Kecelakaan mobil menewaskan kedua orangtua Aleesya saat berusia 5 tahun. Hanya Aleesya yang selamat dari kecelakaan maut itu. Dia diasuh oleh tante dan om-nya yang jahat.
Siap-siap banjir airmata yaa Readers !
Bagaimanakah nasib Aleesya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tinggal bersama (?)
"Hari ini kamu tidak usah bekerja lagi di toko, kamu bekerja disini sesuai kesepakatan kita kemarin!" Ucap Alarich melirik tajam Aleesya.
"Tapi pak, saya belum ijin sama om dan tante saya. Pasti mereka khawatir saya tidak pulang!" Lirih Aleesya
"Kamu yakin mereka khawatir kalau kamu enggak pulang huh?" Ucapan Alarich sungguh menusuk jantung Aleesya. Aleesya menunduk lemas, ia tak mampu menjawab lagi.
"Saya akan mengantar kamu ke rumah om kamu, saya akan bicara dengannya." Tegas Alarich. Aleesya tidak menjawab lagi dia menurut.
-
-
Selesai sarapan pagi, Alarich dan Aleesya pergi kerumah om Lukman. Sepanjang jalan Aleesya hanya menunduk meremas ujung bajunya. Perasaannya tidak baik, dia takut om dan tantenya akan marah.
Tiba-tiba tangan Alarich menggenggam tangan Aleesya. Dia menoleh, hatinya berdesir, tangan kokoh itu menautkan jarinya ke jari Aleesya.
"Kamu tenang saja, ada saya. Mereka tidak akan bisa macam macam jika masih ingin hidup!" Seringai Alarich yang begitu menakutkan bagi Aleesya. Ucapan Alarich seperti b*m waktu yang sewaktu waktu akan meledak.
-
-
Aleesya dan Alarich sampai dirumah omnya. Bastian juga ikut turun mengekor dibelakang bossnya. Tante Mira yang kebetulan membuka pintu rumah, melihat Aleesya pulang.
Dengan penuh amarah, tante Mira menghampiri Aleesya.
PLAK
"Bagus yah, baru pulang sekarang! Kemana aja kamu hah? Dasar anak sampah! Bikin repot aja!" Ketika tante Mira ingin menampar lagi, Alarich menahan tangan tante Mira.
Alarich balas menampar tante Mira dengan keras. Membuat semua orang disana melongo termasuk om Lukman yang juga baru keluar kamar, karena mendengar ribut ribut diluar. Aleesya juga reflek menutup mulutnya.
PLAK PLAK
"Jangan pernah anda menyentuh wajah calon istri saya! Jika anda berani melakukannya lagi, saya pastikan perusahaan suami anda tutup detik ini juga!" Seringai Alarich dia menarik Aleesya kedalam dekapannya.
Dia juga menyentuh pipi Aleesya yang sudah merah itu. Aleesya sudah berkaca-kaca mendapatkan perhatian dari Alarich.
"Tu-tuan Alarich, maafkan istri saya!" Ucap om Lukman memohon maaf dari Alarich.
"Pah, kenapa minta maaf? Pipi mamah sakit pah, beraninya dia nampar mamah!" Geram tante Mira.
"Kamu yang keterlaluan mah, beliau tuan Alarich. Beliau yang sudah menjadi investor besar di perusahaan kita mah!" Jawab Om Lukman yang sudah pucat pasi.
Tante Mira juga melongo mendengar kenyataan itu. Bagaimana bisa Aleesya bisa bersama Alarich? Muncul ide jahat di benak Tante Mira, dia menyeringai licik sambil memegang pipinya yang panas.
"Maaf Tuan, maksud anda apa yah Aleesya calon istri anda?" Tanya Om Lukman.
"Dia memang calon istri saya. Mulai hari ini Aleesya tidak akan tinggal dengan kalian lagi. Sebentar lagi kami akan menikah. Ayo sayang." Alarich langsung menarik tangan Aleesya, juga Bastian yang ikut bossnya.
Om Lukman dan tante Mira hanya bisa bengong tanpa mengeluarkan kata-kata lagi.
-
-
Kepala Aleesya dipenuhi banyak pertanyaan. Tentang ucapan Alarich barusan. "Calon istrinya? What?" Mungkin Tuan Alarich lagi ngantuk." Aleesya menepis semua pikiran itu. Didalam mobil Aleesya masih takut untuk bertanya.
"Eum, maaf pak, tadi maksud bapak apa yah saya calon istri anda? Terus ,saya juga enggak bawa baju-baju buat kerja sama bapak." Tanya Aleesya dengan wajah polosnya.
"Saya bukan bapak kamu!"
"Eumm ...Tuan?"
Alarich bak anak kecil yang sedang dibujuk mamahnya. Dia ingin panggilan yang romantis dari bibir ranum itu. Aleesya bingung kenapa Alarich ngambek. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eumm, kalau mmass Al gimana?" Tanya Aleesya dengan hati-hati.
Bastian yang sedang menyetir hanya mengulum senyum pertama kalinya bossnya itu seperti anak kecil hanya karena panggilan.
"Bo-boleh ...Bagus juga eum." Alarich berusaha memalingkan wajahnya. Hatinya berdesir saat Alessya menyebutnya mas. Dan juga jantungnya berbunga bunga hanya karena sebuah panggilan dari Aleesya.
