Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
"Ini ibuku, Melinda namanya."
"Aku sudah memberitahunya tadi siang, " sergah Melinda saat Ben mencoba memperkenalkannya pada Mira.
"Yang ini Virgo, adikku. Disebelahnya ada Mona, istrinya. Boy, anak mereka. Dan tepat di depanmu itu Emily, adikku yang paling kecil."
Mira menelan ludah. Banyak juga nama-nama orang yang harus ia ingat. Mana Mira tergolong manusia yang susah menghapal nama orang.
Virgo menekan pisaunya agak kasar hingga menciptakan suara dentingan. "Jadi kami dipanggil ke sini cuma buat perkenalan."
"Kata dokter itu bagus untuk membantu memulihkan ingatan kakak iparmu."
Mati aku! Sampe nasi goreng dikasih kuah juga, ingatan itu gak akan pernah pulih. Gimana kalo mereka tau aku bukan Mira Mahalia asli? Aku akan dipenjara?
"Gimana kalau ternyata amnesianya permanen?"
Uhuk uhuk.
Sekonyong-konyong, Mira tersedak makanannya. Selain karena perkataan Virgo yang langsung kena sasaran itu, lidah Mira tampaknya kurang cocok dengan steak medium rare yang menjadi menu makan malam hari ini.
Lidah yang terbiasa makan tempe penyet, harus berkelahi dengan daging yang masih setengah matang itu.
Ben buru-buru mengambilkan air. "Are you okay, Sayang?"
Mira segera meneguk minumannya sambil mengangguk.
"Kak Ben sekarang perhatian banget sama Kak Mira."
Si bungsu akhirnya angkat bicara.
Ben mengangkat kedua alisnya sebelum tertawa kecil. "Perasaan kamu aja. Dari dulu aku kayak gini."
Emily mengangkat kedua bahu, lalu kembali bersikap masa bodoh dengan sibuk menyelesaikan makanannya.
"Pesta yang dijadwalkan minggu depan sudah beres, Ben?"
"Sedikit lagi, Mom."
"Coba dari awal aku yang ngurus, pasti sekarang semua sudah beres," sanggah Virgo.
"Kalau memang pekerjaanmu sebagus itu, kamu gak cuma jadi Manajer sekarang."
Virgo mengepalkan tangan sambil menggebrak meja makan beralaskan marmer mewah itu. Ekspresinya terlihat begitu kesal menatap sang kakak.
"Stop! Kalian ini tidak bisa deket sebentar, selalu ribut-ribut!" teriak Melinda.
"Dia duluan yang mulai," jawab Ben tanpa beban.
"Dia yang selalu angkuh, Mom!"
"Sudah! Mau sampai kapan kalian-" Melinda menggantung kalimatnya.
Suasana tiba-tiba hening. Seluruh orang di meja makan panjang itu menatap pada satu arah: Mira.
Wanita itu kini menutup mulutnya setelah sebelumnya menunjukkan tanda-tanda hampir muntah.
"M-maaf, tiba-tiba saya ngerasa mual."
"Kak Mira lagi hamil?"
Celetukan Dona kontan membuat semua orang kaget bersamaan.
"Kamu hamil?" tanya Ben yang segera menoleh ke sampingnya.
"A-aku?" Mira mengarahkan telunjuknya sendiri tepat di depan hidung. "Hamil? Aku?"
***
Wanita ini sedang hamil?
Mira mematut dirinya di depan cermin.
Bagaimanapun, ia terakhir hamil sekitar 11 tahun lalu, saat dirinya masih berusia 24 tahun. Tak heran bila Mira lupa rasanya hamil seperti apa.
Ia pun tak habis pikir mengapa harus terjebak di tubuh wanita yang sedang hamil? Apalagi tubuh wanita ini tidak muda lagi. Meski masih cantik, Mira bisa menebak wanita ini tampak sebaya dengannya. Pasti tidak akan mudah menjalani kehamilan di usia segini.
Haduh, masuk ke tubuh orang aja udah masalah. Kenapa harus ditambah masalah baru?
Mira menoleh mendapati pintunya terbuka setelah diketok sebentar.
Ben muncul.
Ia masih tampak gagah dengan handuk kimono berwarna navy yang menempel di badannya.
"Kenapa Anda masuk--"
Oh iya, dia kan suami wanita ini.
Pria tampan yang memelihara jenggotnya itu, tiba-tiba mendekat ke arah Mira.
Dimajukan wajahnya hingga hanya berjarak sejengkal tangan dengan wajah Mira.
Saking kagetnya, Mira mematung saja mendapat tatapan tajam Ben.
Semakin lama, Ben semakin mendekatkan wajah, hingga hembusan napasnya menerpa wajah Mira.
Sungguh, hati Mira ingin mengelak, tapi tubuhnya seolah menolak. Wanita itu malah memejamkan mata, seolah pasrah dengan semuanya.
Tetapi bukannya mendapatkan hal yang ia pikirkan sebelumnya, Mira mendengar Ben berbisik.
"Kamu benar-benar udah memastikan kalau lagi hamil, atau belum?"
Mira menggeleng. "Belum."
Ben segera mengambil jarak. Ia menghela napas.
"Besok aku antar kamu ke rumah sakit. Kita harus memastikan kehamilan kamu."
Kali ini, Mira mengangguk.
"Good night."
Ben berbalik hendak keluar dari kamar.
"Mau kemana?"
"Tidur." jawab Ben. "Ini udah malam, bukan cuma kamu yang mau tidur."
Mira mengawasi punggung Ben yang perlahan menghilang dari pandangan.
Entah Mira harus senang atau sebaliknya. Ternyata orang kaya tidak tidur sekamar meski pasangan menikah.
Terus kapan mereka begituan?
Mira memukul kepalanya karena otak yang sudah tercemar itu. Meski sudah lama tidak melakukan aktifitas biologis, bisa-bisanya terpikir melakukan dengan suami orang.
Sadar woi! Kamu ini bukan dia. Kamu wanita baik-baik yang sudah menikah dan punya anak. Bukan waktunya memikirkan hal-hal seperti itu, dengan pria lain pula. Jangan gila, Mira Dania.
***
