Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan Suaminya
Saat ini kami berada di sebuah restoran Korea yang terletak di bawah gedung rumah sakit.
Setelah bercerita aku jadi sangat lapar. Menu semacam Jjigae adalah saat yang pas karena rebusan pedas bisa meredakan emosiku.
Ditambah aku kesal, karena Aram terbangun dan meronta saat kugendong. Tapi saat Kayla menggendongnya dia malah tertidur. Hal itu terjadi dua kali, saat ia dipindah padaku, ia terbangun dan menangis. Tapi kalau di pelukan Kayla, dia anteng saja bahkan sampai terlelap lagi.
Kayla juga tampak kebingungan karena sepertinya dia harus segera pergi lagi.
“Nggak makan?” tanyaku. Wanita ini diam saja dengan es teh manisnya. Kutawari makan dia menolak.
Kayla melirik ke arah jam dinding di atas kasir dan menatapku dengan khawatir. “Pak, saya ini tidak bisa terlalu lama di suatu tempat. Karena mantan suami saya pasti akan segera datang dan mencari saya. Dia pasti tahu saya di sini.”
Aku menatapnya. Semakin dongkol perasaanku ini mendengarnya.
Pertama, Hidup Aram bergantung padanya, wanita asing yang tidak kukenal.
Kedua, si wanita ini sedang diburu seseorang, yang menurut masyarakat, si laki-laki adalah orang ‘jahat’. Tapi aku belum mendengar kondisi dari sisi laki-lakinya sih ya. Manusia zaman sekarang bisa saja berbohong dan playing victim padahal dia penjahat sebenarnya.
Seperti Reina mantanku, masa dia nangis-nangis di depan hakim katanya dia terpaksa memberikan Aram ke penadah karena butuh uang dan aku tak pernah memberinya nafkah?! Jelas-jelas di rekeningnya yang paling banyak mentransfer uang adalah aku!
Dia bilang dia sangat butuh Hermes tapi aku tak membelikannya! Ya jelas saja tak kubelikan, Hermesnya harganya 1 miliar! Memangnya berapa juta orang di dunia ini yang sangat butuh tas dari kulit burung Onta?! Seakan kalau tak punya tas itu, nyawanya akan dicabut Tuhan, begitu?
Di titik ini, aku tidak percaya wanita.
Bahkan ibuku, karena dia yang menjodohkanku dengan Reina dulu.
Kubilang aku butuh waktu untuk memilih, tapi dia bilang dia bisa ‘mati’ kalau aku tak segera menikah.
Makanya dia tak bisa protes saat kuserahkan pengasuhan Aram padanya. Itu pun aku harus pulang 3 jam sekali karena ibu terus menerus menelponku kalau Aram terbangun. Kalau aku dinas di luar negeri dia langsung bawa bayi itu ke dokter kalau Aram terbangun dan menangis. Tak jarang pulang dinas aku menjemput Aram di rumah sakit. Memangnya rumah sakit itu Day Care?! Soal Daycare, aku juga tidak percaya yayasan yang satu ini. Kalian tahu sendiri lah kenapa...
Sampai aku bertanya, memangnya dulu waktu aku bayi, siapa yang mengasuhku?
Iya, ternyata aku diasuh baby sitter. Full 24 jam 7 hari, ada 3 babysitter yang menanganiku, ibuku tak pernah turun tangan.
Tapi itu kan dulu saat ayahku masih dalam masa jayanya, sebelum ia dinon-aktifkan karena perusahaannya gagal bayar klaim ke pemegang polis, akhirnya dibubarkan OJK dan sampai sekarang ownernya kabur ke Amerika, ayahku memang memiliki gaji yang super duper besar. Ia masih memiliki bisnis dengan beberapa pengusaha, salah satunya dengan ayah Reina. Tapi penghasilannya tak sebesar dulu.
Kalau sekarang, mereka bergantung ke penghasilanku. Makanya aku jaga benar-benar pekerjaanku kali ini. Sampai Reina membuat masalah di kehidupanku.
