Suamiku Ternyata Seorang Presdir

"Kenapa gak mau? nak Kalvin sudah bilang kan tadi, dia mau terima kamu apa adanya..."

Nia mengernyitkan keningnya.

"Ibu menguping ya?" tanya Nia dengan tatapan heran.

"Eh, sorry ya. Ibu tidak menguping. Ibu hanya mengawasi mu. Ibu khawatir kamu bicara yang aneh-aneh pada nak Kalvin. Kurang apa sih nak Kalvin itu, dia itu baik, pintar, tampan, punya pekerjaan bagus. Jangan dengarkan bibimu yang materialistis itu. Kenapa kalau sekarang belum jadi kaya raya, kan kalian masih muda, masih bisa sama-sama berusaha. Lebih membanggakan seperti itu kan? kaya raya dari hasil kerja keras sendiri!"

Sebenarnya ucapan Santi tidak salah, tapi Nia juga tidak mungkin mengikuti apa yang di inginkan ibunya.

"Bu, tapi aku tidak bisa bertunangan dengan mas Kalvin. Semua yang ibu katakan tentang mas Kalvin itu tidak salah, tapi...."

"Gak ada tapi-tapian Nia!" sela Santi.

"Bu, aku ini sudah meni..."

Brakkk

Agnia dan Santi segera menoleh ke arah pintu masuk. Di sana Indra datang dengan meletakkan tas kerjanya sambil di lempar di sofa.

Santi yang sudah hidup bertahun-tahun dengan suaminya itu tentu saja tahu, kalau suaminya itu pasti saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pasti ada masalah besar yang terjadi, sampai suaminya marah seperti itu.

Santi pun segera meninggalkan Nia, dan cepat-cepat menghampiri suaminya.

"Mas..."

Nia yang melihat ayahnya tampak sangat marah seperti itu, segera mengikuti langkah ibunya menghampiri Indra.

Indra duduk di sofa, sambil melepaskan dasinya. Dari dapur, terlihat bibi Jumi datang dengan membawa nampan berisi segelas air minum.

Santi segera mengambil alih nampan itu dari bibi Jumi, lalu di letakkan di atas meja ruang tamu.

"Mas, minum dulu" katanya sambil meletakkan gelas itu di depan suaminya, "ada apa sih mas? kelihatannya mas kesal sekali?" tanya Santi lagi.

Dengan wajah yang masih terlihat kesal, Indra segera menoleh ke arah Santi.

"Si Vino itu, dia benar-benar kurang ajar. Dia curang!"

Nia yang mendengar ayahnya memaki Vino, lumayan terkejut. Masalahnya kan, yang mengenalkan Vino pada keluarga nya ini, ya dirinya.

Nia menatap serius, setengah takut juga. Dia jarang melihat ayahnya marah sampai seperti itu. Pasti, Vino sudah melakukan sesuatu yang membuat ayahnya sangat kesal, bahkan mungkin merugi sangat banyak.

"Curang bagaimana, mas?" tanya Santi yang sangat penasaran sebenarnya apa yang di lakukan oleh Vino.

"Eh, mas Indra. Ada apa sih? aku dengar nama menantuku di sebut-sebut. Kenapa dia?"

Santi sangat tidak senang dengan kedatangan Ineke. Belum juga suaminya menceritakan apa yang sudah di perbuat oleh Vino. Dia datang dengan lebay nya. Bahkan langsung duduk di dekat suaminya.

Ya, meskipun Indra juga kakak Ineke. Tapi Santi kesal saja, biasanya wanita itu selalu saja playing victim di depan Indra.

"Menantumu itu, dia sudah menjiplak semua ide proposal perusahaan ku untuk bekerja sama dengan perusahaan paling besar di kota ini..."

Ineke tampak tidak terima.

"Mas, jangan sembarangan dong. Gak mungkin Vino melakukan itu, dia kan lagi bulan madu sama Audrey, keluar negeri. Gak mungkin mas"

Ineke bahkan mengatakan semua itu dengan sikap yang menunjukkan kalau anaknya bisa bulan madu ke luar negeri. Ineke mengatakan nya sambil melirik ke arah Santi dan Agnia.

Santi mendengus kesal, sementara Agnia hanya memutar bola matanya malas. Yang benar saja, di saat seperti ini, di saat ayahnya sedang sangat marah. Bisa-bisanya bibinya masih pamer.

"Proposal itu aku buat tiga bulan. Tiga bulan lamanya!" pekik Indra kesal.

Saat itu menantumu yang curang itu masih menjadi tunangan putriku. Dia bilang akan membina hubungan serius dengan Nia. Aku percaya padanya, dia bilang ingin tahu tentang proposal besar yang sedang aku persiapkan, aku beritahu dia. Sekarang dia menusukku dari belakang. Benar-benar tidak tahu diri!"

