Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Jam Update pukul 9.00 pagi dan malam pukul 19.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diikutin Kuntilanak
"Ntar Mas kirimin sepatu baru, kamu harus tetap semangat, tetap sekolah!" kata Junaidi dengan lirihnya.
Mendengar suara lirih sang kakak membuat Hana sedikit menyesal karena sudah sedikit berbohong. Tapi, Hana terpaksa dan dia pun mulai menjual kesedihannya demi mendapatkan uang.
"Mas, Hana nggak usah sekolah nggak papa, kok. Hana cari kerjaan aja di kota, ya," celetuk adiknya.
"Han, dengerin Mas ngomong. Orang yang sekolah aja lagi susah nyari kerjaan, apalagi nggak sekolah. Udah, kamu nurut aja sama Mas, soal biaya hidup kamu sama ibu biar Mas yang tanggung!" Junaidi kembali menegaskan dan Hana memutuskan sambungan teleponnya begitu saja.
"Kenapa dah? Main putus-putus aja," gerutu Junaidi, lalu dia kembali membuka dompetnya, dia pun meringis saat melihat sisa uangnya.
"Kenapa, lu?" tanya Rumi yang baru saja kembali dari mandinya dan yang ditatap menoleh.
"Pinjemin gua duit, Hana mau beli sepatu," jawab Junaidi, mendengar nama Hana membuat Rumi segera memberikan uangnya.
"Nih, beliin yang bagus, biar awet sekalian, balikin kalau udah ada, nggak usah musingin ini." Rumi memberikan lima lembar uang berwarna merah itu dan Junaidi tak segera menerimanya.
"Ini, nggak mau?" tanya Rumi lagi.
"Gua curiga, jangan-jangan lu suka sama Hana, ya?" tanya Junaidi seraya bangun dari duduk.
"Eh, gua harus jawab apa, Jun?" tanya Rumi seraya tertawa, menertawakan dirinya sendiri.
"Play boy cap kodok kaya lu, jangan harap dapatin adik gua!" jawab sahabatnya itu seraya mengambil uangnya.
"Hmm," jawab Rumi singkat.
"Semenjak adik lu agak gedean dan terlihat cantik, gua udah tobat jadi play boy. Gua putusin buat nungguin Hana sampai dia lulus sekolah. Gua sukses, ntar gua lamar adik lu," lanjut Rumi seraya menyisir rambutnya yang masih basah.
Sekarang, Rumi menatap Junaidi dari cermin kecil yang menempel di dinding. "Saran gua, sih. Lu cari kerja, ngojek sekarang sepi, ngojek lu jadiin sampingan aja, Jun."
Junaidi mendongak, dia yang duduk di kasur lepeknya itu sedang bingung, bingung memikirkan bagaimana caranya menghadapi rasa takutnya saat ini dan seterusnya.
"Ngapain lu liatin gua kaya gitu?" tanya Rumi dan Junaidi menggeleng.
"Gua berangkat dulu," kata Rumi yang kemudian meninggalkan Junaidi sendiri di kamarnya, lalu dia kembali untuk mengingatkan sahabatnya, Rumi melongokkan kepala. "Jun, jangan lupa kunci pintu, ternyata di kosan ini ada maling."
****
"Bener kata Rumi, gua harus kerja, nggak boleh ngandelin ojek doang yang kadang ada kadang nggak ada, tapi gua kerja apa?" tanyanya pada diri sendiri.
Lalu, Junaidi membuka ponselnya, dia mencari lowongan pekerjaan dari laman sosial medianya.
Kebetulan, pria tampan berambut pendek itu melihat sebuah iklan.
"Dibutuhkan untuk bagian cleaning servis, siap dan serius bekerja, hubungi nomor di bawah ini." Junaidi membaca dengan suara lirih.
"Wah, boleh juga, nih. Pagi sampai sore kerja, sorenya nyari tambahan, jadi gaji gua bisa utuh kalau buat sehari-hari dapat dari ngojek," ucapnya dengan semangat.
Sekarang, Junaidi bangun dari duduk, dia pergi ke kamar mandi, dia yang menggosok badannya mengunakan sabun itu merasa sedang diperhatikan.
"Nengok nggak, ya? Gua takut ada yang lagi liatin gua mandi, apa ini perasaan gua aja?" tanya Junaidi dalam hati.
Namun, bulu halus di leher dan lengannya seketika berdiri tegak, dia pun bergidik merinding. Kemudian, Junaidi pun mengusap lehernya yang terasa amat dingin. Yakin, Junaidi yakin kalau ada sesuatu di belakangnya.
"Gua pemberani, bukan penakut!" ucapnya pada diri sendiri. Lalu, ada sesosok wanita yang menjawab.
