Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
POV Carlo.
Ini gila, aku masih memikirkan pertemuanku dengan Malika tadi siang. Sebenarnya aku sedang makan siang dengan pacarku di restoran seberang restoran Malika. Diam-diam aku sudah memperhatikannya dari tempat dudukku, dan aku sudah memperkirakan kalau ia makan bersama pacarnya. Pacarku sedang berada di toilet saat aku membayar tagihan kami, sebelum aku pergi aku ingin melihatnya sekali lagi, tidak menyangka mata kami akan bertemu saat itu, tapi aku berpaling dan pura-pura tidak melihatnya.
Aku berharap ia menyapaku, oleh karena itu aku memperhatikan langkahku, dan juga melihat-lihat melalui pantulan kaca etalase toko, berharap ia mencariku. Ia tidak berubah, lebih cantik dan bersinar bahkan, arrrgghhh...!! Kenapa aku memikirkan semua ini? Aku menyerah dengan cinta kami saat melihatnya beberapa tahun lalu di bandara Yogyakarta. Arrrgghh...!!
Pacarku bernama Nana, kami berbeda universitas dan ia 1 tahun dibawahku.
Siang ini aku sedang menjemput Nana di kampusnya, sambil menunggu Nana di parkiran aku melihat apartemen Sunset, saat ini Malika tinggal disalah satu kamar disitu, membayangkan kami tidak sengaja bertemu lagi di area taman yang terletak diantara apartemen itu dan kampus, membuatku tersenyum.
"Hai kak, jadi kita mau makan siang dimana?", tanya Nana.
"Deket sini aja yuk, kalau di taman bagaimana, aku masih mau ngerjain skripsi setelah antar kamu pulang".
"Ok kak".
Aku berbohong pada Nana mengenai alasan kenapa aku mau makan di taman. Taman ini sangat luas, ada area perkantoran, area restoran yang mengelilingi danau buatan, juga dilengkapi dengan jogging track yang mengelilingi taman ini. Aku sungguh berharap bertemu dengan Malika lagi dengan datang ke taman ini.
"Kak bengong aja, lagi mentok lagi skripsinya?".
"Ahh ga juga", menutupi apa yang sebenarnya aku pikirkan.
"Na, besok-besok aku ga jemput kamu dulu ya, aku di rumah aja kayanya coba kelarin skripsiku".
"Ok tapi Sabtu kita jadi ke night club kan kak?".
"Kita ketemu sore aja. Sebelum makan malam bagaimana?".
"Ok ga masalah kak".
Selama beberapa hari ini setiap pagi aku mengunjungi taman ini, mengitarinya beberapa kali lalu duduk berhadapan dengan danau mengerjakan skripsiku, sambil minum kopi. Aku sendiri tidak mengerti apa kemauanku saat ini, kenapa aku melakukan ini?.
Malam ini aku ke club bersama Nana dan teman-temannya. Senang melihat Nana tertawa dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Aku hanya duduk memperhatikan mereka, kadang aku ikut turun ke lantai dansa, menjaga mereka dari para pria nakal yang mencoba mendekati mereka. Nana tampak mempesona malam ini. Saat ia menciumku, aku menghindar dan membalasnya dengan kecupan saja, aku tidak bisa berciuman dengannya, tidak dipungkiri ada rasa bersalah dalam hatiku. Kurasa aku harus jujur padanya, kami berpacaran atas dasar rasa suka, apa itu cinta, aku belum tau, tapi aku menyayanginya dengan tulus.
Siang ini aku menjemput Nana dari kampusnya, aku bermaksud jujur padanya hari ini.
"Kak kita mau kemana?".
"Makan siang yang sejalan sama rumah kamu aja, sekalian aku antar pulang".
"Ok kak".
Aku tau di jam segini biasanya belum ada orang di rumah Nana, jadi kami bisa leluasa untuk mengobrol.
"Na aku mau minta maaf sama kamu, apa yang akan aku katakan akan menyakiti perasaan kamu, kamu boleh pukul aku, maki aku, setelah ini Na".
"Apaan sih kak, aku jadi takut".
"Maaf aku Na, sebenarnya saat kita ke mall minggu lalu itu, aku bertemu dengan mantanku, dia cinta pertamaku. Semenjak hari itu sampai sekarang aku selalu terbayang sosoknya".
"Maksud kakak, kakak masih menyukainya? Apa selama seminggu ini kakak jalan sama dia?".
"Aku ga jalan sama dia Na, aku bahkan ga punya no teleponnya, tapi setiap bersamamu aku juga memikirkan dia".
Nana mulai meneteskan airmata, aku mencoba menghapus air matanya, tetapi tangannya kemudian menghalangi tanganku, tidak membiarkanku menyentuh wajahnya.
"Maafkan aku, aku tau ini tidak adil bagimu".
"Apa kakak pernah tulus menyukaiku selama ini? Apa kakak pernah mencintaiku?".
"Ya, dari awal aku menyukaimu dengan tulus. Cinta... kamu mungkin tidak percaya, tapi aku pikir aku mencintaimu sampai akhirnya melihat sosoknya lagi, aku jadi ragu pada diriku sendiri".
Nana hanya terdiam dan menangis.
"Maafkan aku Na, aku tau aku salah".
"Kakak jujur tidak pernah bertemu dengannya lagi semenjak kejadian di mall?", tanya Nana.
"Ya, aku jujur Na. Saat ini aku berkata seperti sekarang karena tidak ingin menyakitimu lebih jauh, kamu boleh memeriksa HP ku".
"Aku tulus menyanyangimu Na, tapi sepertinya ini bukan cinta".
"Jadi kakak mau kita putus?".
"Apakah adil bagimu jika hubungan ini tetap berjalan Na?".
"Kenapa kakak tega sama aku?".
"Maafkan aku Na".
Nana terus menangis, aku menepuk nepuk punggungnya pelan.
"Na, aku tau aku salah. Saat ini, aku akan mengikuti keinginanmu Na. Kalau kamu mau aku menunggumu, maka aku akan melakukannya. Jika kamu ingin putus saat ini pun, aku akan terus menjadi kakakmu, yang bersedia membantu saat kamu membutuhkanku".
"Lebih baik aku pulang sekarang, aku akan menunggu jawabanmu ya Na, sekali lagi maafkan aku", ucapku tulus.
Saat aku mengendarai mobilku dalam perjalanan pulang, aku juga merasa sedih melihatnya menangis, namun aku lega karena sudah berkata jujur, ia pantas mendapatkan pria yang bisa memberikan hati sepenuhnya hanya untuknya.