Mars Reviano, seorang duda yang akan kembali menikah dengan wanita yang di jodohkan oleh orang tuanya. Sayangnya, di hari pernikahannya calon mempelai wanita tak datang. Situasi sungguh kacau, pernikahan tak bisa di batalkan begitu saja.
Hingga tiba-tiba, kedatangan seorang gadis memakai gaun pengantin mencuri perhatiannya. Aurora Naomi, sosok gadis cantik pemilik senyuman indah. Ia tak sengaja masuk ke dalam gedung acara pernikahan Mars karena menghindari kejaran polisi yang ingin menilangnya.
Entah kebetulan atau tidak, Aurora merupakan keponakan dari asisten pribadi kakek Mars. Mengetahui nama Aurora dan calon mempelai wanita sama, kakek Mars langsung meminta asistennya untuk menikahkan keponakannya dengan cucunya.
"Kenapa Tuan Planet mau menikah denganku?"
"Jangan panggil saya planet! Itu sangat mengesalkan!"
Si gadis pecicilan yang bertemu dengan duda dingin? Bagaimana akhirnya? Di tambah, seorang bocah menggemaskan.
"Ibu tili? Woaah! tantiknaa ibu tili Alkaaan!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehebohan di dapur
Mars tengah mengecek laporan perusahaannya di ruang kerja miliknya. Kaca mata baca bertengger di hidung mancung nya. Pria berusia matang itu terlihat fokus menatap layar laptopnya tanpa mengalihkan pandangannya.
Cklek!
"Istrimu masih istirahat? Jam berapa ini?" Mars di kejutkan dengan kedatangan Julia. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap sang mama yang berjalan menghampirinya.
"Aurora mungkin lelah Ma, biarkan saja." Ucap Mars.
"Ini jam enam sore Mars! Bangunkan dia, Mama mau masak." Titah Julia sebelum beranjak pergi
Mars menghela nafas pelan, ia melepaskan kaca mata bacanya dan memijat pangkal hidungnya. Cukup Mars akui, mamanya memang terbilang sangat cerewet dan tak suka di bantah. Mars pun biasanya tak ambil pusing, tapi sekarang posisinya sudah berbeda.
"Sudahlah, aku bangunkan saja dia sekarang." Gumam pria tampan itu
Mars kemudian keluar dari ruang kerjanya untuk membangunkan Aurora yang tidur di kamarnya. Sengaja Mars tidak membangunkan Aurora, karena berpikir gadis itu pasti merasa lelah apalagi karena pesta mereka kemarin. Tak apa membiarkannya beristirahat agar tak merasa tertekan bukan?
Cklek!
Mars memutar handle pintu kamarnya dan melangkah masuk ke dalam. "Aurora bangunlah, ini sudah ...." Langkah Mars terhenti, ia terkejut mendapati Aurora tengah telungkup di atas ranjang sembari memegangi ponselnya.
Melihat kedatangan Mars, senyuman Aurora luntur. Ia bergegas duduk dan membenahi rambutnya yang berantakan. "Kaget." Gumam Aurora sembari mengelus d4d4nya.
"Dari tadi kamu enggak tidur siang?!" Tanya Mars dengan nada penuh penekanan.
Aurora mengg4ruk kepalanya yang tak gatal, "Drama favoritku sudah riliis, jadi aku menontonnya dulu. Tadinya mau satu ep1sode, nanggung ... jadi sekalian sampai selesai." Jawabnya, gadis itu meringis kecil melihat tatapan datar dan dingin Mars padanya.
Sejenak, Mars memejamkan matanya. Mengontrol kekesalan yang melanda hatinya. Tak lama, ia kembali membuka matanya dan menatap dingin ke arah Aurora yang memasang raut wajah tak bersalah.
"Sekarang, temani mama memasak sebelum dia memarahimu." Titah Mars.
"Heum!" Aurora mengangguk tegas, ia segera mengisi daya ponselnya dan berlari kecil menyusul Mars.
Melihat dress yang Aurora kenakan, membuat Mars mematung melihatnya. Tatapannya terlihat sangat lekat, seolah yang ia tatap saat ini bukanlah Aurora melainkan sosok perempuan lain. Yaitu, mendiang istrinya.
"Olivia." Gumam Mars yang mana membuat Aurora mengerutkan keningnya heran.