Senangnya hanya sebentar, tapi sebagian besar waktuku tersita untuk menangani kebejatannya.
“Makan saja dulu yang banyak, biar kamu ada tenaga buat lari.” Desisku. Aku bukannya peduli, tapi wajah sudah pucat begitu masih saja mencoba lari-lari? Kalau kenapa-napa di tengah jalan, aku harus bersusah payah lagi mencari donor ASI dari wanita tak dikenal lainnya.
Kayla tampak ragu dan akhirnya dia memosisikan tubuhnya agak miring agar bisa meraih makanan rebusan di tengah. Lalu dengan hati-hati memasukkan ke mulutnya, kulihat ia takut Aram terkena cipratan air pedasnya.
Aku ingin membantu, tapi Aram akan bangun kalau kugendong. Posisiku serba salah. Masa dia harus kusuapi? Istri saja bukan.
“Suamimu... sudah mantan atau belum?”
“Dua minggu yang lalu Pak, Saya sebagai penggugat. Saya menuntut sejak kehamilan saya 6 bulan, saat dia menendang perut saya. Buntutnya segera disahkan pengadilan melalui peninjauan kembali saat saya didorong ke arah truk yang melintas. Saat itu banyak saksi, banyak cctv, di depan banyak anggota polisi yang sedang mengatur lalu lintas. Usia kandungan saya trimester terakhir, beruntung saya tidak terlindas, namun jatuh dengan posisi terlungkup. Dan... ”
Nafasnya mulai terisak.
Aku tidak ingin dia tidak makan.
Jadi kuhentikan perbincangan itu.
“Makan. Kalau kamu lemah begitu, didorong lagi langsung jatuh, kamu. Bisa-bisa anak saya nggak makan.”
Ia melirikku, entah apa maknanya, lalu mulai makan lagi.
Dia makan, aku mengurusi pekerjaanku lewat ponsel.
Boss memanggilku untuk meeting sore ini.
Mereka butuh orang untuk menjaga tambang, aku yang harus cari karena itu memang jobdeskku. Aku kapok cari WNA dari China lagi, karena bukannya menjaga, malah mereka yang menambang sendiri. Mau kuhukum nanti berurusan dengan pemerintahnya... ribet. Mending pakai orang lokal, walau pun banyak omong, banyak protes, tapi murah. Kasih contoh ‘penghukuman’ sedikit, sudah mingkem. Tak lupa kuhubungi beberapa dukun terkenal agar membentengi tempat itu.
Saat sedang deal harga pasokan genderuwo, seseorang membuka pintu restoran dengan kasar dan berteriak.
“Kayla!!”
Belum sampai aku menoleh, seseorang sudah berada di dekat meja kami dan menarik lengan Kayla.
“Brengsek kamu perempuan sundal! Cabut tuntutanmu dasar nggak tahu diri!!” teriaknya.
DI depan mataku ia menonjok wajah Kayla. Sampai wanita itu tersungkur jatuh ke bawah.
Dalam posisi sedang menggendong Aram.
Tapi kulihat ia sebisa mungkin melindungi anakku dari benturan lantai dengan cara mengalungkan tangannya ke kepala Aram.
Akibatnya dia tidak bisa melindungi kepalanya sendiri, ia terbentur ke pinggiran meja.
Belum sampai aku berdiri, laki-laki itu sudah menjambak rambut Kayla dan memaksanya berdiri. Dari gerakannya kuindikasikan ia akan mencelupkan kepala Kayla ke panci rebusan Jjigae.
Tidak di depan mataku, dalam posisi anakku sedang digendong.
Ku tangkap tangannya dan kuhentikan gerakannya.
Ya Ampun... tulang klemer-klemer begini, genggamanku melebihi pergelangan tangannya, kurus kering beraninya sama perempuan. Apa kupatahkan saja? Tapi nanti aku dituntut macam-macam, dia soalnya belum melakukan tindakan kekerasan padaku.
