Cindra gadis yatim piatu yang dipermainkan takdir, terpaksa menikah dengan anak dari sahabat orangtuanya; Hafiz, seorang tentara berpangkat letnan satu.
Namun perjalanan rumah tangganya tidak berjalan dengan mulus, dia harus menderita menahan dinginnya hidup berumah tangga.
Hingga takdir mempertemukannya dengan seorang pria tampan yang mewarnai hari-harinya.
🩷🩷🩷 Happy Reading_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 ~Pertemuan dengan Marcelino (Uncle Marcel)
POV: CINDRA
Hari terakhir PKKMB aku berangkat ke kampus menaiki Commuter Line, setelah mengetahui kalau antar jemput yang mas Dhuha lakukan selama ini adalah rencana 'Mister freezer'. Segala bentuk perhatian dan dukungan darinya selalu aku tolak dengan cara apapun. Aku ga mau punya hutang budi dan ikatan lagi dengannya. Dari stasiun Pondok Cina aku nyambung kendaraan ojek online menuju kampus
Braaakkkk..!!!
Motor yang kutumpangi menabrak mobil hitam Mercedes Maybach GLS 600. Aku terjatuh tertindih motor, posisiku begitu mengenaskan. Mobil itu menepi, si pemilik mobil keluar memeriksa kondisi mobilnya lalu membantu Abang ojol dan aku yang tertindih motor.
"Apa yang sakit?" katanya sambil memeriksa kakiku
Aku hanya meringis menahan nyeri di area pinggang hingga kaki. Pengemudi ojolnya juga terluka tapi tidak separah aku, dia meminta maaf berkali-kali pada si pemilik mobil mewah itu.
"Kita ke rumah sakit pak!" perintahnya pada Abang ojol.
Tiba-tiba aku merasakan tubuhku melayang, ternyata si pemilik mobil mengangkat tubuhku dibawa ke mobil mewahnya. Begitu juga Abang ojol ikut naik dan duduk di sampingku setelah dia mengamankan motornya.
Sesampainya di lobi rumah sakit, dia kembali menggendongku dan membawaku ke ruang IGD, setelah dipastikan aku disambut perawat dan dibawa dengan brankar dia meminta petugas keamanan untuk memarkir kendaraannya di tempat seharusnya.
Kulihat dia berbicara dengan salahsatu dokter di IGD.
Ternyata ada luka robek di kaki kiriku dan memar di daerah pinggangku yang terhantam trotoar. Beberapa perawat melakukan penanganan, kakiku kena 7 jahitan. Entah karena obat yang disuntikan ada kandungan penenangnya, aku begitu ngantuk hingga tertidur selama 3 jam.
Dengan mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk, aku tersadar kalau ruangan ini bukan kamarku. Aku masih di ruang IGD.
"Apakah pusing? Atau kamu haus?" tanyanya
Aku tatap wajah pria di depanku, wajah yang rupawan dengan dihiasi bulu-bulu halus di pipi dan dagunya yang terbelah.
"A-anda siapa?" tanyaku
"Aku Marcel, tadi ojol yang kamu tumpangi menabrak bemper mobilku, lalu aku menolongmu dan membawa kesini" jawabnya dengan seulas senyum yang menampilkan deretan gigi putihnya
"Terima kasih" kataku
"Apakah yang kamu rasakan? Pusing? Apa kamu haus?" katanya
Aku menggeleng
"Siapa namamu? Dimana alamatmu? Biar aku antar kamu ke rumah"
Ketika dia menyebutkan rumah, aku baru teringat seharusnya sekarang aku harus ke kampus. Aku terperanjat dan langsung duduk.
"Ahhh.." aku merasakan tiba-tiba kepalaku berputar
"bangunnya hati-hati, jangan langsung duduk. Tubuhmu lama terbaring belum menyesuaikan" katanya lagi
"Aku harus ke kampus, hari ini penutupan ospek. Bisakah aku keluar dari rumah sakit sekarang?" tanyaku dengan wajah mengiba
"Apa kamu yakin dengan kondisi seperti ini?" tanyanya kuatir
"Istirahatlah di rumah dulu" bujuknya
Tiba-tiba aku sedih dan ingin menangis menumpahkan rasa sesal. harusnya disaat seperti ini ada keluarga yang menemaniku.
"Hiikkss..hiikkss.hiikks" aku menangis sejadinya
Tiba-tiba dia menarikku ke dada bidangnya, sambil menepuk-nepuk pundakku. Entah kenapa aku merasakan kehangatan yang dulu pernah aku rasakan saat bersama orangtuaku. Aku menangis sejadinya di dadanya hingga tangisanku mereda
"cup..cup..cup..sudah ya nangisnya, nanti kecantikanmu luntur di dadaku" katanya sambil mengusap pucuk kepalaku
Seketika aku mematung, kata-kata itu serasa familiar, Dejavu. Aku pernah mengalami kejadian ini, tapi dimana?
