NovelToon NovelToon
Cinta Rasa Kopi Susu

Cinta Rasa Kopi Susu

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Zylan Rahrezi

Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenangan yang Tertinggal di Setiap Cangkir

Bab 8: Kenangan yang Tertinggal di Setiap Cangkir

Hari-hari berlalu dengan ritme yang baru di kafe. Pelanggan datang bukan hanya untuk menikmati kopi, tetapi juga untuk berbagi cerita. Beberapa cerita lucu, beberapa mengharukan, dan ada juga yang penuh misteri. Buku catatan Rania kini dipenuhi coretan cerita pendek yang semakin hari semakin banyak.

Bintang, dengan semangat tak kenal lelah, terus mengetik cerita-cerita itu di laptopnya. Dia bahkan memberi nama proyek mereka: “Cerita di Balik Cangkir.”

---

Suatu sore, saat kafe mulai ramai, seorang wanita muda masuk. Dia tampak gelisah, terus melihat ke arah pintu seolah menunggu seseorang. Rania mendekatinya dengan senyum ramah.

“Mau pesan apa, Mbak?”

Wanita itu terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Kopi latte, tapi yang nggak terlalu manis.”

Rania mengangguk dan segera membuat pesanannya. Ketika dia menghidangkan kopi, wanita itu menghela napas panjang.

“Mbak,” kata wanita itu tiba-tiba, “boleh nggak saya ikut program cerita kalian? Saya dengar dari teman.”

Rania tersenyum. “Tentu. Kami senang mendengar cerita apa pun.”

Wanita itu mengambil napas dalam-dalam, lalu mulai bercerita. Tentang hubungan jarak jauh yang sedang dia jalani, tentang rindu yang tak berkesudahan, dan tentang keraguan yang mulai menghantui hatinya.

Bintang, yang duduk di meja sebelah, mendengarkan dengan seksama sambil mencatat.

“Menurut kalian, apa jarak benar-benar bisa membunuh cinta?” tanya wanita itu di akhir ceritanya.

Rania terdiam sejenak, lalu berkata, “Jarak nggak bisa membunuh cinta kalau dua orang yang saling mencintai tetap berjuang. Tapi, kadang kita juga harus jujur sama diri sendiri. Apa yang kita perjuangkan masih layak?”

Wanita itu tersenyum tipis. “Terima kasih, Mbak. Jawaban itu... cukup membantu.”

Setelah wanita itu pergi, Bintang menatap Rania dengan pandangan kagum.

“Lo bijak juga, ya,” kata Bintang.

Rania tertawa kecil. “Bukan bijak, cuma pernah ngerasain aja.”

Bintang mengangkat alis. “Cerita lama?”

Rania mengangguk pelan. “Dulu, gue pernah pacaran sama orang yang tinggal di kota lain. Awalnya baik-baik aja, tapi lama-lama... ya, mulai renggang. Akhirnya kami putus.”

Bintang terdiam, mencoba memahami rasa sakit di balik kata-kata Rania. “Maaf, gue nggak bermaksud bikin lo inget hal itu.”

Rania tersenyum. “Nggak apa-apa. Itu bagian dari hidup gue. Lagian, kalau nggak ada kejadian itu, gue mungkin nggak bakal jadi kayak sekarang.”

---

Malam itu, setelah kafe tutup, Bintang dan Rania duduk di teras belakang, menikmati udara malam.

“Lo percaya nggak, semua yang kita alami punya tujuan?” tanya Bintang tiba-tiba.

Rania menatap langit yang bertabur bintang. “Mungkin. Gue rasa, setiap orang punya jalan masing-masing. Yang penting, kita tetap melangkah.”

Bintang tersenyum. “Gue setuju. Kadang kita nggak tahu ke mana jalan itu akan membawa kita, tapi kita harus percaya.”

Suasana hening sejenak, hanya suara angin yang berbisik.

“Eh, by the way,” Bintang tiba-tiba memecah keheningan, “besok ada event kecil di kedai Pak Herman. Mau ikut?”

“Event apa?”

“Festival Kopi Lokal. Lo bisa ketemu banyak orang yang cinta kopi kayak lo.”

Mata Rania berbinar. “Serius? Gue mau banget!”

Bintang tertawa melihat antusiasme Rania. “Oke, besok kita berangkat pagi-pagi.”

---

Keesokan paginya, mereka kembali ke kedai Pak Herman. Suasana di sana jauh lebih ramai dari sebelumnya. Ada stan-stan kecil yang menjual kopi, biji kopi dari berbagai daerah, dan peralatan seduh manual.

Rania merasa seperti anak kecil di taman bermain. Dia berkeliling, mencicipi berbagai jenis kopi dan berbincang dengan para barista serta petani kopi.

Di salah satu stan, dia bertemu seorang wanita paruh baya yang menjual biji kopi langka. Rania tertarik dan mulai bertanya-tanya. Wanita itu dengan ramah menjelaskan proses penanaman dan pemrosesan kopi tersebut.

“Kopi ini unik,” kata wanita itu. “Rasanya manis alami, dengan aroma bunga.”

Rania membeli satu paket biji kopi itu dengan penuh semangat.

Bintang yang melihat kegembiraan Rania hanya bisa tersenyum. “Lo benar-benar jatuh cinta sama kopi, ya.”

“Banget. Kopi itu... lebih dari sekadar minuman. Dia bisa menyatukan orang, menyimpan kenangan, bahkan bikin cerita baru.”

Bintang mengangguk setuju. “Dan kita sedang bikin cerita baru sekarang.”

Mereka saling tersenyum, merasa bahwa kolaborasi ini bukan hanya tentang kopi atau cerita, tapi juga tentang perjalanan mereka sendiri—perjalanan mencari makna di balik setiap cangkir kopi.

To be continued...

1
໓աiɛ🌸
novelnya ringan....aku suka cara penulisan dan tata bahasanya..
Zycee
Makasih
anggita
oke lah👌👍
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡: semangat buat up nya🙏✌
total 1 replies
anggita
oke👌thor.. terus berkarya tulis. semoga novelnya sukses. salam buat mbak Rania barista kopi😊.
anggita
jadi ingat, klo ga salah dulu ada film judulnya Filosofi Kopi🤔
anggita
like+iklan 👍☝
anggita
Bintang⭐💻📝... Rania☕🍵
Fitria Mila astuti
bagus bahasa nya dan alur ceritanya...ringan tapi menarik. 👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!