"Tapi mas, dia kan di luar negeri..."

"Ayahnya yang mengajukan proposal itu. Dia tinggal eksekusi saja semua ide yang di pikirkan oleh tim perusahaan ku selama berbulan-bulan. Dia mendaftar terlebih dahulu, dia mencuri ideku tapi malah membuatku seolah yang menjiplak idenya. Dia membuatku rugi ratusan juta, benar-benar. Aku akan buat perhitungan dengannya saat dia kembali!" geram Indra.

Mata Indra melotot, Ineke sudah tidak berani membantah lagi.

Indra terlihat sangat marah, dia bahkan belum meminum air yang di berikan oleh istrinya di atas meja tadi. Pria itu langsung beranjak masuk ke kamarnya sambil membanting pintu. Indra benar-benar kesal.

Santi meraih tas suaminya, juga dasi suaminya dan menyusul ke kamar. Saat seperti ini, dia harus ada di samping suaminya dan menenangkannya.

Agnia juga terdiam, dia tahu, ayahnya pasti sudah rugi besar. Bahkan semua pengusaha lain pasti menilainya buruk ayah Nia.

Agnia juga memilih pergi ke kamarnya. Padahal dia tadi ingin mengatakan pada ibunya, kalau dia sudah menikah. Tapi, dia juga tidak ingin menambah ricuh suasana di rumahnya.

Ineke yang masih duduk di sofa segera menghubungi putrinya. Dia tidak berniat konfirmasi pada Vino. Dia malah ingin memberitahu Vino, supaya jangan cepat-cepat pulang. Biar perusahaan Candra menang tender dulu, tanda tangan kontrak, baru pulang. Sungguh kacang lupa kulitnya. Ineke bahkan masih tinggal di rumah keluarga Indra. Tapi dia malah membantu dan mendukung kecurangan menantunya.

Sayangnya panggilan darinya tidak di terima oleh Audrey. Lagipula, untuk apa di terima. Kan mereka sedang bersenang-senang di luar negeri.

Lalu, di kamarnya. Nia juga duduk diam, dan memikirkan bagaimana membantu ayahnya, ketika ponselnya tiba-tiba berdering.

Mata Nia membulat, panggilan itu dari Richard.

"Angkat, tidak... angkat, tidak..."

Nia kebingungan, bukankah malam ini Richard minta Nia ke apartemen. Tapi situasinya tidak memungkinkan, dia tidak mau menambah beban pikiran ayah dan ibunya. Keluarganya sedang mengalami masalah, dia malah pergi dan tidur di apartemen.

'Terima teleponnya, atau aku kesana!'

Itu pesan yang di kirim oleh Richard.

"Darimana dia tahu, aku bingung mau angkat atau tidak teleponnya" gumam Nia.

Nia pun menghela nafas panjang, dan menerima panggilan telepon dari Richard.

"Halo..."

[Sudah jam berapa ini? kenapa belum datang?]

"Richard, aku tidak bisa datang"

Nia berpikir, sebaiknya dia mengatakan yang sebenarnya saja.

"Ayahku sedang marah..."

[Ada apa?]

"Vino mencuri ide ayah, ayah gagal ikut kerja sama dengan perusahaan multinasional Marshal. Bukan Marshal tempat ku bekerja, tapi Marshal yang terkenal itu loh"

Nia mencoba menjelaskan, padahal dua perusahaan itu ya sama saja pemiliknya. Marshal Company, dan Marshal Grup. Itu sama-sama milik Richard.

[Jelaskan lebih detail?]

Mata Nia melebar, keningnya juga berkerut. Kenapa Richard minta dia menjelaskan lebih detail.

"Iya, pokoknya Vino itu mencuri ide ayah. Tiga bulan yang lalu, dia kan masih jadi tunangan ku. Jadi, ayah menceritakan tentang ide proposal nya pada Vino. Ternyata ide ayah itu malah dia gunakan untuk proposalnya. Judulnya sama, isinya juga. Dia lebih dulu mendaftarkan proposal itu ke perusahaan Marshal. Akhirnya ayahku yang di kira menjiplak ide mereka. Ayah rugi besar..."

[Tidak ada yang bernama Vino, yang mengajukan proposal itu]

"Memang tidak pakai nama dia. Dia sekarang berada di luar negeri, sedang bulan madu dengan Audrey. Yang mengajukan proposal itu Candra, ayahnya"

[Baiklah, katakan pada ayahmu untuk tidak khawatir. Ajukan saja lagi. Aku akan urus semuanya. Kamu juga jangan terlalu memikirkan hal ini, selama ada aku, semuanya akan baik-baik saja. Beristirahatlah]

Tut Tut Tut

Agnia mengernyitkan keningnya.

"Eh, apa katanya? dia akan mengurus semuanya? bagaimana caranya?" gumam Nia bingung.

***

Bersambung...