Saat keadilan sudah tumpul, saat hukum tak lagi mampu bekerja, maka dia akan menciptakan keadilannya sendiri.
Dikhianati, diusir dari rumah sendiri, hidupnya yang berat bertambah berat ketika ujian menimpa anak semata wayangnya.
Viona mencari keadilan, tapi hukum tak mampu berbicara. Ia diam seribu bahasa, menutup mata dan telinga rapat-rapat.
Viona tak memerlukan mereka untuk menghukum orang-orang jahat. Dia menghukum dengan caranya sendiri.
Bagaimana kisah balas dendam Viona, seorang ibu tunggal yang memiliki identitas tersembunyi itu?
Yuk, ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17
Plak!
"Kenapa kau melakukan ini kepadaku?" sengit Feny pada Aditya, kekasihnya.
"Apa maksudmu? Kenapa kau menamparku? Apa yang salah denganmu?" tanya Aditya dengan ekspresi wajah bingung.
Feny tidak menjawab, melainkan membuka ponselnya, menunjukkan foto-foto yang dia terima dari Desy sebelum ditemukan meninggal dunia. Tak hanya itu, dia juga mendapat kiriman video yang tak seharusnya. Juga video pelecehan Merlia, di antara ketiga laki-laki itu adalah Aditya meski samar.
"Sejak kapan kau berselingkuh dengannya? Apa kau tidak merasa puas denganku?" hardik Feny setelah menunjukkan bukti-bukti yang dia dapatkan.
Aditya yang merupakan siswa populer sekaligus seorang model remaja yang sedang naik daun namanya, menjambak rambut sendiri. Ia tak menduga Desy mengabadikan perselingkuhan mereka dalam sebuah foto dan video.
Ia diam seribu bahasa, tak tahu harus menjawab apa. Hanya menatap Feny datar tanpa ingin menjelaskan.
"Apa kau juga ikut andil dalam kejadian itu?" selidik Feny dengan mata memicing tajam.
Aditya tertawa tak merasa bersalah sama sekali.
"Kau harus berpikir realistis, Feny. Bukankah di antara kita tidak ada kesepakatan apapun tentang itu. Ingat, Feny, kau menjadi populer di sekolah karena aku. Jika bukan maka Merlia yang akan menjadi bintang di sekolah ini. Kau lihat dia cantik, pintar, berprestasi, dan bisa menjaga sikap. Sedangkan kau, apapun akan kau lakukan untuk menjadi terkenal di sekolah ini." Dia tersenyum mencibir.
"Tanpa mendekati aku pun Merlia sudah menjadi bintang di sekolah dengan prestasinya. Untuk itu kau merasa iri karena tak dapat menyainginya. Ayolah, kau harus bertindak hati-hati mulai sekarang jika tidak ingin semua siswa mengetahui rahasiamu!" ancam Aditya seraya pergi tak peduli bagaimana perasaan Feny.
Gadis itu menatapnya tajam, hati remuk serasa dihantam gada berduri. Dia pikir Aditya setia kepadanya, begitu mencintainya, dan tak akan pernah memandang perempuan lain lebih cantik darinya.
"Kau keterlaluan, Aditya. Aku sudah menyerahkan semuanya kepadamu, tapi apa yang kau lakukan padaku? Aku membencimu!" geram Feny seraya pergi sembari mengusap air matanya yang berjatuhan.
Tanpa mereka sadari, Viona ada di sana mendengarkan. Gudang terbengkalai itu menjadi saksi bisu semua rahasia yang mereka simpan. Ia tersenyum sinis, menggenggam ponsel di tangan yang ia gunakan untuk merekam semua pembicaraan mereka.
"Tunggu, waktu kalian akan tiba!" gumamnya seraya berbalik pergi dari tempat tersebut.
****
Hari berlalu, dan seperti biasa Viona akan pergi pagi-pagi sekali ke sekolah untuk menjalankan rencana selanjutnya. Dia melakukan sesuatu pada papan majalah dinding yang berdekatan dengan perpustakaan sekolah.
Setelah itu, dia melakukan tugasnya membersihkan toilet. Di kamar mandi paling belakang itu, tempat dia menemukan kata-kata buruk tentang anaknya. Viona melakukan sesuatu.
Pembunuh!
Manusia tidak punya hati!
Iblis yang kejam!
Kau telah menghancurkan hidupku!
Tunggu pembalasanku!
Feny bajingan!
Begitu dia menulis, kata-kata umpatan yang ditujukan pada Feny. Semua siswa tahu seperti apa Feny yang sebenarnya, tapi tak satu pun dari mereka yang berani melawannya hanya karena dia anak dari salah satu investor terbesar di sekolah itu.
Viona melenggang pergi, berjalan dengan membawa peralatan tempurnya yang akan ia simpan di gudang. Kepala sekolah datang lebih awal, dia akan mengumpulkan semua siswa untuk berdoa bersama atas kematian Desy.
"Viona! Tolong bersihkan aula!" titahnya sembari memberikan kunci ruang tersebut kepada Viona.
Ia tersenyum, kebetulan sekali. Dia akan menjalankan rencananya hari itu juga. Membongkar kebusukan dua siswa yang paling populer di sekolah tersebut. Ia pergi ke bagian soundsystem dan melakukan sesuatu terhadap benda tersebut.
Viona mulai membersihkan aula sengaja membuka pintunya lebar-lebar. Dibantu beberapa siswa yang datang atas perintah kepala sekolah.
"Kau sudah melihat tulisan di kamar mandi? Di kamar paling ujung?" tanya salah seorang siswa sembari menyapu lantai aula.
Viona melirik, tersenyum dari balik maskernya. Beberapa siswa mungkin belum melihat, tapi mereka akan melihatnya setelah mendengar dari yang lain.
