Setelah bangun dari koma karena percobaan bunuh diri, aku terkejut karena statusku menjadi menikah. Ternyata sebuah rahasia yang disembunyikan suamiku bahwa dia seorang profesional pembunuh bayaran.
Aku tak menyangka lelaki yang ku ketahui sebagai Vice President adalah anggota elite organisasi hitam yang menjadi buronan negara.
Teror demi teror datang. Beberapa pihak punya rencana jahat untuk menyingkirkan ku demi harta dan cinta, termasuk ibu tiri dan adikku.
Aku bersedia menukar tubuhku pada lelaki yang menjadi suami kontrak itu untuk sebuah komitmen balas dendam kematian sang ibu.
Akankah kebenaran tentang masa lalu menghancurkan rumah tangga kami? Penuh ketegangan berbalut kisah romansa yang sensual, ikuti cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iris Prabowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Leon
Leon meninggal kecelakaan
Pesan whatsapp yang dikirimkan papa membuatku langsung membaca koran harian.
1 Maret 2025, sebuah kecelakaan mobil terjadi di Bogor yang mengakibatkan kematian anak sulung pemilik pabrik semen dan beton terkemuka. Lionel Mavis, yang berusia 30 tahun, meninggal dunia setelah mobil yang dikemudikannya dengan laju tinggi terlibat dalam kecelakaan.
Tidak ada saksi mata dalam peristiwa, kuat dugaan mobil yang dikemudikan Lionel melaju dengan kecepatan tinggi sebelum terlibat dalam kecelakaan. Penyebab pasti kecelakaan masih dalam penyelidikan oleh pihak berwenang.
Kematian Lionel telah mengejutkan keluarga dan teman-temannya. Robinson Mavis, pemilik Mavis Group, sangat terpukul atas kehilangan anak sulungnya. "Kami sangat sedih dan terpukul atas kehilangan Leon. Dia adalah anak yang baik dan memiliki masa depan yang cerah," kata ayahnya dalam pernyataan.
Dia benar-benar meninggal?
Aku duduk di kursi dengan tangan masih memegang koran. Rasanya bagai tersambar petir, aku tidak percaya dengan apa yang baru kuketahui.
Perasaan ini rasanya campur aduk. Sedih, marah, dan bingung. Ya, aku masih menyimpan dendam amarah pada perbuatan saat terakhir kali kami bertemu, tapi bukan ending seperti ini yang aku harapkan. Kematian ini buruk dan terlalu cepat.
Bohong jika tampak tenang, jujur aku sedih. Empat tahun bersama penuh drama luka tapi tetap memiliki kenangan suka. Biar bagaimana pun pernah bersama saling mencinta, telah banyak waktu yang kami lewatkan bersama.
Ah, semoga kamu damai disana. Sepertinya sudah saatnya melepas simpul dendam antara aku dan dia.
Suasana keluarga dan kantor pasti berduka. Prosesi pemakaman Leon akan dilangsungkan di rumah duka jam sebelas. Papa menyuruh Kin menemaniku, mungkin ada rasa khawatir terjadi konflik antara dua anaknya disana.
Nuansa hitam, sendu kelabu. Langkah ini terhenti saat memasuki rumah duka, terlihat Luisa duduk memegang foto Leon. Kacamata hitam tidak bisa menyembunyikan mata sembabnya. Tentu dia menjadi salah satu manusia yang sangat terguncang atas kepergiannya.
"Aku turut berduka, semoga tante dan om diberikan ketabahan, serta doa terbaik untuk Leon..."
Mama Leon melihatku lalu dia memeluk erat. Tubuhnya panas, entah sudah berapa lama ia terisak. Walau hubunganku dan anaknya berakhir, aku masih menjalin hubungan baik dengan keluarganya.
Pandanganku kembali pada Luisa. Tentu bukan akhir seperti ini yang diharapkan setelah berhari-hari mencari kekasihnya. Seharusnya bulan depan menjadi momen suka mereka di resepsi pernikahan, tapi kuasa takdir mengantar pertemuan akhir keduanya di resepsi pemakaman.
"Lui... "
Aku menaruh telapak tangan di bahunya, tapi perempuan itu mengenyahkan dengan sebuah tangkisan. Ternyata dia masih belum terima hadir ku, padahal niat ini hanya sekedar ingin menenangkan.
"Pergi!"
"You okay?"
"PERGIII....!!"
Luisa berteriak, membuat kebisingan di rumah duka. Mereka memandang ke arah kami.
