Bawa pesan ini ke keluargamu!
Teruslah maju! Walau sudah engkau tidak temui senja esok hari. Ada harapan selama nafas masih berembus.
Bawa pesan ini lari ke keluargamu!
Siapa yang akan menunggu dalam hangatnya rumah? Berlindung dibawah atap dalam keceriaan. Keset selamat datang sudah dia buang jauh tanpa sisa. Hanya sebatang kara setelah kehilangan asa. Ada batu dijalanmu, jangan tersandung!
Bawa pesan ini ke keluargamu!
Kontrak mana yang sudah Si Lelaki Mata Sebelah ini buat? Tanpa sengaja menginjak nisan takdirnya sendiri. Tuan sedang bergairah untuk mengejar. Langkah kaki Tuan lebih cepat dari yang lelaki kira. Awas engkau sudah terjatuh, lelaki!
Jangan lelah kakimu berlari!
Jika lelah jangan berhenti, tempat yang lelaki tuju adalah persinggahan terakhir. Tuan dengan tudung merah mengejar kilat.
Tuan telah mempersembahkan kembang merah untuk Si Lelaki Mata Sebelah.
Sulur, rindang pohon liar, sayupnya bacaan doa, lumut sejati, juga angin dingin menjadi saksi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Seikat Kembang
..."Jika senja yang engkau damba sudah tidak engkau lihat. Aku akan berdiri lalu menyerahkan seluruh sisa hidupmu. Aku berjanji, tidak akan menyia-nyiakan warna 'merahmu'." - Altar....
Tubuh kering kerontang.
Tulang terbungkus kulit.
Daging hampir tidak ada.
Terpanggang kulitnya sedikit coklat seperti orang yang lama berjemur. Sepertinya sudah lama meninggal, terlihat adanya kulit yang sudah terkoyak secara alami.
"Clause," panggil Tuan Zion.
Yang dipanggil hanya melirik. "Tuan Anthony mengenali mayat pemuda ini. Dia adalah Geta. Petani buah yang berada di Ibukota Homura. Aku sudah mengonfirmasinya." Clause mendekati mayat pemuda itu. Menerobos garis pembatas, memakai sarung tangannya lalu menyentuh tubuhnya bagaikan babi panggang. "Rambutnya sudah rontok, tetapi giginya masih utuh. Diperkirakan mati sekitar 55 jam yang lalu."
"Ditemukan oleh Tuan Anthony dalam perjalanan pulang, 2 kilometer dari Gapura Kota Jariz."
Tuan Zion mengambil papan infromasi yang dibawa oleh wakilnya. Melihat foto pemuda itu sekali lagi. "Yang menarik adalah wajahnya."
"Sama sepertiku. Haha," tawa Clause sembari berkacak pinggang. "Aku tidak menyangka kamu menyukai pria tampan."
"Kita akan bertemu dengannya."
Menoleh dengan cepat. "Dengan siapa?" tanya Clause cepat.
"Dengan Tuan Anthony dan putrinya."
Ruangan bak istana megah, ukiran lambang keluarga semuanya terpampang nyata. Lelaki kekar yang ada di depan Tuan Anthony adalah Kepala Penyidik terbesar di Kota Jariz. Tempat bangsawan berkumpul, juga gudangnya uang dan berlian.
Jemari saling bertaut, rambut kepang berantakan dibiarkan begitu saja didepan bahunya. Menggenggam seikat kembang putih hendak dia sematkan pada batu nisan yang belum selesai dibuat. Tangan sedikit gemetar mengingat, menolak, menepis fakta yang ada.
"Saya turut berduka atas kematian Tuan Geta." Keheningan yang melanda berhasil ditepis oleh Tuan Zion.
"Geta tidak memiliki keluarga. Orangtuanya sudah meninggal ketika dia berusia 2 tahun. Dan sekarang diasuh oleh seorang nenek yang sering memesan kain kepada kami."
"Terima kasih atas informasinya Tuan Anthony." Tuan Zion beralih pandang kepada gadis yang terus saja mendekap lengan ayahnya. "Nona Liliana, saya ingin tahu apakah kamu sudah lama mengenal Tuan Geta?"
Liliana melirik lelaki yang berdiri tegap dibelakang Tuan Zion. Clause mengangkat satu alisnya. "Ada apa Nona Liliana?"
