Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembalinya Sang Duchess
Ketika Duchess Jasmine membuka mata, ia dikejutkan dengan air matanya yang menetes. Nafasnya memburu seolah ia baru lolos dari kematian. Duchess Jasmine menghapus air mata itu, dan melihat sekelilingnya. Ia terkejut mendapati dirinya berada di dalam gereja, berlutut di lantai dengan bantalan di bangku untuk membantu berlutut, tangan dilipat di depan dada seperti orang berdo'a.
“Dimana… aku?” gumamnya, melihat sekeliling. Bangunan batu dengan patung-patung suci berdiri megah di depannya. Cahaya lilin menerangi ruang yang tenang, menciptakan suasana damai yang berbanding terbalik dengan akhir hidupnya yang tragis.
“Duchess, Anda baik-baik saja?” Suara seorang wanita muda mengejutkannya. Duchess Jasmine menoleh, melihat seorang pelayan yang dikenalnya, Lianne, berdiri dengan khawatir."
“Anne?” Jasmine mengerjap bingung. Ia mengenali gadis itu. Lianne adalah pelayan setia yang melayani dirinya sebelum ia menjadi sasaran fitnah Cecilia. Namun, Lianne seharusnya sudah mati di hukum gantung atas perintah Duke Louise Clair.
“Ya, Duchess. Anda terlihat pucat.” ucap Lianne dengan panik.
"Anne, aku masih hidup, oh Tuhan... Terimakasih," ucap Jasmine dengan bersyukur tanpa mengindahkan pertanyaan Lianne.
"Duchess, apa yang Duchess fikirkan? Duchess baik-baik saja. Meskipun Duke jahat dan kejam, Duchess tak boleh berkata seperti itu! ucap Lianne dengan isak tangis.
Sedangkan Jasmine termenung sejenak.
“Duchess. seperti nya Anda sedang sakit. Apa Anda ingin saya panggilkan tabib?” tanya Lianne.
“Tidak perlu,” jawab Jasmine akhirnya, berusaha menjaga ketenangannya. Ia mengatur napas, mencoba memahami situasi. “Aku hanya merasa sedikit lelah.”
“Baiklah, Duchess. Saya akan menyiapkan teh herbal di kamar Anda,” ujar Lianne sebelum membungkuk dan pergi.
Begitu Lianne pergi, Jasmine perlahan bangkit dari posisi berlututnya. Dengan langkah lemah, ia berjalan menuju bangku gereja. Saat punggungnya menyentuh sandaran kayu yang dingin, rasa sakit dan perih menjalar di tubuhnya.
Lianne melangkah perlahan mendekati Jasmine, yang duduk termenung di bangku kayu gereja. Matanya yang dulu berkilau penuh kebanggaan kini tampak suram, seolah diselimuti bayangan dari masa lalu yang mengerikan. Suara langkah Lianne terdengar lembut, namun cukup untuk membangunkan Duchess Jasmine Clair dari lamunannya.
"Duchess, mari kita ke kamar Anda. Udara malam ini terlalu dingin untuk Anda tetap di sini," ujar Lianne dengan nada lembut, menatap penuh perhatian pada wanita yang ia layani.
Duchess Jasmine Clair mengangkat wajahnya, menatap Lianne dengan tatapan kosong, seolah kelelahan untuk merespons. Namun, Lianne tetap sabar. Ia perlahan membantu sang Duchess berdiri, melingkarkan tangan Duchess Jasmine Clair di bahunya untuk menstabilkan langkah sang Duchess yang tampak lemah.
"Terima kasih, Anne," gumam Duchess Jasmine Clair pelan, suaranya hampir tak terdengar.
"Tak perlu berterima kasih, Duchess. Ini tugasku," jawab Lianne, mencoba menghibur dengan senyum tipis di wajahnya.
Mereka berjalan perlahan melalui lorong-lorong gereja yang hening, hanya diterangi oleh cahaya lilin yang redup. Sesampainya di kamar sederhana yang disediakan untuk Duchess Jasmine Clair, Lianne mempersilakannya duduk di ranjang kayu kecil. Ia segera menuju sudut ruangan, di mana teko teh yang baru saja ia seduh masih mengepul hangat.
"Tunggu sebentar, Duchess. Saya akan menuangkan teh untuk Anda," kata Lianne dengan suara yang penuh kelembutan. Ia menuangkan teh panas ke dalam cangkir keramik sederhana, aroma harum bunga chamomile memenuhi ruangan. Kemudian, ia menyerahkan cangkir itu kepada Jasmine.
Duchess Jasmine Clair menerima cangkir tersebut dengan tangan yang sedikit gemetar. Saat ia meminum seteguk teh, kehangatannya menjalar ke tubuhnya yang dingin. Matanya perlahan mulai memerah, menandakan air mata yang hendak jatuh. Ia menyesap minumannya itu kembali dengan mata tertutup.
Duchess Jasmine Clair perlahan membuka mata, rasa sakit di punggungnya membuatnya mengerutkan dahi. Ia memandang sekeliling kamar kecil di gereja itu, penuh dengan perabot sederhana yang jauh dari kemewahan kediaman Duke Louise Clair. Jasmine menoleh ke arah pelayannya, Lianne, yang sedang merapikan meja di sudut ruangan.