Ahh ya, saat bersama Gege.
flashback on
"Ge, aku kesel Felisha numpahin es cokelatnya ke bajuku. Hiikkkss..hiikkss..hiikks" aku mengadu
Dia langsung memelukku, membenamkan wajahku di dadanya. Dibiarkan aku menangis sampai puas. Setelah tangisanku mereda dia mengusap pucuk kepalaku dengan lembut
"cup..cup..cup..sudah ya honey nangisnya, nanti kecantikanmu luntur di dadaku" kata-katanya bagai mantra karena setelah itu aku tidak lagi sedih
Flashback end_
Aku beranikan diri mengangkat wajahku memastikan orang yang memelukku. Aku berharap yang memelukku saat ini adalah Gege.
Kata-katanya, sentuhan di kepalaku dan aroma tubuhnya sama persis dengan sahabatku Gege.
Melihat aku menatapnya dengan intens, dia menundukkan kepala menatap ke arahku. Aku terkesima melihat manik chestnut matanya. Bulu matanya yang lentik kenapa serasa familiar? aku merasakan nyaman dan hangat dalam pelukannya.
"Jangan terlalu lama pelukannya, nanti kamu jatuh cinta padaku" katanya menggodaku
Aku langsung mendorong tubuhnya menjauh. Membetulkan posisi dudukku.
"Pak, apakah aku sudah bisa pulang. Aku harus ke kampus" aku kembali menanyakan mencoba meredakan degub jantungku
Dia tersenyum sambil mengangguk.
"Dokter bilang sudah bisa pulang, aku antar kamu ke kampus. Dimana kampusmu?" tanyanya
"UI pak"
"Oiya! Kebetulan sekali, aku juga harus menghadiri acara di UI"
"Apakah kamu mahasiswa baru?"
Aku mengangguk. Dia membantuku turun dari brankar dan membiarkanku melingkarkan tangan di lengannya sebagai pegangan. Dia membantuku masuk ke mobil dan kemudian duduk di balik kemudi.
Mobil melaju ke arah kampus, tapi tiba-tiba mobil berbelok disebuah butik.
"kita turun disini sebentar" katanya sambil membantuku membuka seatbelt dan menggandengku masuk ke butik.
"Hallo sayangku Marcelino, lama tidak jumpa" sapa wanita paruh baya pemilik butik
Marcel menjawab dengan senyuman dan memeluknya
"Siapakah gadis cantik ini?" tanyanya sambil mengedipkan sebelah matanya
"Aunty vio, Tolong carikan baju casual untuknya, bajunya sedikit kotor setelah kecelakaan tadi. Juga carikan sepatu yang nyaman karena kakinya baru saja terluka"
"Baik sayangku Marcel, ayo cantik aku carikan yang terbaik untukmu" Aunty vio mengulurkan tangan membantuku berjalan
Setelah selesai mengganti baju kotorku dengan yang baru, aunty Vio membersihkan wajahku yang lengket karena menangis dan memoleskan riasan tipis
Marcel mematung menatapku.
Aku canggung sekali diperlakukan seperti putri di butik aunty Vio, hingga ketika aku hendak memakai sepatu Marcel mendekat dan memasangkannya untukku. Hatiku berdegup kencang ketika jari-jarinya menyentuh tungkai kakiku, aku merasakan pipiku memanas seperti aliran darah berdesir dan berkumpul di kedua pipiku. Aku merona.
"Ayo Tuan putri kita berangkat" tangannya mengulur menggenggam tanganku
Lagi-lagi aku terkesiap, serasa Dejavu. Perlakuannya sama persis dengan Gege.
Di dalam mobil aku terdiam mengingat kenangan dan perlakuan Gege terhadapku, tiba-tiba perasaan rindu menyergapku. Tak terasa airmata jatuh ke tangan yang sedang kuremas.
Kurasakan ada jemari hangat mengusap pipi dan ujung mataku yang basah. Aku menoleh ke kanan.
"Sudah jangan nangis lagi" Dia tersenyum berusaha menguatkanku
Mobil sudah memasuki parkiran VIP di kampusku. Dia masih menggandengku hingga ke Balairung dan meminta panitia menyediakan tempat khusus untukku dengan sedikit negosiasi pada para senior kampus. Dia menghilang.
Aku mulai fokus ke panggung yang menampilkan penampilan-penampilan senior dari semua fakultas. Saat mataku mengedar seluruh ruangan Balairung, di bagian tamu undangan. Aku terkejut melihat dua pasang mata sedang menatap ke arahku. Hafiz dan Marcel.