"My deep condolences," ucap Kin. Perempuan di depannya diam, makin memeluk erat foto Leon lalu kembali terisak.
Kin mengajakku untuk meninggalkannya sendiri. Dia pasti butuh waktu untuk mencerna kenyataan pahit yang baru diterima.
Crying is a way your eyes speak when your mouth can't explain how broken your heart is.
Aku tak menghadiri ceremony pemakaman mengingat keberadaanku tampaknya tidak diinginkan beberapa pihak. Kin yang menemani papa, aku memilih untuk kembali ke mobil sampai mereka selesai.
Merasa ingin buang air akupun pergi ke toilet. Suasana rumah duka sunyi serta kuat aura yang membuat goosebumps. Aroma melati dan dupa kuat tercium. Aku membuka pintu lalu menutup pintu di belakang, memandang wajah yang pucat dan lelah. Mengambil nafas dalam-dalam, mencoba menghilangkan bekas genangan air mata yang bercampur tinta maskara. Aku mencari tissu di tas, tidak ada. Apa aku lupa membawanya?
Langkahku tergerak menuju sudut toilet karena melihat ada tissu roll yang bisa kupakai. Saat aku kembali ke wastafel, sebuah kotak cincin merah bludru tergeletak di meja.
Punya siapa ini? Seseorang tidak sengaja meninggalkannya?
Ragu, tapi penasaran. Kubuka kotak itu dengan hati-hati, dan apa yang kutemukan sungguh membuat terkejut.
AAAAAHHHH!!!
Sebuah cincin terpasang di potongan jari manis. Jari manusia yang sudah hampir menghitam dengan darah yang mengering. Sontak aku menjerit, berteriak memanggil bantuan tapi tidak ada sahutan. Darahku terasa beku, tubuhku kaku.
Dengan pelan aku mengangkat jari itu menggunakan tissu. Memperhatikan detail potongan tubuh manusia yang terasa nyata. Ini sungguh jari orang mati, bukan replika. Tanganku bergetar hebat setelah melihat lebih jelas cincin terpasang.
Ini cincin bekas pertunangan aku.
Potongan jari ini...milik Leon.
Lututku lemas, aku nyaris jatuh. Dadaku berdebar kencang, aku melihat pantulan wajahku dari cermin sudah begitu pucat.
Apa ini terror? Kenapa kali ini begitu kejam?
Kali ini tak ada pesan masuk dari unknown number. Masih dengan rasa panik dan takut, aku mempercepat langkah ke pintu keluar toilet. Tapi langkahku tertahan melihat tulisan merah di satu cermin besar. Pesan dari coretan lipstik yang ditujukan untukku
You're next
You'll never be safe
***
Hari-hari yang berlalu setelah terror jari mayat bercincin memberi tekanan yang luar biasa. Setiap langkah yang kuambil, setiap suara yang ku dengar, membuat aku merasa sedang diawasi. Sulit tidur, hilang nafsu makan, hilang sudah ketenangan menjalani hidup yang normal.
Ada satu hal yang selama ini mengganjal tentang kisah Leon. Apa benar dia tewas dalam kecelakaan? Jika waktu kejadiannya malam usai awarding night, kenapa informasi kematian baru terpublikasi sekarang?
Kenapa harus cincin tunangan ku yang terpasang? Marionette pasti tahu latar hubungan kami, dia memanfaatkan itu sebagai konten terror untuk menakuti. Makna apa yang ingin disampaikan? Broken promise?
Membayangkan lagi jari mayat kemarin sungguh mual, membuatku menolak makan ayam atau sesuatu bertulang. Belum lagi ingatan akan bau busuk bangkai, ah... apa aku pergi hinopsis saja ya membuang trauma ini?
Satu saksi kunci yang bisa menjawab tumpukan teka-teki di otak ini hanyalah Kin. Dia mungkin orang terakhir yang kontak dengan Leon setelah aku. Pasti terjadi konflik sebelum Kin membawaku kembali.
Apa Kin menghajarnya sampai mati? Ah bukan, bisa jadi saat konflik Leon dalam keadaan mabuk. Setelah menghajarnya sampai puas lalu Kin menyelamatkan aku, sementara Leon kabur mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, hilang kendali lalu terpental ke jurang.
Mudah sebetulnya, aku hanya perlu menanyakan langsung pada Kin tapi keraguan selalu muncul memblokir. Untuk saat ini teka-teki kematian Kin cukup tersimpan dulu dalam bab baru misteri diary terror ku.
***