Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
"Bapak mirip sekali dengan Papa. Boleh aku memeluk Bapak sebentar saja."
Arnav tersenyum mendengar permintaan itu. Dia memeluk Vita dan mengusap punggungnya. "Papa kamu kemana?"
"Aku tidak pernah bertemu dengan Papa. Mama dan Papa bercerai saat Mama hamil aku."
Entah mengapa perasaan Arnav tiba-tiba berubah. Dia seperti bisa merasakan kesedihan yang dirasakan Vita. "Kamu bisa menganggapku seperti Papa kamu sendiri. Tidak apa-apa kamu sering main ke sini saja."
Vita tersenyum. Ternyata benar, papanya sangat baik. Dia melepas pelukannya dan mendongak menatap papanya.
Arnav terpaku melihat senyuman yang berurai air mata itu. Baru kali ini senyuman itu menyita perhatiannya.
Gita?
Tiba-tiba Arnav teringat dengan senyuman Gita yang sangat mirip. Kemudian dia melihat name tag di dekat saku Vita.
"Nama kamu Arvita?"
Vita menganggukkan kepalanya. Senyuman manis itu masih terukir di bibirnya
Mungkin hanya kebetulan saja namanya sama dengan Arvin.
"Kamu satu sekolah dengan Arvin?" tanya Arnav sambil menuntun Vita agar masuk ke dalam rumahnya.
"Iya, Om. Kita baru kenal. Saya masih murid baru," jawab Vita.
"Baru kenal? Tapi kalian kelihatan sudah akrab."
"Vita, ayo berangkat. Sudah siang." Arvin memakai tasnya sambil berjalan mendekati papanya dan Vita. "Aku berangkat dulu ya, Pa. Kalau mau bicara, nanti saja setelah Papa pulang dari kantor."
Arnav heran dengan sikap Arvin yang terlihat sangat ceria hari ini. Dia mengantar Arvin dan Vita sampai di depan rumahnya. Baru kali ini juga dia melihat senyum lebar Arvin saat bercanda dengan Vita.
"Om, kita berangkat dulu."
Bahkan Arvin dan Vita kompak melambaikan tangan padanya. Dia membalas lambaian tangan itu. "Sebenarnya siapa Vita? Apa dia memang pacar Arvin?"
Saat di jalan, Vita masih saja tersenyum sambil memeluk Arvin. "Kak Arvin aku senang sekali hari ini karena akhirnya aku bisa memeluk Papa. Ternyata Papa baik ya."
Arvin juga ikut tersenyum mendengar cerita Vita. "Sebenarnya Papa memang baik. Tapi kalau hatinya sedang emosi gak bisa berpikir jernih. Mama akhirnya jadi korban. Papa tidak mau memberi kesempatan pada Mama."
Vita semakin mendekatkan dirinya dan menyandarkan dagunya di bahu Arvin. "Kak Arvin sudah baca novel itu? Tapi Mama sebenarnya juga egois karena bagaimanapun juga Papa pasti cemburu kalau Mama dekat dengan pria lain."
Arvin menganggukkan kepalanya. "Iya, kamu benar. Aku gak tidur sama sekali sampai matahari terbit untuk baca novel itu. Sekarang aku paham dengan masalah Papa dan Mama yang hanya salah paham dan sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Nanti kita cari solusi untuk mereka berdua ya. Aku yakin mereka masih saling mencintai."
Vita menganggukkan kepalanya lagi. "Papa anggap kita pacaran loh. Tapi kok aneh Papa gak larang Kak Arvin pacaran. Gak marah sama sekali."
"Kayaknya Papa gak bisa marah sama kamu. Aku bisa lihat sendiri dari sorot mata Papa memandang kamu, ikatan batinnya sangat kuat."
Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di sekolah. Beberapa temannya terkejut menatap mereka. Kedua tangan Vita yang masih melingkar di pinggang Arvin membuat heboh siapapun yang melihatnya.
"Omo, es kutub udah leleh!"
"Mereka udah jadian?"
