Mira Elvana tidak pernah tahu bahwa hidupnya yang tenang di dunia manusia hanyalah kedok dari sesuatu yang jauh lebih gelap. Dibalik darahnya yang dingin mengalir rahasia yang mampu mengubah nasib dua dunia-vampir dan Phoenix. Terlahir dari dua garis keturunan yang tak seharusnya bersatu, Mira adalah kunci dari kekuatan yang bahkan dia sendiri tak mengerti.
Ketika dia diculik oleh sekelompok vampir yang menginginkan kekuatannya, Mira mulai menyadari bahwa dirinya bukanlah gadis biasa. Pelarian yang seharusnya membawa kebebasan justru mempertemukannya dengan Evano, seorang pemburu vampir yang menyimpan rahasia kelamnya sendiri. Mengapa dia membantu Mira? Apa yang dia inginkan darinya? Pertanyaan demi pertanyaan membayangi setiap langkah Mira, dan jawabannya selalu membawa lebih banyak bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon revanyaarsella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4: Jejak Bayangan
Udara malam terasa semakin berat saat Mira terus berlari, meninggalkan Evano di belakang. Setiap langkahnya terasa semakin berat, seolah-olah dunia di sekitarnya mencoba menariknya kembali ke dalam kegelapan yang mencekam. Bayangan-bayangan di antara pepohonan semakin sering bergerak, tapi tidak pernah menampakkan diri sepenuhnya, membuat Mira terus menebak apa yang sebenarnya mengikuti di belakangnya.
"Mira... Mira..." bisikan-bisikan itu semakin keras, namun Mira mengeraskan hati. Dia tidak bisa mendengarkan mereka, tidak bisa terjebak dalam suara-suara itu. Namun, sesuatu tentang bisikan itu terasa akrab, seolah-olah ada bagian dari dirinya yang ingin merespons.
Saat Mira tiba di ujung hutan, dia menemukan sebuah jalan setapak yang tertutupi semak-semak lebat. Meski terlihat seolah jarang dilewati, ada sesuatu yang menariknya ke sana—seperti dorongan naluriah yang memaksa kakinya bergerak maju tanpa berpikir. Bayangan pohon-pohon di sepanjang jalan itu lebih gelap daripada yang lain, seolah-olah menyimpan rahasia kuno yang ingin tetap tersembunyi.
"Ke mana aku harus pergi?" gumam Mira, mencoba mengingat petunjuk Evano. Dia mengatakan ada perlindungan di timur, tapi jalan ini... tidak terasa seperti arah yang benar. Namun, langkah kakinya tetap bergerak, seolah ada kekuatan lain yang memaksanya untuk terus maju.
Ketika dia menapaki jalan itu lebih jauh, suara langkah kakinya berubah. Tanah yang tadinya lembut berubah menjadi batu yang dingin. Jalan setapak kini terasa seperti sebuah koridor yang panjang, dengan dinding bayangan di kedua sisinya. Angin malam tidak lagi terasa, digantikan oleh keheningan yang menakutkan.
Lalu, tanpa peringatan, langkah kaki Mira berhenti. Di depannya, sebuah gerbang besar dari besi hitam berdiri kokoh, tampak usang namun masih sangat kuat. Ukirannya terlihat rumit, menggambarkan sosok-sosok aneh yang tampak saling bertarung di tengah kobaran api biru. Di atas gerbang itu, sebuah simbol yang aneh terpahat dengan jelas—sebuah lambang berbentuk bulat, setengahnya terbakar api, dan setengahnya diselimuti bayangan.
Mira terdiam, mencoba mencerna arti lambang itu. "Apa ini?" bisiknya pada dirinya sendiri. Lambang itu entah mengapa terasa familiar, tapi dia tidak ingat pernah melihatnya sebelumnya. Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari balik gerbang.
"Kau tahu jawabannya. Kau sudah mencariku sejak lahir." Suara itu halus, tapi ada sesuatu yang mengintimidasi di balik nada lembutnya. "Kau hanya belum sadar apa yang kau inginkan."
Mira menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa takut. "Aku tidak mencarimu! Aku bahkan tidak tahu siapa kau!"