"Apakah malam itu Anda sedang mengejar pembunuhnya?" Sedikit malu wajahnya menunduk.
Clause tersenyum. "Maaf, tetapi itu tidak ada kaitannya dengan kasus Tuan Geta," jawabnya. "Apakah Anda akan menyalahkan kami terhadap kematian Tuan Geta."
"Tidak," sangkal Liliana cepat. "Saya hanya merasa jika ada harapan dia masih hidup jika malam itu benar Anda mengejar pembunuhnya."
Tuan Zion mengangguk. Sedikit mengerti perasaan gadis yang sudah kehilangan kekasihnya. Yah, siapa yang akan bersiap atas kematian seseorang. "Itu adalah pencuri. Sama sekali tidak ada kaitannya. Nah, Nona Liliana bisa menjawab pertanyaan kami sekarang? Sudah berada lama Anda mengenal Tuan Geta."
Itu adalah tamparan fakta. Hal tidak akan kembali lagi, adalah nyawa manusia.
"Saya sudah mengenal Kak Geta sewaktu berusia 5 tahun. Kami sering melihat festival bulanan bersama."
"Bisa Anda menceritakan mengenai kepribadiannya? Apakah dia memiliki musuh atau tidak?"
Liliana memberanikan diri menatap manik yang terus saja terfokus padanya. "Keluarga kak Geta pindah ke ibukota semenjak kelahirannya. Orangtuanya meninggal dalam sebuah insiden kereta api. Kami bertemu pertama kali di festival, dia memberikan saya kue coklat buatannya. Itu sangat buruk, namun, sangat mengesankan." Kenangan itu sedikit menyeruak. Membuat ulasan senyum indah.
"Kak Geta juga memiliki kepribadian yang baik. Dia tidak pernah memiliki musuh atau membuat onar. Sekolahnya lulus dengan sempurna. Saya hanya merasa ini kematian yang mendadak."
"Saya sangat mengerti itu," ucap Tuan Zion. "Saya berharap bisa terus berkomunikasi dengan Anda untuk membantu kami dalam menyelesaikan kasus ini."
"Saya merasa terhormat."
Pintu tertutup. Tidak menyurutkan kedua pasang mata yang terus saja melototi pintu kayu. Sejenak keheningan melanda, ada sesuatu yang menganjal dari pemikiran masing-masing hingga suara decitan kursi membuyarkan lamunan.
"Clause, mari kita mengunjungi mantan kepala kepolisian, Tuan Amadeo."
Benak tidak menyetujui. "Ada apa dengan beliau?"
"Seseorang telah menemukan sebuah jalan tikus."
Yang meringkuk dalam megahnya nuansa dinikmati. Menatap peradaban dari lantai tiga sebuah mansion tidak terhitung nilainya. Kekayaan yang dimiliki oleh seseorang duduk dalam kursi rodanya. Setelah mendapatkan sebuah tanda 'juang' dari pertempuran, lelaki berusia 61 tahun itu pensiun.
"Terimalah salam kami, Tuan Amadeo."
Tuan itu menoleh, tanda gosong berada dipipi kanan wajahnya. "Tuan Muda Connelius," sapanya. "Lama tidak mendengar kabar 'tunanganmu?'" Wajahnya dia palingkan dari asap pembakaran sampah. "Apakah masih ramai atau menyudahi?"
"Tunangan saya berdiri tegak di tanah milik negara." Siapa sangka itu hanyalah nama Kota Jariz.
Clause memiringkan kepalanya, seakan bertanya siapa yang dimaksud.
"Apa sudah buta arah pandanganmu, Tuan Muda Connelius?"
"Sebaiknya Anda beristirahat dengan tenang."
Clause menegang. Sebuah pernyataan perang yang diucapkan oleh Kepala Detektif saat ini, Tuan Zion Connelius. Sedang, Tuan Amadeo masih segar dengan wajah mengejeknya. "Hahahahaha!" tawanya menggelegar.
"Sudah lama tidak bercanda, Tuan Zion. Anda sungguh kaku."
Clause sedikit tersentak dengan tawa yang memecah keheningan singkat. "Saya turut berduka atas meninggalnya istri Anda, Tuan." Pada akhirnya membawa sebuket kembang mawar hitam.