Tersadar dari lamunannya, Mars segera mengerjapkan matanya. Ia menatap Aurora yang menatap heran padanya. Karena perkataannya tadi, Mars terlihat salah tingkah.
"Ayo, aku antar ke dapur." Ajak Mars dan berjalan lebih dulu.
Aurora mengangguk walau bingung, tapi ia tetap mengikuti langkah Mars yang membawanya menuju dapur. sembari jalan menuju dapur, Aurora melihat ke sekitar. Rumah Mars terbilangnya cukup besar, terdapat banyak sekali ruangan yang Aurora belum tahu itu ruangan apa.
Sesampainya di dapur, Aurora langsung bertatapan dengan ibu mertuanya. Melihat tatapan Julia yang tajam padanya, tentu membuatnya gugup. Ia lalu melirik Mars sembari meneguk kasar lud4hnya.
"Aurora, kemari." Titah Julia dan kembali fokus pada sayuran yang tengah dia potong.
Aurora mengangguk kaku, ia melirik Mars seolah meminta tolong pada pria itu untuk membawanya pergi. Namun, Mars tampak cuek dan berlalu pergi. Meninggalkan Aurora yang berdiri mematung di sana.
"Tunggu apa? Ayo kemari! Kamu mau diam disitu sampai jamuran huh?" Desis Julia.
"Gak Tuan Planet, gak mama nya, ngomongnya judes semua. Emang turunan apa yah? Tapi, Arkan terlalu manis untuk menjadi keturunan keluarga ini." Batin Aurora sembari melangkah mendekati Julia.
Di dapur tak hanya ada mereka berdua, ada tiga maid yang membantu Julia memasak. Sebenarnya, Aurora cukup heran. Banyak Maid di rumah Mars tapi kenapa majikan masih turun tangan memasak?
"Kamu bisa masak apa aja?" Tanya Julia tanpa mengalihkan pandangannya.
"Masak ... air, minyak, terus ...."
Julia menghentikan kegiatannya, ia mengangkat pandangannya dan beralih menatap Aurora dengan tatapan tak percaya. "Itu bukan memasak, tapi memanaskan. Apa kamu bisa masak yang mudah? Semisal goreng ayam, telur atau ...,"
"Telur! Aku bisa memasak telur!" Seru Aurora di sertai senyuman mengembang. Julia mengangguk paham, ia menyerahkan teflon dan juga telur pada Aurora. Melihat itu, Aurora mengerutkan keningnya heran.
"Ambillah! Masak telur mata sapi, suamimu sangat suka telur mata sapi." Titah Julia.
"O-oh, iya ... oke." Sahut Aurora. Kemudian ia meletakkan teflon itu di atas kompor. Julia membantu menuangkan minyak sedikit, dan membiarkan Aurora melanjutkan tugasnya.
"Ini ... cara nyalain kompornya gimana?" Tanya Aurora yang bingung karena tak menemukan kenop kompor seperti yang ada di rumah pamannya.
Julia menghela nafas pelan, ia pun menyalakan kompor. Ternyata, hanya tinggal di sentuh saja. Melihat hal itu, Aurora merasa takjub bukan main. Tak ada kenopnya, tapi bisa di nyalakan.
"Bukan hanya ponsel yang touchscreen, kompor juga ada." Batin Aurora dengan tatapannya yang terlihat berbinar terang.
"Pecahkan telurnya, jangan biarkan teflon terlalu panas. Nanti, minyaknya bisa kena ke tanganmu." Titah kembali Julia.
Aurora mengangguk, ia mengikuti arahan Julia. Saat Aurora memecahkan telur itu, ia terlalu mengangkatnya tinggi. Hingga menyebabkan minyak memercik ke tangannya.
"AAUWW!" Aurora mengusap lengannya, ia menatap telur yang sudah berhasil ia pecahkan.
"Hati-hati, baru juga di bilangin." Tegur Julia kembali.
Aurora mengerucutkan bibirnya sebal, ia membuang cangkang telur tadi dan lanjut fokus menatap telur yang ada di dalam teflon itu. Memasak telur saja banyak sekali peraturannya, Aurora jadi tambah tak suka memasak.
