jejak sang kakek. " Tidak mudah untuk mendekatinya, apalagi membuatnya jatuh cinta," Aga mendeja kalimatnya. Desahan panjangnya terdengar sangat berat.
" Terlalu dalam luka yang dia tanggung sejak kecil... " Lagi. Aga diam cukup lama. Namun Zain masih terdiam, tidak ada keinginan untuk menyela informasi penting dari sang kakek. " Jika kamu tidak bisa menjamin kebahagiaannya. Alangkah lebih baik kamu menyerah. " Aga menatap tajam cucunya yang masih memasang wajah datar. Memperingatkan Zain untuk tidak bermain-main dengan perasaan, terutama dengan Zehya.