Respon yang dimiliki oleh Tuan Amadeo diluar ekpektasi Clause, Tuan mendelik seakan tahu apa yang arti yang dibawa. "Apakah ada kasus pembunuhan?"
Clause terkesan, sebuah lambang bunga mawar hitam adalah sebuah komunikasi diantara keduanya. Tidak. Mungkin hanya simbol khusus.
"Ada kayu berkulit manusia yang kami temukan dalam kurang dari 24 jam."
Tuan Amadeo mengambil bunga mawar hitam yang diberikan oleh Clause. Memetik salah satu kelopak bunganya. "Seseorang telah menggunakannya sebagai rahasia awet muda dengan sesajen iblis."
"Pada jaman dahulu, wanita penyihir yang dimaksud sudah tewas karena amukan warga. Dibakar hidup-hidup dan dagingnya diberikan kepada anjing neraka. Kulitnya diperuntukkan untuk lapisan monumen belakang gerbang utama kepolisian. Serta, jiwanya sudah diludahi jaman."
Tatapan tajam serta sedikit memicing dilayangkan Tuan Zion kepada Tuan Amadeo. Membuat senyum sebelah bibir tertarik.
"Seseorang kembali dengan wajah masam."
"Itu bukan urusan kami."
Dua bola mata menatap bergantian kepada dua 'kondang' dihadapannya. Informasi atau kisah? Perjalanan mana yang sudah semua rasakan. Pada akhirnya hanya membawa informasi tidak berguna didalam otak Clause.
Clause menundukkan kepalanya, menutup pintu megah beserta lambang keluarga di aula utama-mengantar mereka untuk pulang.
"Clause, apakah kamu paham yang dikatakan oleh Tuan Amadeo?"
Dengan sedikit ragu mengangguk.
"Bagus," jawab Tuan Zion.
Clause panik. "Tidak tunggu, apakah kamu tidak akan menjelaskan?"
"Kamu mengangguk."
Clause baru saja menyesali keputusannya.
Sepetik kelopak jatuh mengenai karpet merah kesayangannya. Tanda cinta dari istrinya yang dijahit sebelum kepergiannya. Tangan berhenti bergerak ketika menghabiskan kelopak terakhir dalam setangkai bunga mawar hitam. Selembar putih kertas nampak di bawah buket bunga. Tanpa ragu tersenyum ketika nominal tunai sudah masuk ke kantong.
"Orang tajir," kekehnya.
...***...
Berlarilah kuda menuju gedung lama berdiri. Perubahan nampak dari waktu ke waktu. Berjajar kereta mesin, deru kendaraan lewat, serta anggota menunduk hormat. Dua belas jam yang lalu, informasi menggantung sudah didapatkan.
Masih bertanya enggan bersuara, berjalan mengekori badan kekar Kepala Detektifnya. "Sebenarnya apa yang akan Anda cari?"
"Kamu memiliki cara kerja yang nyata, Clause." Tuan Zion berjalan masuk dalam gedung segera. Tempat dimana kertas usang, koran lama, majalah dimakan waktu berkumpul.
"Aku sama sekali tidak mengerti!" kesal Clause. Belum sempat makan siang atau sarapan. Rasa kantuk juga menghampiri.
Tuan Zion hanya tersenyum. Jika Clause tidak pintar maka sudah lama dia buang anak satu itu. Berhenti pada ruang kepala penjaga perpustakaan. Hendak masuk ketika aroma kari menyapa indra penciuman Tuan Zion. Melirik Clause dengan wajah bosan. Menghentikan tangan menarik gagang lalu berjalan cepat menuju dapur Arsip Negara.
"Saya memesan dua kari dan roti coklat. Berikan juga susu juga waffle coklat."
Mata Clause berbinar samar, makanan sudah menyapa perutnya yang kosong.
Kunci untuk mendapatkan kepintaran Clause adalah makan manis.
Setelah melihatnya kenyang, sedikit menguap. "Tahu saja jika aku lapar."
"Kita sudah bersama untuk waktu yang lama."
Tenaga dalam posisi prima, membaca lembar demi lembar sebuah catatan pada 30 tahun yang lalu. Begitu buruk ketika sebuah artikel menyatakan seorang perempuan yang dianggap sebagai penyihir. Kisah menggunakan darah manusia, binatang untuk mandi, hanya untuk awet muda.
"Apakah ini kasus yang ditangani oleh Tuan Amadeo?"