"Yakin, Bang?" tanyanya dengan suara halus dan saaaaangaat lembut.
Deg! Junaidi terdiam, dia bahkan mengabaikan rasa perih di matanya saat terkena busa sabun.
"Kenapa diem, Bang?" tanyanya lagi dan kali ini suaranya semakin lembut, semakin halus, Junaidi yang hanya memakai cd itu pun baru kali ini mendengar suara seperti itu, terlebih lagi, ini adalah kos-kosan pria.
"Bang," panggil sesosok perempuan yang duduk di atas pintu, dengan gaun putih yang menjuntai, dia duduk dengan mengayunkan kedua kakinya.
Sementara itu, Junaidi sudah mengompol, kakinya gemetar dan karena itu, sosok putih yang sedang memperhatikannya itu tertawa. "Hihihiiii."
Glek! Junaidi menelan salivanya.
Dia pun memberanikan diri untuk menoleh, niat hati ingin mengusirnya, tapi baru melihat gaun yang menjuntai itu sudah cukup membuat Junaidi gelagapan, dunianya terasa amat sempit dan tiba-tiba saja pandangannya menjadi gelap, pria tanpa busana itu jatuh pingsan di kamar mandi.
****
Di kampung halaman Junaidi yang berada di Jawa Tengah, Hana baru saja turun dari angkot dan sudah ditunggu oleh beberapa temannya di depan gerbang sekolah.
"Gimana, nanti ikut nggak?" tanyanya.
"Ntar dulu, Mas Juna belum kirim, harusnya sih nanti siang, aku yakin dia bakal kirim uang buat aku. Ntar aku ikut, ya. Jangan ditinggalin!" ucap Hana seraya menatap temannya satu persatu.
"Senengnya yang punya abang, gue juga mau dong, apalagi Mas Juna ganteng, coooo," timpal Riri, sahabat Hana.
Dengan cepat, Hana menoyor kepalanya. "Nggak mau aku punya ipar kaya kamu, pengeretan, ntar mas aku jadi pelit sama aku!" celetuk Hana dengan cepat.
Namun, sampai siang hari, Hana tidak mendapatkan kabar kalau kakaknya sudah mengiriminya uang, membuatnya jadi gelisah.
Berulang kali Hana menghubungi kakaknya dan panggilannya tak terjawab. "Duh, Mas Juna kemana, sih? Aku butuh banget uangnya buat jalan-jalan besok ke Batu."
"Kalau Mas kamu belum kirim, mungkin dia belum ada uangnya, Nduk. Sabar dan do'ain Masmu, biar sehat dan juga dikasih selamat di perantauan." Marni yang sedang menyetrika baju pelanggannya di ruang depan itu mencoba menasehati bungsunya.
"Ibu, kalau ibu ada duit, Hana juga nggak minta sama Mas Juna," jawab Hana yang kemudian bangun dari duduk, dia kecewa karena sampai sekarang, tidak ada notif uang masuk.
****
Di perantauan, Junaidi membuka matanya dan dia masih berada di kamar mandi, merasa sakit di kepala bagian belakang dia pun mengusapnya dan ternyata sedikit berdarah.
"Aakhh," desisnya seraya mencoba bangun dari jatuhnya.
"Sialan, gara-gara kuntilanak itu, gua jadi jatuh," gerutunya dan sekarang, dia pun membasuh tubuhnya, melilitkan handuk ke pinggangnya, Junaidi kembali ke kamarnya dengan kepala terus menunduk.
"Nggak bisa, masa gua harus jalani sisa hari gua dengan rasa takut gini, gua harus bangkit, lawan rasa takut ini!" ucapnya dalam hati dengan menggebu, tapi begitu memikirkan caranya, Junaidi pun terdiam.
Pria bertelanjang dada yang sekarang sudah ada di kamarnya itu coba bertanya pada google, mulai dengan pencariannya dan salah satu jawabannya mengatakan kalau jangan sampai kita melakukan kontak mata dengan mereka, maka mereka tidak menyadari kalau kita dapat melihat hantu.
Sekarang, pria tinggi tegap itu segera berpakaian dan merasa lapar, Junaidi pun keluar dari kamar untuk ke warteg terdekat.
Namun, baru saja membuka pintu, dia sudah melihat kalau ada yang sedang menunggunya, dia adalah yang mengintipnya di kamar mandi tadi.
Junaidi tetap menunduk, dia tak mau melihat wajah hantu wanita itu. "Bang, aku tau Abang bisa lihat aku, kan?" tanyanya.
"Enggak!" jawab Junaidi singkat, dia pun segera pergi meninggalkan sosok tersebut.