NovelToon NovelToon
Bianglala Negeri Impian

Bianglala Negeri Impian

Status: sedang berlangsung
Genre:berondong / Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Agung Riyadi

kisah cerita Randu, seorang anak korban musibah tanah longsor di kampungnya dan hanya dia satu satunya yang selamat, kemudian mendapatkan anugerah kesaktian yang tiada taranya dari jiwa leluhur, menjalani liku liku kehidupannya dan berusaha menggapai semua impian dan cintanya.
berhasilkah Randu, please check it out the story

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agung Riyadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semua terserah bapak dan ibu

Untuk beberapa lamanya Asih yang masih berdebar ketakutan itu menangis sesenggukan meluapkan segenap emosi dalam hatinya.

Randu yang memahami perasaan gadis kecil itu hanya membiarkan saja, ketika Asih terus merapat kepadanya.

"Sudah dek, ga perlu takut lagi bukankah ularnya sudah mati," ujar Randu mencoba menenangkan hati Asih yang usianya hanya dua tahun saja terpaut darinya.

Namun perawakan Randu yang tinggi kekar meskipun agak kurus, membuat Randu terlihat jauh lebih dewasa daripada teman temannya yang lain bahkan Gandi sekalipun yang jauh kalah tinggi dari Randu.

"Tapi bukankah masih ada banyak ular ular yang lain Ak, ibu guru bilang ular jenis binatang yang pendendam dengan demikian bukankah nanti kalo saudara ular yang terbunuh itu tau bisa mencari kita untuk membalas dendam Ak, ah aku takut Ak," ujar Asih yang kemudian justru semakin meringkuk merapat di dekat Randu.

Randu hanya tertawa geli mendengar penuturan gadis kecil adik sahabatnya yang merupakan anak kesayangan lurah yang paling dihormati di desanya itu.

"Ya nggak begitu juga kok dek, lagipula kalo ada ular lainnya yang datang lagi, tinggal dibunuh saja kan," ujar Randu kemudian.

"Tapi kalo ularnya banyak bagaimana?" tanya Asih yang masih di bayangi ketakutan itu.

"Ya kalo bisa di bunuh semuanya,"

"Kalo tidak bisa ?"

"Ya kita lari saja, hahahaa..." Randu tertawa lepas apalagi setelah ia melihat wajah Asih yang masih terlihat pucat karena ketakutan itu tampak imut dan menggemaskan.

Sejujurnya Asih merasa sangat senang melihat Randu bisa tertawa seperti itu meskipun terdengar seolah mengejek dirinya yang penakut, tapi ini adalah kali pertama Randu tertawa selepas itu sejak tragedi musibah yang menimpa dan melenyapkan seluruh keluarganya, jadi ia ingin melihat Randu tertawa selama mungkin.

"Ih Aak, apakah aku akan di tinggal ?" ujar Asih yang diam diam hatinya merasa telah sedikit nyaman itu.

"Ya nggak dong Asih, kalo ada ular lagi meskipun banyak aku akan membunuh semuanya dan melindungi kamu,"

Mendengar itu Asih langsung mendongakkan kepalanya dan menatap Randu dalam dalam seolah ingin mencari kejujuran dari mata Randu.

"Tapi kalo nanti Aak di patuk ular bagaimana ?"

"Yang penting bukan Asih yang di patuk ularnya kan hehehe,"

"Tapi janganlah Ak, jangan sampai di patuk ular ah ngeri soalnya,"

"Ya sudah yuk kita pulang, kita selesaikan buat enggrang nya di rumah saja,"

"Yuk, tapi Aak jalan duluan yah !"

"Iya, ini tolong bawa parangnya !"

Kali ini sepanjang perjalanan pulang Asih lebih waspada dengan keadaan sekelilingnya, bagaimanapun juga ia bukannya tak paham akan bahaya binatang binatang berbisa yang banyak terdapat di lingkungan pinggiran sungai seperti itu.

Di tengah sikap waspada nya, Asih justru melihat seekor ular lagi tengah melata meskipun cukup jauh dari jalan mereka.

"Ak itu ada ular lagi apakah perlu dibunuh ?" ujar Asih sambil merapat pada Randu dan menunjuk seekor ular berwarna hitam legam yang tengah berjalan melata di antara rerumputan liar.

"Kalo tak mengganggu kita biarkan saja ular itu hidup, karena dia juga berhak untuk hidup dek,"

"Oh..."

Tak terasa Asih berhenti berjalan dan tertegun sejenak sambil terus mengamati kemana ular itu pergi, sebelum kemudian ia tersadar dan kemudian berlari kecil menyusul Randu yang telah cukup jauh meninggalkan dirinya.