"Ya, beliau mengatakan jika mungkin hal yang sama terulang kembali."
Clause meregangkan ototnya kaku. "Bukankah wanita ini sudah meninggal lama? Jika kasusnya terulang, maka pengikut, orang yang terlibat dengannya, anaknya akan dicurigai membangun lagi."
"Salah satu cara adalah kembali ke masa lalu."
Tuan Zion mengangguk setuju. Tempuh perjalanan yang amat jauh kalian lakukan. Berada di Kota Sir yang letaknya 60 kilometer dari Kota Jariz dan setidaknya 15 kilometer dari Ibu Kota Homura. Setelah mengistirahatkan badan sejenak pada penginapan sederhana, sampailah pada Kota Sir. Kebak dengan kembang desa, wantanya sungguh cantik rupawan, penuh dunia malam hiburan dan standar kecantikan tinggi. Sedikit kulit gelap mereka dapatkan.
"Menurut informasi yang didapatkan, wanita yang dimaksud berasal dari salah satu konglomerat. Memiliki rumah pribadi diatas bukit, juga dayang yang jumlahnya 11 orang. Dua diantaranya sudah lama meninggal, tidak memiliki putri, dan tidak menikah." Clause mengulang papan informasi ketika berdiri dalam rumah yang dimaksudkan. Sudah lama ditinggalkan banyaknya debu dan lumut bersarang.
Clause meraih pagar, seketika Tuan Zion menghentikan niatnya. Kulit seputih salju milik Clause tergores benda tajam. "Gakhs," kejut Clause.
"Aku selalu mengatakan kepadamu untuk berhati-hati terhadap apa yang kau pegang, Clause."
"Aku belum memegangnya," sangkal Clause.
Clause membalikkan tangannya, telapaknya tergores. Ada lapisan kaca bening yang bertengger diatas pagar. "Dahulu orang menggunakan kaca ini untuk melindungi rumah." Tuan Zion memberikan sarung tangan hitam tebal juga plester luka sederhana.
"Aku akan bertanya kepada warga sekitar. Kamu masuk."
Clause mengangguk, dipakainya sarung tangan lalu menuju rumah. Aroma debu menyapa indra penciumannya. Mengambil beberapa foto depan rumah, ruang tamu, ruang musik atau sejenis theatre.
Lantai basah membuat Clause tertarik dengan apa yang berada di ruangan kecil dekat tangga. Keran air yang sudah rusak, menetes memenuhi ember. Dibiarkan selama bertahun-tahun airnya sudah meluber.
Menaiki tangga, menuju singgasana di mana sang wanita mandi dengan nyaman. "Sudah 30 tahun," lirih Clause. Mengambil foto yang diperlukan. Tempat dimana ada sebuah tali gantung, ada sedikit bercak darah yang sudah mengering. Garis polisi usang, tempat yang penuh dengan olah TKP sekarang diobrak.
"Tempat korban disedot darahnya hanya menggunakan selang?"
Dengan berat hati meninggalkan beberapa jejak kaki dalam gelapnya rumah, Clause menuju ke lantai paling bawah. Melihat kaptennya datang pada saat yang tepat jikalau Clause tidak segera menemukannya. "Apa informasi yang kamu dapatkan?"
"Mereka bercerita seperti yang dikatakan oleh berita," jawab Tuan Zion.
Clause mendengus. "Hanya berceloteh mengenai gadis yang diludahi jaman. Para pelayan dan keluarga?"
"Aku sudah mengambil data alamat yang bisa kita datangi pertama kali."
"Baiklah," jawab Clause.
Deru kereta mesin masih mengisi kekosongan antara dua manusia yang duduk nyaman. Membawa pemikiran masing-masing berkelana. Menyambungkan titik demi titik yang mereka ketahui.
Tuan Zion sedikit membuka tirai jendela saat kereta mesin berhenti pada rumah megah. Pemikiran Tuan Zion mengacau, masih dia ingati jasad Tuan Geta yang nampak begitu kering. Sedangkan, jika hanya kehabisan darah maka tidak akan menyebabkan ototnya hilang layaknya sulap. Dilihatnya lelaki yang masih menunggu dirinya untuk keluar dari kereta mesin. "Clause, apakah kamu menyadari sesuatu?"
"Yah, kita akan berhadapan dengan hal mistis?"