“Anne...” suara Jasmine terdengar serak. “Kenapa punggungku terasa sakit dan perih? Dan... kenapa kita berada di gereja ini?”
Lianne menghentikan pekerjaannya dan menoleh. Ia ragu sejenak, lalu menjawab dengan hati-hati, “Duchess, punggung Anda sakit karena... cambukan dari Duke Louise. Beliau marah karena Anda mendorong Lady Cecilia Thorne saat pesta terakhir di kediaman keluarga Thorne.”
Jasmine menatap Lianne dengan mata membelalak. “Cambukan? Duke Louise mencambukku?”
Lianne mengangguk perlahan, suaranya sedikit bergetar. “Iya, Yang Mulia. Beliau mengatakan itu hukuman atas tindakan Anda yang dianggap tidak pantas. Dan mengenai gereja ini... kita berada di sini karena Duke menganggap Anda perlu merenungkan kesalahan Anda. Beliau tidak menyukai cara Anda berbicara dengan Lady Cecilia yang dianggap kurang sopan.”
Jasmine mengernyit, mencoba mengingat apa yang terjadi, namun ingatannya terasa kabur. “Merenung? Apa aku benar-benar melakukannya, Anne? Mendorong Lady Cecilia? Kurang sopan?”
Lianne mendekat, duduk di tepi ranjang Duchess Jasmine. “Duchess, apa Anda lupa? Anda terlihat sangat marah saat itu. Lady Cecilia, seperti biasanya, berusaha memprovokasi Anda.
Jasmine mendesah panjang, memijat pelipisnya. “Sepertinya aku memang lupa. Berapa lama kita sudah di sini?”
“Seminggu, Duchess,” jawab Lianne lembut. “Dan ini adalah hari terakhir kita. Besok, kita harus kembali ke kediaman Duke Louise Clair.”
“Baik, aku mengerti, Anne!” ucap Duchess Jasmine menganggukkan kepalanya.
Lianne menatap penuh harap ke arah Duchess Jasmine, suaranya sedikit gemetar saat ia memohon, “Duchess, saya mohon... jangan mudah terpancing oleh omongan Lady Cecilia lagi. Dia seperti rubah, licik, penuh tipu daya. Apa pun yang dia katakan hanya untuk memancing emosi Anda.”
Duchess Jasmine menghela napas panjang, memalingkan wajah ke arah jendela. “Anne, aku tahu Cecilia bukan wanita baik-baik. Baiklah aku mendengarkanmu.”
Duchess Jasmine menatap Lianne yang sedang kembali mengerjakan pekerjaannya disana, Sedangkan Duchess Jasmine merenung dan mengingat-ingat sejarah pelayannya yang bernama Lianne.
Lianne adalah seorang budak yang dibeli oleh Duchess Jasmine di pasar budak ketika Lianne berusia 10 tahun, sementara Jasmine saat itu baru berusia 8 tahun. Meskipun status awalnya adalah budak, Jasmine memperlakukan Lianne lebih dari sekadar pelayan.
Saat pertama kali bertemu, Duchess Jasmine kecil merasa kasihan melihat kondisi Lianne yang kurus, penuh luka, dan tampak ketakutan. Jasmine kecil memohon kepada ayahnya untuk membeli Lianne dan membawanya ke kediaman keluarga D’Orland. Sejak itu, Lianne dibesarkan di bawah asuhan keluarga D’Orland, diberikan pendidikan dasar, dan dijadikan pelayan pribadi Jasmine.
Lianne yang kini berusia dua tahun lebih tua dari Duchess Jasmine telah menjadi seseorang yang sangat setia pada majikannya. Ia memahami Duchess Jasmine lebih baik dari siapa pun, bahkan lebih baik dari keluarga atau suaminya sendiri. Sebagai pelayan pribadi, Lianne selalu berada di sisi Duchess Jasmine dalam suka maupun duka, meskipun sering merasa tak berdaya melihat penderitaan yang dialami majikannya setelah menikah dengan Duke Louise Clair.
Lianne memiliki sifat yang lemah lembut, penuh perhatian, namun juga berani ketika harus melindungi Duchess Jasmine. Ia sering memberikan nasihat kepada Duchess Jasmine agar lebih berhati-hati dan bijaksana, terutama dalam menghadapi intrik Lady Cecilia. Namun, sebagai seorang pelayan, Lianne hanya bisa melakukan sebatas kemampuannya tanpa melampaui batas statusnya.
Meskipun memiliki latar belakang yang berbeda, hubungan Duchess Jasmine dan Lianne sudah menyerupai hubungan saudara. Lianne selalu berusaha menjadi penopang dan penghibur bagi Duchess Jasmine di saat-saat sulit, sementara Duchess Jasmine menghargai kesetiaan Lianne lebih dari apa pun. Lianne adalah satu-satunya orang yang Duchess Jasmine percaya sepenuhnya di kediaman Clair.