-
-
Alarich membawa Aleesya ke kampusnya. Hari ini ada jadwal dia mengajar. Ketika memasuki area universitas swasta ternama, tatapan Aleesya berbinar, dia melogo ke kaca mobil.
"Pak kok kesini?" Aleesya menoleh ke Alarich.
"Saya ada kelas, kamu tunggu diruangan saya." Alarich tak bicara lagi. Aleesya berbalik lagi ke kaca mobil.
Tatapannya menyedihkan, impian Aleesya dari dulu bisa kuliah. Tapi karena kendala biaya jadi dia mengubur dalam-dalam impiannya.
"Wahhh bagus yah kampusnya. Seaindainya papah mamah masih ada, mungkin sekarang Alee bisa kuliah!"
Gumam Aleesya pelan yang masih bisa didengar Alarich. Alarich menoleh ke arah Aleesya. Seperti merasakan penderitaan Aleesya.
-
-
Aleesya dan Alarich menjadi pusat perhatian. Gimana tidak? Alarich pertama kalinya membawa wanita cantik ke dalam kampus dan juga dia menggenggam tangan Aleesya menuju ruang sekertariat. Aleesya sangat malu sebenarnya, tapi dia juga tidak berani ngomong lagi lebih baik menurut.
Alarich membuka passcode pintu ruangan itu. Dia membawa Aleesya kedalam, menyuruhnya duduk di sofa. Mata Aleesya tertuju pada lemari buku yang terletak dekat sofa panjang itu.
"Mm-mas...Boleh enggak aku lihat bukunya?" Tanya Aleesya sembari menunjuk buku-buku bimbingan punya Alarich.
"Boleh ambil aja, beresin lagi udahnya. Saya enggak mau berantakan, mengerti?" Aleesya mengangguk pelan dia tersenyum.
Dia mulai ke lemari buku itu. Membuka satu-satu buku itu. "Wah... Jadi kalau buku buku kuliah kayak gini." Gumam Aleesya pelan.
"Teknik kimia." Gumam Aleesya lagi. "Ini pelajaran apa? Ohhh hukum? Banyak juga yah." Alarich melirik Aleesya yang tengah mondar mandir membuka buku disana satu satu.
Alarich mendekati Aleesya. Dia mengambil buku itu menyimpannya lagi ketempatnya. Aleesya menunduk, apa ada yang salah?
Perasaan Aleesya tidak berbuat kesalahan. Alarich maju mengikis jarak dengan Aleesya. Gadis itu sendiri makin mundur hingga terpojok di rak lemari buku.
Alarich mengecup bibir cantik itu. Dia tidak tahan melihat bibir kenyal nan indah itu. Aleesya melongo mulutnya bahkan menganga. Jantungnya berdegup kencang. Pertama kalinya ada yang mencium bibirnya.
"Kamu mau kuliah?" Tanya Alarich. Seketika Aleesya membeku bengong. Alarich menggoyangkan bahu Aleesya dari lamunannya.
"Hah apa?" Aleesya masih shock dengan kejadian tadi.
"Kamu mau kuliah?" Tanya Alarich sekali lagi. "Itu dulu mas, sekarang udah enggak." Jawab Aleesya yang menunduk.
Alarich menaikan dagu Aleesya supaya menatapnya.
"Kamu boleh kuliah disini gratis, tapi ada syaratnya!"
"Syarat? Apa?"
"Menikahlah denganku." Ucap Alarich lalu pergi sembari tersenyum kecil meninggalkan Aleesya sendirian di ruangannya. Aleesya hanya mematung setelah mendengar perkataan konyol bossnya.
-
-
-
Aleesya menunggu diruang kerja Alarich. Dia membaca baca lagi buku buku yang ada disana. Tidak ada photo Alarich atau keluarganya diruangan itu.
Cukup lama Aleesya membaca hingga dia ketiduran di sofa panjang itu dengan buku diatas dadanya. Alarich cukup lama meninggalkan Aleesya disana sekitar 2 jam lamanya.
Ketika Alarich masuk kedalam, dia melihat Aleesya tertidur dengan kaki menggantung ke bawah sofa. Alarich mendekat ke wajah cantik itu.
Dia merapihkan anak rambut Aleesya. Dia juga membetulkan posisi kaki Aleesya. Dan juga buku yang masih dipegang Aleesya. Alarich menyelimuti Aleesya dengan jasnya. Karena diruangan itu tidak ada selimut.
Alarich kembali ke mejanya, dia menelepon Bastian.
"Bas, gimana?" Tanya Alarich penasaran.
"Saya dan Evan sedang mencari bukti yang kuat Boss untuk menjerat Tuan Lukman!" Ucap Bastian di seberang telepon.
"Bagus, lakukan dengan benar jangan sampai ada yang terlewat." Tegas Alarich pada asistennya itu.
Tatapan Alarich beralih ke Aleesya lagi. Di kursi kebesarannya dia terus memandang wajah ayu itu. Wajah yang teduh, dan penuh luka batin.
"Apa yang menimpamu Aleesya? Sudah berapa lama kamu terluka?" Gumam Alarich dalam hatinya.