Melakukannya pun aku yakin tidak akan berpengaruh banyak.
Ia menarik tangannya dan menatapku kaget.
Aku sampai menunduk saat melihatnya. Apa tubuhku yang terlalu tinggi? Tapi rasanya kalau dengan Kayla aku tak sampai menunduk serendah ini...
Bau alkohol. Si brengsek ceking ini sedang mabuk rupanya.
Masih siang begini sudah mabuk... dasar sampah.
“Siapa lu?!” serunya menjerit.
Aku mempererat pergelangan tangannya, berharap tangan di genggamanku ini hancur saja. Ia menjerit kesakitan. Dan melepaskan genggamannya ke Kayla. Kayla kulihat langsung lari sambil menunduk ke arah dapur, jauh dari pria ini. Aram tetap di gendongannya.
“Lu mantan lakinya?” tanyaku.
“Gue masih lakinya! Gue nggak terima putusan pengadilan!!”
“Kalau gitu... lo berhadapan sama gue.” Desisku sambil memelintir tangannya.
“Siapa lu, hah?!” serunya sok jago.
“Calonnya.” Bisikku.
Entahlah setan apa yang sedang membisikiku. Tapi di otakku hanya kalimat ini yang terlintas.
Kalau hanya dengan cara ini, si brengsek ini bisa menjauh dari Kayla. Karena dilindungi olehku, yang memiliki tubuh yang jauh lebih besar dan lebih kuat.
Soalnya... ya itu. Hidup anakku tergantung ke Kayla.
“Bangsat! Jadi bener ya dia selingkuh sama lo selama ini! Bakal gue mampusin lo, sundal! Woy denger nggak lo!! Lo bakalan mampus dasar pecun!!”
Aku tidak akan balas menghinanya, walau pun rasanya ingin sekali kuremukkan rahangnya. Aku tahu hal itu malah akan jadi boomerang bagiku.
Jadi aku hanya bisa menyerahkannya ke sekuriti, yang tentu saja dengan mudah menggeretnya ke luar. Kurasa, kalimat apa pun yang akan kugunakan untuk laki-laki ini tak akan didengarnya. Dia sedang dalam pengaruh miras.
Aku juga harus ke kantor, jadi malas untuk panggil polisi, nanti aku dicecar pertanyaan ini-itu.
Lebih baik kujemput saja Kayla.
“Dia sudah dibawa.” Aku menyusul Kayla ke dapur setelah kusambar tasnya yang tertinggal di kursi. Tasnya lumayan berat untuk wanita sekecil ini. Tapi yang namanya Tas wanita di dalamnya banyak barang-barang random biasanya.
“Kamu tidak apa-apa?” aku berlutut untuk memeriksa keadaannya.
Kayla tidak merespon, hanya duduk terlungkup sambil menangis dan memeluk Aram.
Aram sudah bangun, mungkin karena keributan barusan. Ia ikut tergoncang saat Kayla terjatuh. Tapi Aram tidak menangis.
Bayi itu menatap ke arahku, lalu menarik bibirnya.
Ya ampun anakku... ia tertawa!
Anak sekecil ini sudah tahu kalau kini ia dalam perlindungan sepenuhnya, dari seorang ibu yang tak sempat memeluk anaknya sendiri.
Aku menyentuh punggung Kayla, wanita itu agak tersentak lalu menoleh ke arahku.
“P-p-pak?” ia gemetaran hebat. “Ma-af P-pak...” sahutnya tampak ketakutan.
Miris...
Tapi aku kini tahu harus melakukan apa, karena si bedebah itu datang, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri mengenai perlakuannya. Yang terpenting, aku juga jadi tahu kalau dari tadi Kayla hanya berbicara mengenai kebenaran.
“Kamu ikut saya.” Desisku sambil membantunya berdiri, Aku menggendong Aram, lalu kupapah Kayla.
Kami bertiga berjalan menuju mobilku.
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,