Buru-buru Vita turun dari motornya karena dia tidak mau menjadi bahan gosip di sekolah itu. "Kak Arvin, aku duluan ke kelas ya."
"Tunggu sebentar!" Arvin melepas helmnya lalu berjalan di samping Vita.
"Gak enak dilihat sama teman-teman."
"Biarin. Aku gak peduli. Sepulang sekolah nanti aku antar ya. Jangan bareng sama Shaka."
Vita tersenyum mendengar hal itu. "Yes, Kakak. Tapi Kak Shaka itu baik udah kasih aku info tentang Papa."
"Ya, Shaka memang baik tapi dia playboy. Mantannya banyak."
"Omo ...."
"Apa lo bilang?" Shaka menghentikan langkah mereka. "Playboy? Gue rela tobat demi Vita."
Vita hanya menggelengkan kepalanya lalu pergi meninggalkan mereka berdua. "Kita lanjut nanti saja, Kak."
Shaka menepuk bahu Arvin lalu merangkulnya sambil berjalan menuju kelas. "Lo udah tahu soal Vita?"
Arvin menganggukkan kepalanya. "Semalam gak sengaja gue pingsan di depan rumah Vita dan bertemu sama Mama."
"Benar-benar takdir yang tak terduga. Ck, kayaknya mulai sekarang gue harus baikin lo biar bisa jadi ipar lo."
Arvin menjotos lengan Shaka. "Nggak! Gimana nasib cewek-cewek lo itu. Jangan sampai lo juga nyakitin Vita."
"Wih, ternyata peran kakak sudah dihayati. Gimana dengan band itu? Setelah gue pikir-pikir, gue mau bergabung."
Arvin menghentikan langkahnya. Dia masih belum tahu bagaimana kelanjutan band itu. Entah jadi ikut audisi atau tidak. Sekarang dia juga sudah menemukan mamanya, sudah tidak perlu lagi bergabung di perusahaan itu.
"Besok kita bahas ini di basecamp. Lo datang saja."
...***...
Vita, tolong bujuk Mama kamu agar mau datang di acara makan malam nanti. Tante sudah mengundang pemimpin Tama Group yang telah memberi sponsor di film Mama kamu, tapi Mama kamu bilang tidak bisa datang. Tolong bantu Tante ya, karena ini proyek besar Mama kamu.
Vita terkejut membaca pesan dari Ulfa. Dia segera berdiri dan berlari keluar dari kelas.
"Vita, mau kemana? Katanya mau ke kantin bareng!" teriak Zeva yang melihat Vita berlari keluar kelas.
Vita tak peduli dengan teriakan Zeva. Akhirnya dia menemukan Arvin yang baru saja keluar dari kelas. "Kak Arvin, ikut aku sebentar."
Vita menarik tangan Arvin yang membuat pada fans Arvin semakin kepanasan.
"Ada apa? Mau ke kantin bareng?" tanya Arvin.
"Ada sesuatu yang mau aku katakan." Mereka berhenti di bawah tangga yang sepi. "Apa nanti malam Papa akan datang ke acara makan malam?" Vita menunjukkan pesan dari Ulfa pada Arvin.
"Tante Ulfa, siapa?"
"Dia pemilik Imagine Films, perusahaan yang memproduksi film Mama. Dia juga istri Om Gibran."
"Istri Om Gibran?"
Vita menganggukkan kepalanya. "Tapi tenang saja, Om Gibran masih ada di Surabaya. Aku gak bisa bayangkan bagaimana reaksi Papa kalau tahu dia memberi dana sponsor pada perusahaan milik istri Om Gibran dan Mama juga berkecimpung di dalamnya."
"Soal pekerjaan Papa profesional dan aku yakin Om Gibran gak ikut campur di perusahaan istrinya makanya Papa tidak tahu. Kata kamu Om Gibran gak ada di sini kan?"
Vita menganggukkan kepalanya. "Iya."
"Kalau begitu kita pastikan mereka bertemu malam ini."
💗💗💗
Komen jangan lupa ya. 😁
Yang belum rate bintang, yuk rate bintang 5. 😁