NovelToon NovelToon
Cinta Untuk Sekali Lagi

Cinta Untuk Sekali Lagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Cinta Murni
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aninda Peto

Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.

Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.

Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 4

Dua bulan telah berlalu, tak terasa Andika sudah sangat lama tinggal di kampung halamannya itu, bahkan telah melewati hari raya bersama dengan keluarga besar termasuk kekasih kecilnya. Ia mendapat kabar bahwa ia harus segera kembali ke kota Makassar, karena masa cutinya telah tiba. Dua minggu lagi ia sudah tidak ada di kampungnya itu, sejujurnya ia berharap waktu berhenti sejenak, agar ia dapat menikmati kebersamaannya dengan Aulia, walau hanya sebentar. Namun, ia berharap Tuhan mengijabah harapannya itu.

Begitu singkat rasanya hubungan yang baru dibangun perlahan-lahan mulai hirap bersamaan dengan kepergiannya itu. Tak tega hati mengungkapkan yang sebenarnya kepada sang kekasih, biarkanlah ia menjadi insan yang tersiksa asal bukan perempuannya. Biarkan dirinya menanggung nestapa yang teramat dalam karena ia sadar bahwa dirinya adalah seorang pecundang, yang tak berani mengambil langkah untuk Harsa yang indah.

Sore itu, setelah mandi di sungai, Andika telah rapi dengan setelan casual. Celana jeans pendek dan kaos erigo berbahan hitam.

"Om, aku ajak Aulia ke pantai" Kata Andika meminta izin ke ayah Aulia yang sedang duduk di kursi bambu di teras rumah.

"Jangan pulang kemalaman yah" Andika mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah memanggil Aulia untuk pergi.

Pintu kamar berwarna hijau muda terbuka lebar memperlihatkan sosok perempuan muda yang mengenakan dress ungu muda, tampak aswara di pandang mata. Tak sedikit pun Andika berpaling, ia bergeming menatap penuh anggara pada pesona perempuan di depannya itu.

"Andai saja kau menjadi anagata ku, mungkin jiwaku akan setenang ini. Namun, semakin kutatap dirimu, kau terlihat seperti fatamorgana... Mencintaimu benar-benar menyenangkan, tapi memilikimu hanya halusinasi yang menyakitkan" Lirihnya terdengar begitu pilu.

Perempuan itu menatap bingung pada laki-laki di depannya, melihat kesedihan di wajah kekasihnya, entah apa yang telah dialami oleh laki-lakinya itu. Namun, ia merasakan kegundahan yang begitu pilu.

"Ada apa? Mengapa kau terlihat usang? Seakan-akan jiwamu sedang menjauh dari ragamu?" Pria itu hanya tersenyum kecil lalu menggeleng, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Ayo kita pergi, aku ingin sekali menikmati keindahan sandyakala... Yang mungkin ini akan menjadi momen terakhir kita" sambungnya dalam hati.

Aulia mengangguk, kemudian mereka keluar, dan menghampiri seorang pria paruh baya. Aulia meminta izin kepada ayahnya, dan mencium punggung tangan sang ayah diikuti oleh Andika. Kedua anak manusia itu berjalan dan perlahan-lahan menjauh hingga tak terlihat lagi oleh pandangan mata pria tua itu.

Kini mereka telah tiba di pantai yang berjarak satu kiloan meter dari rumah mereka. Ada banyak sekali orang-orang yang menikmati sore itu, duduk di atas pemecah ombak yang menjadi pelindung rumah-rumah dekat pantai kala ombak menerjang.

Di sebelah kanan pantai, terdapat batu yang sangat besar tertancap kokoh di atas bibir pantai. Di atas batu itu terdapat dua kuburan tua, tiang yang dibangun dengan menggunakan bahan semen, yang bertuliskan VOC 1972. Rupanya kampung itu pernah dijajah oleh Belanda hingga dinamakan kampung Tiang Bendera karena sejarahnya yang kelam.

Di atas batu besar itu pula dibangun sebuah gubuk kecil bagi para penikmat senja dan orang-orang yang ingin mencari jaringan internet. Di gubuk itu, dua sepasang kekasih yang hubungan asmaranya tak diketahui oleh orang-orang, sedang duduk bersebelahan sambil menikmati semilir angin dan lautan lepas yang sangat indah.

"Kak" Panggilan yang begitu khas keluar dari bibir mungil Aulia teruntuk pria di sampingnya. Andika menoleh dengan tatapan penuh sayu.