Merasa ada yang tidak beres, Julia beralih menatap menantunya itu. "Aurora! Perhatikan telurnya, balik cepat! Jangan sampai gosong!" Seruan Julia memancing perhatian para maid yang sedang memasak. Mereka langsung menatap apa yang sedang Aurora lakukan.
"Loh, katanya telur mata sapi." Ujar Aurora yang bingung.
"Emang iyaaa! Cepat balik, keburu gosong!"
Aurora mengg4ruk pelipisnya yang tak gatal, "Mata sapinya ... mana?"
Julia meng4nga tak percaya, ia tak mengira jika Aurora berpikir jika telur mata sapi adalah telur yang di tambah mata sapi. Ketiga maid yang ada di sana menahan tawa melihat tatapan frustasi Julia.
"Astagaaa! Itu namanya telur bentuk mata sapiii! Bukan telur pakai mata sapii!" Seru Julia.
"O-oh gitu, terus ini gimana?" Tanya Aurora yang gugup, ia jadi serba salah saat ini.
Julia mengusap keningnya yang terasa berkeringat, karena menghadapi tingkah menantunya itu sangat menguras tenaga. Sejenak, ia mengambil nafas dan menghembuskannya dengan lembut. Setelah tenang, ia kembali mengambil pisau dan memotong bawang yang tersisa.
"Balikkan cepat, keburu gosong." Titah Julia dengan nada rendah.
"Balikkan?" Gumam Aurora, keningnya mengerut dalam seolah ia tengah berpikir keras.
Perlahan, Aurora memegang gagang teflon. Lalu, ia membalikkan teflon itu hingga membuat Julia yang melihatnya memekik histeris. Pasalnya, telur itu jadi tumpah ke atas kompor. Tentunya, minyak yang tersisa akan mengenai api kompor itu dan membuat nya terbakar.
"TELUUURRNYAAA! BUKAN TEFLONNYAAA! ASTAGAAA!"
Julia langsung mematikan kompor, sebab khawatir api membesar karena minyak yang tumpah tadi. Nafas Julia terdengar memburu, tatapannya langsung menusuk tajam ke arah Aurora yang menggigit jarinya. Tatapannya terlihat bersalah, ia melirik Julia dengan takut.
"Kamuu! Tidak bisa memasak yah!"
"Iyaaa, aku tidak bisa memasak! Aku tidak suka memasak!" Aurora memekik keras sembari memejamkan matanya. Ia tak suka di salahkan tapi ia selalu membuat kesalahan sejak tadi.
Aurora kembali membuka matanya, ia kembali menatap Julia dengan tatapan memelas. "Memasak tidak menyenangkan, aku tidak memiliki seorang ibu yang dapat mengajarkanku cara memasak. Maafkan aku, tapi bisakah aku belajar memasak denganmu Nyonya?"
Tatapan Julia berubah, hatinya merasa sesuatu yang aneh saat ini. Secepatnya, ia merubah ekspresi wajahnya. Emosinya sudah terkontrol, Julia akan mencoba sabar menghadapi menantunya itu.
"Cuci sayur itu, biar maid saja yang memasak." Titah Julia.
.
.
.
Arkan baru saja selesai mandi, ia sudah siap dengan piyama tidurnya. Dengan riang nya, bocah menggemaskan itu keluar kamar sembari memeluk mainan miliknya. Ia berlari kecil ke segala ruangan, seolah tengah mencari seseorang. Yah, seseorang yang ia temui siang tadi.
"Arkan, cari siapa?" Tanya Evano yang melihat cucunya itu seolah tengah kebingungan.
"Opa, ibu tili na Alkan mana? Papa bawa pulang ibu tilina Alkan kan? Nda di tinggal di lesto kan?" Tanya anak itu, tatapan terlihat sangat menggemaskan.
"Ibu tiri? Mommy Aurora?" Tebak Evano.
Mata Arkan membulat sempurna, mulutnya pun turut membulat seolah tengah takjub melihat sesuatu.
"Ooo Aulolaaaa, iya! Mommy Lolaaaa! Mana Mommy Lola na Alkan?"
___
Gak bisa masak tinggal beli, apa susah. Iya gak kawan😆 Cuman biasa laki-laki tuh cintanya dari perut naik ke hati, iya gaaak😆
Arkan: "Ngalaaang othoool ini loh!"
Nah si denzel tuh