Suara itu tertawa pelan, gemanya bergema di sepanjang jalan setapak. "Belum tahu. Tapi waktunya akan tiba, dan kau akan memahami siapa dirimu sebenarnya. Dunia ini... hanya awal dari pencarianmu."
Perlahan, gerbang besar itu terbuka dengan sendirinya, mengeluarkan bunyi berderit yang menggema di udara dingin. Di balik gerbang, tampak sebuah lorong yang gelap, hanya diterangi oleh api biru di dinding-dinding batu. Jantung Mira berdegup kencang, tapi dia merasa dorongan kuat untuk melangkah masuk.
"Apa yang kau tunggu, Mira?" Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat, seolah datang dari dalam lorong. "Kau ingin tahu kebenarannya, bukan? Jawabanmu ada di sini."
"Kau sudah datang jauh, Mira."
Mira terlonjak, matanya terbelalak saat dia menoleh ke sekeliling, mencari sumber suara. Tidak ada siapa pun di sekitarnya—hanya keheningan yang tak wajar. Dia memegang dadanya yang terasa berdegup semakin kencang. "Siapa di sana?"
Mira menelan ludah, hatinya penuh dengan rasa takut dan keraguan. Tapi dia tahu, ini bukan saatnya untuk berhenti. Ada sesuatu yang harus dia temukan, sesuatu yang tersembunyi dalam bayangan masa lalunya. Jika tidak sekarang, kapan lagi?
Dengan langkah yang berat, Mira melangkah melewati gerbang. Suasana di dalam lorong itu jauh lebih aneh daripada yang dia duga. Api biru yang menari di dinding tampak seperti hidup, mengubah bentuk setiap kali dia lewat. Bentuk-bentuk aneh seperti sosok manusia yang berjuang di antara nyala api itu, berbisik pelan setiap kali Mira mendekat.
"Jangan biarkan api itu menipumu," suara itu terdengar lagi, kali ini seperti bisikan di telinga Mira. "Mereka hanya bayangan dari masa lalu. Apa yang kau cari ada di kedalaman ini. Lanjutkan, dan kau akan menemukan kebenaran yang selama ini tersembunyi."
Mira ingin berbalik dan lari, tapi ada sesuatu yang lebih kuat yang menariknya maju. Dia terus berjalan menyusuri lorong, sampai akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang diterangi oleh cahaya aneh—seperti bulan yang memantul di atas air. Di tengah ruangan, terdapat sebuah cermin besar, namun cermin itu tidak memantulkan bayangan apa pun.
Mira mendekat, hatinya berdegup kencang saat dia menatap cermin tersebut. Di dalamnya, tidak ada refleksi dirinya. Hanya kegelapan. Tapi saat dia menatap lebih dalam, bentuk-bentuk samar mulai muncul—seperti bayangan yang sedang menari di balik cermin.
"Kau adalah kunci, Mira," suara itu kembali, kali ini datang dari cermin. "Hanya dengan darahmu, keseimbangan dua dunia bisa terjaga. Tapi pertanyaannya, dunia mana yang akan kau pilih?"
Mira menatap cermin itu, kebingungan semakin menyelimuti pikirannya. "Apa maksudmu?" bisiknya.
"Semuanya ada di dalam dirimu. Tapi kau harus menemukan jawabannya sendiri. Pertanyaannya sederhana—apakah kau siap untuk memilih?"
Mira merasa semakin terperangkap. "Apa yang harus kupilih?"
Cermin itu bergetar, bayangannya berubah menjadi dua—satu bersinar dalam nyala api yang membara, dan satu lagi diselimuti oleh kegelapan malam. "Dunia api... atau dunia malam. Jiwa api... atau darah malam. Kau adalah satu-satunya yang bisa menggabungkan keduanya, tapi hanya jika kau tahu apa yang kau inginkan."
Mira mundur, merasa tubuhnya bergetar. Pilihan ini bukan hanya tentang dirinya. Ini tentang nasib dua dunia yang kini bergantung padanya. Tapi dia bahkan belum tahu siapa dirinya sebenarnya. Bagaimana mungkin dia bisa memilih?
Saat Mira menatap kedua bayangan itu, lorong di belakangnya perlahan mulai tertutup, menyisakan hanya cermin dan pilihan yang menakutkan di hadapannya.