Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.
Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.
Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.
Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.
Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selly pergi
"Memangnya Aruna itu siapa sih? Sepertinya dari kapan hari kalian sering sekali membahas tentang dia" tanya Lidya. Lama-kelamaan penasaran juga dengan Aruna.
"Cuma teman kok, ma. Adik kelasku, teman sekelasnya Mina yang tempo hari nyetir truk kontainer dan tidak sengaja menyerempet mobilku" jawab Tyo yang kini sudah mengantongi ponselnya.
"Bukan temanku. Dia itu bar-bar sekali Tante. Masak aku dimasukin ke tong sampah" ujar Mina mengadu.
"Kok bisa?" tanya Lidya sambil menahan tawa.
"Jelas saja, Mina. Kamu sih ngejek dia, dia kan jadi marah" kata Tyo.
"Nggak ada ya kak. Dia duluan pokoknya" ujar Mina tak mau kalah.
"Terserah, yang penting masalah itu sudah lama selesai, Mina. Kamu jangan terus mengungkitnya" kata Tyo semakin tak nyaman dengan obrolan ini.
"Ah, Aruna. Aku harus segera meminta maaf kepadanya" kata Kim dalam hatinya.
Sadar jika malam itu dia sudah hampir melecehkannya, nasib baik masih menyelamatkan Aruna. Kalau tidak, Kim akan menyesal seumur hidup.
"Yasudah, ayo makan dulu" ujar papa Tyo yang daritadi hanya diam mengamati jalannya obrolan yang tak ada ujungnya.
...****************...
Sementara Aruna malam ini sudah pulang dari toko Acing. Mendapati lampu rumahnya yang terang membuat langkah kakinya terhenti sejenak di halaman rumah Marni.
"Pasti ibu sudah pulang" gumamnya dengan perasaan aneh.
"Haruskah aku pulang?" masih belum yakin, Aruna mematung di halaman.
"Run, ngapain?" tanya Marni yang kebetulan akan membuang sampah.
"Eh, budhe. Nggak ngapa-ngapain kok. Apa Budhe lihat ibu pulang?" tanya Aruna.
"Iya, tadi diantar mobil pulangnya. Sepertinya masih sempat mampir" jawab Marni.
Aruna bisa menebak jika itu pasti adalah Kim. Tapi masak iya?
"Jadi ibu dirumah ya budhe?" tanya Aruna menegaskan.
"Iya. Yasudah kamu masuk dulu gih. Pasti capek kan. Cepetan istirahat ya, besok kan masih sekolah" ujar Marni yang juga akan masuk ke rumahnya.
"Iya budhe" jawab Aruna dengan langkah bimbang.
Tapi meski berusaha untuk berlama-lama di depan rumah, langkah kakinya sudah tepat diambang pintu dan mendapati ibunya sedang duduk dengan pakaian yang lebih sopan meski masih ditemani sebatang rokok yang tersulut api.
"Sudah pulang? Segera kemasi barang-barang Lo. Kita pindah dari kontrakan jelek ini" ujar Selly dengan gaya angkuhnya.
"Apa Bu? Ibu ngajak aku pergi cuma untuk jual diri lagi?" tanya Aruna yang sudah bulat tekadnya untuk tak lagi menjadi takut.
"Berani Lo sama gue ya?" tuh kan, Selly jadi marah.
"Apa? Ibu mau marah? Ibu mau mukul? Silahkan Bu. Aku sudah tidak takut dengan semua pukulan ibu. Selama ini aku diam karena aku masih menghormati ibu sebagai orang tua. Tapi ternyata ibu pun sama jahatnya. Sebenarnya ibu ini orang tua kandungku apa bukan sih?" tegas kali ini Aruna.
Diam dihina, segan dicaci, maka lebih baik mempertahankan diri.
"Oh, ok! Lo memang sama bego nya kayak bapak Lo! Tapi terserah. Kalau memang Lo nggak mau pindah untuk ikut gue, terserah! Itu hak Lo. Yang penting gue mau pindah. Males banget hidup di kontrakan sempit dan bau kayak gini" kata Selly yang ternyata sudah mengemasi barang-barangnya dalam satu koper besar.
"Gue tanya sekali lagi sama Lo, Run. Lo mau ikut sama gue atau enggak?" tanya Selly.
"Enggak" jawab Aruna yang memang sudah kecewa dengan kelakuan ibunya.
"Ok. Tetap saja Lo jadi gembel. Gue sih ogah" kata Selly lantas melenggang pergi.
Berjalan kaki sambil menghubungi seseorang melalui ponselnya. Menjauh dari rumah kontrakan yang sudah lebih dari sepuluh tahun menemani perjalanan hidup mereka berdua.