Tuan Zion nampak menunduk kemudian membuka pintu. "Bukan itu yang aku maksud. Jika kamu menyembelih sapi apakah dagingnya juga akan hilang?"
Mata hitamnya mengisyaratkan keterkejutan yang samar. Sedikit kualahan mengikuti langkah kaki Zion, dunia sedikit berbeda.
...***...
Terpaku pada susunan kertas, papan infromasi, dan juga banyaknya coretan sana-sini. Setelah mengarungi banyaknya daratan, lautan juga udara yang singup, beristirahatlah lelaki yang memiliki keunikan di rambutnya. Clause menutup buku catatannya, larut malam ketika sebuah penerangan mulai redup kehabisan minyak. Tidak terasa sudah melebihi sebulan kasus itu ditemukan. Pada akhirnya, belum menemukan 'hal istimewa.'
"Melihat dalam suasana gelap sangat tidak baik untuk matamu." Seseorang masuk tanpa permisi menyalakan saklar lampu berada di sudut ruangan.
"Indriyana, wanita iblis yang sudah membunuh banyak lelaki, anak, bahkan hewan sekalipun. Bermandikan darah untuk kecantikan. Nyatanya tubuhnya juga awet sampai usianya 30 tahun. Aku sama sekali tidak bisa mengaitkan kasusnya dengan pembunuhan Tuan Geta."
Tuan Zion mengambil kursi yang berada di depan wakilnya. Duduk dengan nyaman. "Aku tidak yakin."
"Dalam dua tahun terakhir ada melaporkan jika ada mayat hasil pembunuhan di sudut gudang dengan tubuh yang kering kerontang selayaknya Tuan Geta. Tapi, usia jasad itu berusia 2 bulan yang tentu saja sudah sangat wajar untuk kering diatas tanah panas."
"Pertama kali pelaporan kasus Tuan Geta hilang adalah saat festival. Dimana Putri Liliana membatalkan kencan," ucap Zion sembari menerangkan hasil pertemuannya dengan Putri Liliana pagi.
"Sebelumnya apakah Putri Liliana bertemu dengannya?"
"Benar, Putri Liliana bertemu sehari sebelum festival terjadi."
Clause mengangguk. "Jarak antara pembunuhan terjadi hanya 3 hari."
Suara ketukan pintu membuyarkan pemikiran Clause. Kedua pasang mata kini tertuju padanya. "Masuklah," jawab Clause.
Seorang lelaki berbadan kekar sedikit pendek memberikan salam kemudian menyerahkan amplop coklat. "Saya diperintahkan untuk memberikan amplop ini kepada Tuan Zion." Satpam depan gerbang berujar sopan.
"Baiklah, terima kasih."
Kembali fokus setelah pintu ditutup. Tangannya masih aktif membolak-balikkan amplop tanpa pengirim. Dibukanya cepat. Koran langsung menyapa indra penglihatan Tuan Zion. Clause mendekat setelah menangkap hal yang unik. Secarik kertas terjatuh dari lembar koran yang tertekuk.
Sesekali ijinkan saya membantu atas bonus yang sudah engkau kirimkan. Saya mendapatkan koran ini sewaktu perjalanan pulang.
-Tuan Amadeo
Zion mendengus mengingat nama kepala detektif saling mengejek.
Geger penemuan jasad bak kayu berkulit, warga semakin ricuh.
Mata Tuan Zion jelas mengisyaratkan keterkejutan yang nyata. Clause merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Suasana begitu mendukung dengan gelapnya malam tiba. Hingga sebuah pesan untuk selalu terjaga. Otak yang siap, dan mental yang kuat.
Zion mengusap kata yang berada di bawah tajuk berita.
Kota Amber.
Kota yang asri dengan banyaknya ladang kopi, sawit, dan teh. Kini dinodai dengan beita yang sama seperti Kota Jariz.
Kasus penculikan manusia hingga nama-nama orang hilang semakin merebak. dan sekrang digegerkan dengan berita yang sangat tidak ingin didengar.
Pojok Orang Hilang semakin ramai.
...Bersambung......
...***...
Meski hati terserang rindu akan rumah tapi canda teman sesama menjadi penghangat lara, namun mereka tak tau ada sesuatu yang tengah mengincar nyawa.~~ Samito.
numpang iklan thor/Chuckle/
Iklan dikit ya thor🤭