"Darimana kalian berdua dek ?" tanya Sinta kakak Asih yang paling sulung langsung menodong mereka dengan pertanyaan ketika mereka sudah sampai di teras rumah kepala desa yang berbentuk seperti pendopo itu.

Sinta terlihat bersantai dengan mukanya yang belepotan sesuatu.

"Ih itu muka teteh kenapa ?" justru Asih balik bertanya pada kakak sulungnya itu.

"Kalo ada yang bertanya itu di jawab dulu, bukan malah balik bertanya. Kalian darimana ?"

"Abis dari pinggir kali teh, cari bambu,"

Randu lah yang menjawabnya.

"Buat apa bambu bambu itu ?" tanya Sinta lagi yang kali ini menatap Randu.

"Buat bikin enggrang, yuk ah Ak, disini ditanyain mulu dibantu nggak," ujar Asih sembari menarik tangan kiri Randu yang tak membawa bambu.

"Bikin enggrang nya di halaman sini saja dek, tolong ambilkan gergaji sama palu yah sekalian ama pakunya," kata Randu yang kemudian meminta parang yang di bawa Asih.

Sekejap kemudian Randu telah sibuk, dengan kerjaannya bikin enggrang untuk Asih, bahkan Sinta yang melihat semua yang dilakukan Randu itu cukup terkesima dan kagum karena Randu begitu pintar dan cekatan melakukan semua pekerjaannya.

Asih yang terus menunggui di dekat Randu pun juga kagum dengan kemampuan Randu yang diakuinya jauh lebih baik daripada Gandi kakaknya sendiri, dan hasilnya adalah sebuah enggrang yang sangat presisi satu dengan yang lainnya juga kuat dan rapi pijakannya.

Asih yang sangat puas dengan enggrang bikinan Randu itu langsung antusias untuk mencobanya. Gadis kecil itu ternyata cukup pintar, hanya sekali saja Randu mengajarinya ternyata Asih langsung bisa menggunakannya dengan lincah selama sepanjang sore dan baru berhenti ketika mobil ayahnya yang baru pulang dari kota kabupaten telah datang memasuki halaman rumah mereka.

"Aduh anak bapak ternyata pintar sekali yah main enggrang," ujar Pak Sumitra sambil memeluk anak bungsunya itu dan memberikan beberapa ciuman kasih sayang di kedua pipinya.

"Pak, tadi Asih hampir di patuk ular belang," tutur Asih sambil tersenyum pada bapaknya.

"Hah, di patuk ular nak dimana ?" tanya Pak Sumitra yang langsung terkejut dengan penuturan dari anak bungsunya itu.

"Di pinggir kali pak, waktu cari bambu," jawab Asih dengan polosnya apa adanya.

"Tapi kamu nggak di patuk kan nak ?"

Pak Sumitra langsung memeriksa seluruh tubuh anak bungsunya itu dengan penuh kecemasan.

"Asih ga apa apa pak, kan ularnya langsung di bunuh Ak Randu," tutur Asih yang sontak membuat lurah desa itu merasa lega dan menoleh ke arah Randu yang hanya berdiri diam di sudut halaman.

Pak Sumitra lalu tersenyum kepada Randu dan melambaikan tangannya pada anak itu yang meskipun bongsor sama tingginya dengan Sinta anak gadis remaja sulungnya yang sudah hampir menginjak usia lima belas tahun namun Randu baru berusia sebelas tahun.

"Sini nak, jangan disitu saja !" panggil Pak Sumitra pada Randu.

Perlahan Randu mendekati Pak Sumitra dan langsung menyalim tangan orang yang dihormati oleh seluruh orang di Marga Jati itu dengan takzim.

"Randu, ada kabar baik buat kamu nak uang bantuan dari dinas sosial kabupaten telah cair dan bapak terima tadi jadi kamu tidak boleh merasa tidak nyaman lagi yah," ujar Pak Sumitra dengan senyumnya yang tulus.

Randu hanya mengangguk perlahan saja tanpa membalas sepatah kata pun.

"Oh iya nak, misalnya ada orang yang berniat untuk mengasuh kamu kira kira kamu bersedia tidak nak, maaf bukan berarti bapak dan ibu disini tidak bersedia mengasuh kamu karena sejak pertama kali kamu disini kami semua telah menganggap kamu sebagai bagian dari keluarga ini,"

Untuk beberapa lamanya Randu tetap diam membisu, sebelum kemudian berkata,

"Semua terserah bapak dan ibu lurah,"

1
Agung Riyadi
luar biasa
Laelia
Ngangenin deh ceritanya.
Agung Riyadi: makasih 🙏🙏
total 1 replies
Phoenix Ikki
Bingung mau baca apa lagi sekarang. 🤷‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!