"Hmmm"

"Kau adalah pria pertama yang mampu menyentuh kalbuku, kau adalah cinta pertamaku yang mampu menggores relung hatiku, aku berharap kau bisa menepati janjimu... Janji untuk menikahiku, walau aku tidak tahu, apakah hubungan sepupu dapat menikah. Namun, aku sangat berharap kau adalah laki-laki yang dipilih oleh semesta untukku" Andika hanya menatap hamparan laut yang terlihat teduh. Terlihat seperti lantai hingga menipu mata, padahal di dalamnya banyak sekali lengkara yang siap memangsa.

Aulia menatap Andika yang sedari tadi bergeming, ada sedikit kegelisahan yang dirasakan Aulia sekarang.

"Kau telah merenggutnya. Kau telah merenggut semuanya, sampai tak ada lagi sedikit pun untuk ku simpan... Jika bukan denganmu, maka aku pasti tidak akan menikah, karena tak ada lagi kehormatan yang kuberikan untuk suamiku" Kalimat itu terucap dengan sangat fasih dari bibir Aulia, kala menyadari keanehan dari sikap Andika.

Entah kenapa rasanya begitu memilukan dan menyesakkan, seakan alunan sedih terdengar jelas di telinga, yang membuat sesak sampai perempuan itu kesulitan untuk bernapas. Bahkan menghirup udara pun begitu sulit. Oh, begini kah rasanya hubungan yang tak pasti?

"Demi Tuhan, perasaanku tidak membohongi dirimu, kau adalah satu-satunya perempuan yang membuat jantungku berdebar sekaligus melemahkan. Aku berharap takdir kita tidak seperti bentala dan nabastala yang tak bisa bersama. Aku begitu takjub pada keindahan pesonamu, sampai aku lupa ada aturan yang membatasi kita" Pria itu menghela napas panjang, lalu menggerakkan tubuhnya hingga menghadap pada perempuan yang begitu serius menikmati Sagara.

Sangat berat untuk jujur, tapi sebaiknya ia mengutarakan yang sebenarnya, mungkin itu adalah jalan terbaik daripada berbohong.

"Kau akan pergi?" Sudah sangat lama perempuan itu membendung air matanya agar tidak keluar, dan pada akhirnya air mata itu terjatuh juga.

"Sungguh, ucapanmu adalah racun yang telah menggerogoti sebagian jiwaku" Sendunya melirik wajah pria di depannya yang memperlihatkan matanya yang berkaca-kaca.

"Jangan menangis, itu membuatku terluka... Bukan kehendakku untuk seperti ini, tapi takdir berkata lain, bahkan semesta pun tak merestui hubungan kita" Aulia menghapus air matanya, ia menarik napas panjang kemudian mengembuskan perlahan-lahan.

Sudut bibirnya terangkat membentuk lengkungan tipis, lalu merekah sangat lebar.

"Daksa yang berjalan ini tak lagi memiliki atma, seiring dengan renjana yang berubah menjadi lengkara..." Suara Aulia tercekik, begitu menyakitkan

"Aku akan berhenti mencintaimu, seorang pecundang sepertimu tidak pantas mendapatkan kasihku bahkan perasaan ini telah menjadi jelaga yang tak bisa kembali putih" Setelah mengatakan untaian kepahitan, perempuan itu lekas pulang. Namun, dihalang oleh Andika.

Pria itu tanpa tahu malunya menarik tubuh Aulia dalam dekapannya, memeluk erat dengan tubuh bergetar. Perempuan itu menyadari getaran dibahu laki-lakinya, bahkan merasakan setitik air jatuh mengenai kulit punggungnya.

"Tak pernah terbesit betapa bahagianya aku ketika mengatakan, "aku melepasmu" Aku pun begitu menderita mengetahui kenyataan pahit ini. Jangan menyiksaku dengan membunuh cintamu, Aulia".

Perempuan itu hanya terkekeh dalam tangisan yang tak bisa lagi dibendung, bodoh jika ia melupakannya dengan mudah. Namun, lebih gila lagi jika ia masih harus menyimpan cinta untuk pria yang tengah memeluknya. Karena jika demikian, akan hanya menyisakan goresan luka yang semakin dalam dan nestapa yang tak berujung.

"Kita di takdirkan seperti ikan dan burung yang tak akan mungkin bersama. Maka lepaskanlah perasaan ini yang mungkin akan menjadi penyakit seumur hidup... Sudah cukup kau mengambil kehormatanku, harga diriku tapi jangan ambil jiwaku"

.

.

.

.

Lanjut part 5.

Agak sesak nulisnya 🥺

1
Agus Tina
Baguus
Aninda Peto: makasih kak
total 1 replies
Dair Kasma
suka paragraf pertama
Dair Kasma
lanjut
Dair Kasma
aku suka kata diksi yang digunakan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!