Marcel tersenyum ke arahku, sementara Hafiz menatapku dengan tajam (setajam silet🤭). Kembali aku arahkan mataku melihat panggung. Aku gelisah, seakan suamiku ingin mengulitiku hidup-hidup. Apa dia melihat kedatanganku bersama Marcel ?
Acara terus berlanjut hingga pembawa acara mempersilahkan para pengusaha muda berbakat berdiri diatas panggung untuk berfoto bersama rektor, dosen dan berbagai elemen yang terlibat.
'Owhh jadi mas Hafiz dan Marcel tamu undangan sekaligus sponsor acara' gumamku
"Aku kecewa Pak Marcel ga jadi sambutan, datangnya terlambat. Padahal aku sangat menantikan penampilannya. Dia Konglomerat dan CEO perusahaan Internasional yang susah ditemui" Obrolan senior kampus menyita perhatianku
"Pokoknya harus dapet photo sama beliau. Udah ganteng, pengusaha sukses pula" imbuh yang lain
"Jomblo ga ya? Hihihi" teman sebelahnya menimpali.
Aku tertunduk, gara-gara aku dia menggagalkan sambutannya. Jadi ga enak hati.
Acara berakhir, Balairung meriuh karena semua yang hadir bubar meninggalkan ruangan. Dengan tertatih aku keluar dari area Balairung. Tiba-tiba sebuah tangan kekar merangkulku posesif dan sedikit kasar menarikku, memaksaku berjalan cepat. Aku berontak, tapi tangannya lebih kuat lagi mencengkramku. Dia mendorongku masuk ke dalam mobil. Dan menutup pintu dengan keras. Aku gemetar.
Wajahnya dingin, rahangnya mengeras, sepertinya gigi gerahamnya di katupkan kuat, dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Suasana di dalam mobil begitu dingin dan mencekam.
Tiba di depan bangunan utama rumah, dia langsung memutar ke arah kursi penumpang, membuka pintu dengan tergesa dan mengangkat tubuhku dengan kasar seperti membopong karung beras. Aku meronta, tapi dia makin kuat mengunci kakiku. Lalu menghempaskanku di sofa. Dia berdiri di depanku, beberapa kali kulihat dia mengusap wajahnya dengan kasar.
"Apa begitu aslimu? Begitu mudah menggoda Laki-laki. Kamu aku nikahi untuk kuliah, bukan mencari perhatian pria lain!!" dia memaki
"Jawab!!" dia berteriak nyaris di depan wajahku
Aku diam, teringat cerita Emo tentang Isno yang kena pukulan karena masalah yang sepele. Jujur aku takut sekali!
Dia duduk di hadapanku, masih menatapku dengan tajam dan siap menyemburkan kata-kata pedas.
Aku tertunduk dan menangis dalam diam. Hanya airmata yang berderai. Harusnya dia tanyakan dulu kenapa aku bisa diantar Marcel bukannya menuduhku yang tidak-tidak. Harusnya dia lihat kakiku yang terpincang-pincang dan masih di perban.
"Kenapa menangis?" Suaranya melemah
Aku enggan menjawab.
"Kenapa baju yang kau kenakan berubah? Dari mana kamu?!"
'Berubah dia bilang? Emang dia tau tadi pagi aku pake baju apa. Ketemu aja engga' batinku
"Apa pertanyaanku terlalu sulit dijawab?" tanyanya masih dengan nada melemah
"A-aku t-takut, m-mas ga akan mukul a-aku kan?" gemetar dan menahan isak, akhirnya keluar juga suaraku
Dia menghembuskan napasnya dengan kasar, dan mengucap istighfar. Lalu beranjak mendekatiku, berjongkok di depanku
"Aauuwww.. Sakit mas" aku meringis
"Kenapa?" tanyanya bingung
Aku menarik kakiku yang dibalut perban
"Ini kenapa? Kamu jatuh?" tanyanya panik.
Aku merengut. Kesel dengan tingkahnya yang tiba-tiba berubah sok perhatian.
'Tadi marah-marah kayak orang kesetanan. Sekarang sok perhatian. Kamu tuh ya mas, kayak punya dua kepribadian' menggerutu dalam hati
Dia menaikan bahan celanaku, terpampang kakiku yang di perban dan masih terlihat noda darah.
"Aku butuh penjelasan tentang ini!" dia menatapku lekat mencari jawaban dari wajahku
Maaf ya telat posting, author masih umek sama cerita lain di platform sebelah 🙏
Marcelino Orlando
![](contribute/fiction/9633685/markdown/51517393/1733483990845.png)