Cinta, sebuah anugerah yang tak selalu mudah didapatkan. Apalagi ketika harus memilih di antara dua hati yang begitu dekat, dua jiwa yang begitu mirip. Kisah mengharukan tentang cinta, pengorbanan, dan pencarian jati diri di tengah pusaran emosi yang membingungkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HniHndyni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konflik
Beberapa bulan kemudian, Anya dan Kanaya akhirnya memberanikan diri untuk menceritakan rahasia mereka kepada Migo. Mereka memilih melakukannya di sebuah kafe yang tenang, di sore hari setelah kuliah. Suasana kafe yang nyaman membuat mereka merasa lebih rileks.
"Migo," Anya memulai pembicaraan, suaranya sedikit gemetar. "Ada sesuatu yang ingin kami ceritakan padamu."
Migo menatap mereka berdua dengan penuh perhatian. "Apa itu, Anya? Ada apa?" tanyanya dengan lembut.
Kanaya mengambil alih, "Kami... kami sebenarnya memiliki rahasia." Ia menghela napas panjang. "Kami... kami kembar identik."
Migo terdiam sejenak, matanya membulat. Ia tampak terkejut, tapi tidak marah atau kecewa. Setelah beberapa saat, ia tersenyum.
"Kembar identik?" Ia mengulangi kata-kata Kanaya, suaranya terdengar tak percaya. "Jadi... selama ini... kode warna itu...?"
Anya dan Kanaya saling berpandangan, lalu mengangguk bersamaan. Anya menjelaskan, "Iya, kode warna itu cara kami berkomunikasi satu sama lain tanpa sepengetahuan orang lain. Karena kami kembar identik, kami seringkali memiliki pikiran dan perasaan yang sama, jadi kode warna itu membantu kami untuk mengatur jadwal dan kegiatan kami."
Kanaya menambahkan, "Kami merasa sedikit bersalah karena menyembunyikan ini darimu, Migo. Kami takut kamu akan berpikir aneh tentang kami."
Migo tertawa kecil. "Aneh? Tidak sama sekali! Justru aku merasa kalian sangat unik dan menarik. Kalian memiliki ikatan yang sangat kuat, dan kode warna itu adalah bukti nyata dari ikatan kalian." Ia tersenyum hangat. "Aku merasa terhormat karena kalian mau menceritakan rahasia ini padaku."
Anya dan Kanaya merasa lega dan bahagia. Mereka memeluk Migo erat-erat. Migo pun membalas pelukan mereka. Ketiga sahabat itu menghabiskan sisa sore itu dengan berbincang-bincang, tertawa, dan berbagi cerita. Rahasia mereka akhirnya terungkap, dan persahabatan mereka menjadi semakin kuat. Mereka menyadari bahwa kejujuran dan kepercayaan adalah kunci dari sebuah persahabatan yang sejati. Kode warna mereka tetap menjadi rahasia mereka bertiga, sebagai kenangan indah dari masa-masa mereka menyembunyikan identitas mereka sebagai kembar identik. Mereka pun melanjutkan kehidupan mereka, dengan ikatan persahabatan yang semakin erat dan kuat. Mereka bertiga sepakat untuk selalu saling mendukung dan melindungi, apapun yang terjadi.
Beberapa waktu setelah Migo mengetahui rahasia Anya dan Kanaya, sebuah konflik baru muncul, kali ini berupa cinta segitiga yang rumit. Migo, yang selalu menganggap Anya dan Kanaya sebagai sahabat dekat, mulai merasakan ketertarikan yang lebih dalam kepada salah satu dari mereka. Namun, perasaannya yang berkembang ini menimbulkan dilema yang pelik. Ia tidak ingin menyakiti salah satu dari mereka, apalagi mengingat ikatan kembar yang begitu kuat di antara Anya dan Kanaya.
Awalnya, Migo merasa lebih dekat dengan Anya. Anya yang periang dan mudah bergaul membuatnya merasa nyaman dan selalu ceria. Ia seringkali menghabiskan waktu dengan Anya, bertukar cerita, dan berbagi rahasia. Namun, seiring berjalannya waktu, Migo mulai menyadari sisi lain dari Kanaya. Kanaya yang pendiam dan bijaksana memiliki kedalaman perasaan yang tak kalah menarik. Ia terpesona oleh kecerdasan dan kedewasaan Kanaya, serta perhatiannya yang lembut.
Perasaan Migo yang terbagi ini menjadi semakin rumit ketika Anya dan Kanaya sendiri mulai menyadari ketertarikan Migo pada mereka. Mereka berdua merasakan getaran yang sama, kebingungan dan kekhawatiran. Mereka tidak ingin persahabatan mereka dengan Migo hancur, tapi mereka juga tidak ingin mengabaikan perasaan mereka sendiri.
Suatu hari, Migo mengajak Anya dan Kanaya untuk makan malam bersama. Suasana makan malam itu terasa tegang. Migo berusaha untuk bersikap biasa, tapi Anya dan Kanaya bisa merasakan gelisah di hatinya. Setelah makan malam, Migo mengajak Anya untuk berjalan-jalan. Ia ingin mengungkapkan perasaannya kepada Anya.
"Anya," Migo memulai pembicaraan, suaranya sedikit gemetar. "Aku... aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
Anya menatap Migo dengan penuh harap dan cemas. Ia sudah menduga apa yang akan Migo katakan.
"Aku... aku menyukaimu, Anya," ucap Migo, dengan jujur.
Anya terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Migo akan mengungkapkan perasaannya. Ia merasa senang, tapi juga merasa bersalah kepada Kanaya.
"Migo," Anya berkata pelan, "aku... aku juga menyukaimu."
Namun, kebahagiaan Anya tidak berlangsung lama. Keesokan harinya, Kanaya menemui Migo. Ia ingin mengungkapkan perasaannya yang selama ini terpendam.
"Migo," Kanaya memulai pembicaraan, suaranya terdengar sedih. "Aku tahu kamu menyukai Anya."
Migo tertekan. Ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan perasaannya yang terbagi.
"Kanaya," Migo berkata pelan, "aku... aku juga menyukaimu."
Kanaya terluka. Ia merasa dikhianati oleh Migo dan Anya. Ia merasa Anya dan Migo telah menyembunyikan perasaan mereka darinya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Cinta segitiga ini telah menghancurkan persahabatan mereka. Ketiga sahabat itu kini menghadapi dilema yang sulit. Mereka harus memilih antara cinta dan persahabatan. Mereka harus memutuskan bagaimana melanjutkan hidup mereka di tengah konflik yang rumit ini. Masa depan mereka kini dipenuhi ketidakpastian.