Aruna tak menyangka. Kini dia hidup sendirian saja. Takdir hidup memang tak ada yang tahu. Minggu yang lalu dia masih bersama ibunya meski selalu dihina, dua hari yang lalu ibunya hendak menjual dirinya pada papa dari teman sekelasnya sendiri, dan hari ini ibunya malah pergi meninggalkannya bahkan tanpa berusaha meminta maaf atas kejadian yang sudah mereka lalui.
Terkejut?
Tentu. Hanya saja sekarang Aruna sudah sedikit bisa bernafas lega karena tak akan lagi ada yang membangunkan tidurnya di malam menjelang pagi.
Tapi tentu ada rasa kehilangan di hati. Bagaimanapun hanya Selly satu-satunya keluarga yang dia punya. Meski sikapnya tak sepatutnya untuk bisa dipanggil ibu.
"Oh Tuhan, garis hidup seperti apa lagi yang sudah kau persiapkan untukku? Belum cukupkah penderitaan selama ini? Ataukah ini adalah awal dari kehidupanku yang baru?" dalam hati Aruna mengadu kepada Tuhannya.
"Baiklah! Sepertinya sudah waktunya aku untuk bangkit. Berusaha menjadi Aruna yang baru dan aku pasti akan berusaha untuk merubah nasibku agar lebih baik. Pasti nanti mereka yang akan mencariku saat aku sudah sukses" tekad bulat Aruna menyemangati diri sendiri.
Lantas bangkit dan menutup pintu rumahnya. Seperti dia yang akan menutup kisah lama dalam hidupnya. Dan bersiap untuk menjemput kehidupannya yang lebih baik.
...****************...
"Sayang, dimana Aruna?" tanya Kim yang sudah bisa kabur dari Berta dan Mina, kini sedang mengunjungi wanita simpanannya.
"Dia nggak mau gue ajak pindah. Masih sayang sama kontrakan jelek itu kali" jawab Selly yang sudah bersantai di kontrakan barunya.
Tadi siang begitu selesai dengan urusan hotel, Kim dan Selly langsung mencari kontrakan yang lebih baik daripada rumah belakang Marni.
Rumah kecil yang nyaman. Tidak bergandengan dengan kontrakan lainnya karena deretan rumah mungil di sana dibatasi pagar di tiap rumah yang cukup untuk memarkirkan satu mobil di dalamnya.
"Tapi kan aku jadi tidak bisa bicara dengannya, sayang" kata Kim yang mendudukkan diri disamping Selly yang sudah ditemani sebatang rokok.
"Memangnya mau bicara apa? Lo mau ngaku kalau sebenarnya bapaknya Aruna?" tegas Selly bertanya.
"Tentu saja. Aku akan menebus semua kesalahanku padanya" jawab Kim mantab dengan tekadnya.
"Lo pikir dia bakalan langsung mau Nerima Lo? Heh Wiguna bodoh! Selama ini Lo pikir kami hidup enak? Kami miskin, kami sering dihina sampai akhirnya gue terdampar di kota ini hanya berdua dengan anak sekecil Aruna, dulu" kata Selly yang baru bisa mengeluarkan uneg-unegnya.
"Dia sering tanya dimana bapaknya, dari dulu gue selalu jawab kalau Lo sudah mati. Tapi akhir-akhir ini setelah dia besar dan berani sama gue, sewaktu dia tanya tentang Lo lagi, tentu saja gue jawab kalau Lo sudah tega mencampakkan dia. Cuma foto yang gue kasih ke dia. Dan dia sangat kecewa" lanjut Selly.
"Asal Lo tahu, Wiguna! Dia itu sama kayak Lo keras kepalanya. Apalagi setelah kejadian kemarin, sangsi gue kalau dia masih mau sama Lo" ejek Selly dengan sinis. Puas hatinya melihat Kim nampak suram seperti ini.
"Ya. Kamu benar, sayang. Dia pasti sangat kecewa kepadaku. Apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan maaf darinya?" tanya Kim dengan wajah kusutnya.
"Mana gue tahu. Gue saja nggak dekat dengannya selama ini. Lo usaha dong Wiguna!" kata Selly.
"Jangan cuma mau enaknya doang!" ucapan Selly sangat menusuk hati.
Tapi memang begitu kenyataannya. Kim tak pernah turut andil dalam tumbuh kembang Aruna yang selalu hidup dalam ancaman ibunya.
Tak ada tempat bersembunyi saat kemarahan Selly menjadikannya tempat pelampiasan.
Aruna hanya seorang anak kecil yang tak tahu arti kehidupan. Dan ibunya, satu-satunya orang yang seharusnya menjadi tempat dia bersandar malah bersikap kasar.
Sementara dia tak tahu siapa bapaknya. Entah bagaimana saat nanti Aruna tahu keberadaan bapaknya yang ternyata berada di sekelilingnya kali ini.