"Benarkah? Apa tulisan di sana? Aku belum pergi ke toilet," sahut yang lain tak tahu.
"Di sana tertulis bahwa Feny adalah seorang pembunuh. Apakah Feny yang telah menyebabkan kematian Desy? Bukan hal yang baru lagi kabar tentang Desy yang mendekati Aditya. Mungkinkah dia merasa cemburu?"
Pembicaraan itu semakin panas, semakin dalam. Viona tetap bersikap biasa saja seolah-olah tak mendengar perbincangan mereka.
"Bukankah Desy memang menderita gangguan mental? Kejadian kemarin itu mungkin sangat membuatnya frustasi."
Viona tersenyum dan pergi ke bagian lagi, dia membiarkan mereka berspekulasi tentang kejadian baru-baru ini.
"Bu Viona, Anda sudah selesai?" tegur salah satu siswa mengalihkan perbincangan saat teman-teman Feny melintas di depan ruang tersebut.
"Saya akan membersihkan bagian podium," katanya dengan ramah.
Mereka melongo keluar, menghela napas lega.
****
"Hei, apa kau tahu Feny adalah seorang pembunuh!"
Desas-desus itu terdengar sampai ke telinga Feny yang baru saja datang ke sekolah.
"Iya. Di sana juga tertulis bahwa dia telah menghancurkan hidup seseorang. Kira-kira siapa?"
Feny menghentikan langkah, menatap tajam pada sekelompok siswa perempuan yang sedang berkumpul di tepi lapangan. Ia mendekati mereka dengan perasaan murka.
"Siapa yang menyebarkan gosip murahan seperti itu!" bentaknya pada mereka.
Sontak ketiga siswi yang sedang berkumpul itu berpaling dengan raut wajah ketakutan.
"Tak usah mengelak, Feny. Bukankah kau yang kemarin bermasalah dengan Desy? Akui saja," ketus seseorang yang datang sembari mencibir Feny.
"Bukan hanya aku, tapi kalian juga terlibat atas kejadian kemarin. Di mana aku mendengar gosip itu, hah?" desak Feny semakin menggeram.
"Semua siswa sudah melihat tulisan itu. Ada di kamar di tempat yang sering kau gunakan untuk merundung Merlia," sahut siswa tersebut dengan berani.
Sedikit demi sedikit, perlahan-lahan, siswa mulai berani melawan Feny. Jika mereka bersatu, maka Feny pastilah dapat dikalahkan sekalipun dia anak seorang investor terbesar di sekolah itu.
"Awas kalian!" Dia mengangkat telunjuk dan berbalik pergi. Toilet adalah tujuannya, dan kamar paling ujung adalah tempat pertama yang dia kunjungi.
"Argh!"
"Minggir kalian! Pergi!" Feny kalap ketika tiba di toilet banyak siswa yang berkumpul di sana dan menatapnya dengan aneh.
"Pergi!" jeritnya sembari menyingkirkan orang-orang yang berkumpul itu.
"Feny!" lirih teman-temannya menatap Feny tak percaya.
"Jangan menatapku seperti itu!" sengitnya seraya masuk ke dalam kamar mandi dan memeriksa tulisan yang sedang banyak dibicarakan.
"Siapa yang melakukan ini! Siapa?" Dia kembali menjerit, mengambil apa saja untuk menghapus tulisan itu, tapi nihil.
"Argh!" Feny frustasi karena tulisan itu tak dapat dihapus dengan apapun.
Kehebohan tersebut mengundang kepala sekolah untuk melihat.
"Siapa yang melakukan ini?" tanyanya membuat Feny menoleh dengan cepat.
"Aku ingin tulisan ini dihapus secepatnya! Jika tidak, maka jangan salahkan aku melapor kepada ayahku!" ancam Feby panik.
Kepala sekolah melongo ke dalam, melihat tulisan itu dengan saksama.
"Di mana Viona?" tanyanya kepada seorang guru yang datang.
"Viona sedang membersihkan aula, Pak," jawabnya.
"Panggil dia!"
Guru tersebut berlari menjemput Viona. Tak butuh waktu lama, ia datang bersama petugas kebersihan itu.
"Bersihkan tulisan di tembok itu sekarang juga!" titahnya kepada Viona.
Ia mengangguk patuh, mengambil sebuah alat khusus dan mencoba menghapusnya. Tentu saja Viona tahu tulisan tersebut tak akan mudah terhapus karena ditulis dengan tinta khusus.
"Sepertinya ini tidak bisa terhapus, Pak." Viona berkata setelah beberapa saat menggosok dinding itu.
Ia menggelengkan kepala saat bersitatap dengan kepala sekolah. sementara Feny dan yang lain tampak terheran-heran.
"Apa maksudmu?" tanya kepala sekolah.
Viona menunjukkan tinta tersebut kepada semua orang.
"Mungkin ada orang yang merasa sakit hati terhadap siswi bernama Feny ini sehingga menyimpan dendam. Tulisan ini dibuat dengan tinta khusus, tapi aku tidak tahu namanya apa. Biasanya tidak bisa dihilangkan, dia permanen. Meski ditimpa cat baru dia akan timbul " ujar Viona menatap semua orang dengan pasti. Ia melirik Feny tajam membuat garis itu mengernyit.
"Lalu, apa kau punya solusi!" tanya kepala sekolah lagi.
"Mungkin Bapak tidak akan suka dengan solusi saya," katanya merendah.
"Katakan!" tuntut kepala sekolah.
"Kamar mandi ini harus dirobohkan!" katanya menyentak kepala sekolah.
"Feny! Di sana!"
Seseorang memekik membuat kehebohan.
kyknya Peni yg terakhir.. buat jackpot bapaknya.. si mantan Viona..!! 👻👻👻