Seorang pembunuh yang dapat menerima konsekuensinya atas seluruh tindakannya adalah suatu keberadaan yang paling berbahaya.
Di antara seluruh sejarah umat manusia di muka bumi terdapat beberapa orang yang mendominasi kejahatan dalam setiap era sejarah, dengan tujuan menyebarkan ideologi gila mereka untuk melahirkan generasi kejam yang tak mengenal rasa takut.
Di tahun 2017 sedikit banyaknya dari mereka yang telah menanamkan jiwa seorang pembunuh berakhir di era teknologi sehingga angka kejahatan semakin menurun. Namun hal itu tidak mengungkit fakta bahwa masih ada satu orang yang bekerja secara indepent di balik bayang-bayang hanya untuk sekedar menjadikannya kesenangan dengan meninggalkan kasus paling banyak dalam sejarah umat manusia.
Kisah ini menceritakan seorang pembunuh profesional yang terjebak dalam permainan Dewa setelah kematiannya telah di tetapkan, jauh dari surga maupun neraka di dalam dunia tersebut hanya ada keajaiban sihir dan segala kemungkinannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 4:Retakan
Dalam perjalanan berikutnya Izaya memutuskan untuk mengikuti arah angin yang membawakannya ke suatu tempat antah berantah.
Apa yang kali ini Izaya temui adalah sebuah kondisi yang tidak memiliki tanda-tanda kehidupan, lebih tepatnya tempat ini menggambarkan sebuah gurun yang tandus. Di lihat dari perubahan tanahnya tampaknya sudah sejak lama gurun ini telah mati tanpa mengalami kondisi cuaca yang ekstrim.
Dan tentu hal ini membuat Izaya sulit untuk memutuskan perjalanan berikutnya, namun bukan berarti apa yang ia temukan sekarang tidak ada artinya.
"Begitu ya rupanya mengikuti arah angin adalah keputusan yang salah. Yah meski aku sengaja tidak melihat arah yang sebenarnya tetapi ini juga tidak mengecewakan, di tempat yang seperti ini kupikir tidak akan ada keberadaan orang lain selain diriku, artinya ini waktu yang tepat untuk mengasah kemampuan sihirku."
Sebagian besar Izaya telah memahami cara kerja sihir berkat ingatan yang di berikan oleh Riris sebelumnya. Terutama sihir tingkatan yang perlu pengucapan serta membutuhkan energi sihir yang cukup besar. Mungkin sebagian orang melakukan sihir tingkatan adalah hal yang cukup sulit, karena pada tingkat tersebut mereka harus mampu memaksa batasan energi sihir mereka.
Dalam sudut pandang lain cara kerja sihir tingkatan bisa di katakan seperti ikatan terhadap suatu konsep. Contohnya memanggil kobaran api yang mana api adalah salah satu konsep semesta, sehingga untuk menggunakan sihir tersebut perlu adanya pengucapan agar terikat oleh konsepnya, maka tidak heran bila harus mengkonsumsi energi sihir yang besar. Terlebih lagi jika si pengguna mengidentifikasinya sebagai tipe serangan hingga perlu menambahkan beberapa kata konsep lainnya hal itu jelas memiliki peluang 2x lebih besar atas pengeluaran energi yang di keluarkan.
Hal yang di lakukan Izaya juga sama, ia sekarang telah mendapatkan kondisi yang cukup untuk mengeluarkan sebagian kekuatannya.
"Sekarang... Akanku buat sebuah pertunjukan."
Di tengah gurun, Izaya membuat sebuah keadaan yang sedikit mengguncang daerah tersebut dengan sihir yang akan ia keluarkan. Di tangannya sebagaian energi sihir sudah siap untuk di gunakan.
Tapi untuk beberapa alasan secara mendadak Izaya membatalkan menggunakan sihirnya ke daerah gurun tersebut. Saat ia merasakan firasat buruk yang tak jauh dari keberadaannya saat ini.
Hal tersebut semakin ia rasakan ketika Izaya berpaling sedikit dari pandangannya. Hingga sebuah kilasan cahaya terlintas dengan cepat mengarah pada arah samping Izaya.
*Slinc*
Itu begitu cepat sehingga mampu menghasilkan deru angin menderung di telinga.
Namun sayang sekali Izaya yang menyadari serangan tersebut lewat firasatnya membuatnya satu langkah lebih awal dari kedatangan cahaya itu.
Alhasil dengan mudah Izaya menghindarinya hanya mengandalkan refleknya. Sebagai hasilnya target cahaya tersebut berbalik arah menghancurkan yang tidak semestinya.
*Duarr..!!*
Tapi dampaknya sungguh mengerikan hanya mendengarkan ledakan yang di hasilkan cahaya tersebut tidak mengungkit fakta bahwa pengaruhnya menghancurkan sebagian wilayah gurun menjadi jurang yang tampak tidak memiliki dasar.
Dan itu cukup membuat Izaya berpendapat bahwa kehadiran yang akan ia temui mungkin sedikit merepotkan.
Di sisi lain di tengah gurun sebuah kehadiran terlihat menghampiri Izaya yang ia pikir dialah sosok dalang dari serangan tersebut.
Dalam jarak pandang Izaya, ia melihatnya sebagai seorang pria memakai sebuah zirah dengan postur tubuh yang cukup kekar.
"Begitu ya tampaknya aku telah menemukan sesuatu yang menarik di sini."
Izaya mengatakan apa yang ia rasakan saat melihat pria tersebut semakin dekat dengannya.
"Maaf-Maaf.. Aku mengejutkanmu ya tapi aku tidak menyangka kau mampu menghindarinya."
Dan sepenuhnya pria tersebut menampilkan dirinya. Tidak ada hal yang menarik dari penampilannya hanya saja zirah yang ia kenakan cukup berbobot serta terdapat sebuah lambang sayap malaikat di bagian bahu.
Namun Izaya juga berasumsi bahwa pria tersebut memiliki kekayaan atau mungkin otoritas, karena ia menyadari apa yang pria itu kenakan memiliki nilainya sendiri seperti zirah yang bukan hanya sekedar kilasan emas belaka.
"Menghindari? Ah aku tidak menyadarinya sehingga mungkin secara tidak sadar aku terkesan menghindarinya."
Tanpa sebuah keraguan Izaya seolah mencoba memprovokasi pria yang berada di hadapannya.
"Oh? Di lihat dari pakaianmu... Tampaknya kau seorang pengembara. Tapi di lihat dari kepercayaan dirimu kurasa kau bukanlah pengembara atau petualang biasa, terutama saat aku merasakan sedikit guncangan di daerah ini beberapa waktu sebelumnya. Ah maaf aku belum memperkenalkan diri, namaku Zelth seperti yang kau lihat aku adalah salah satu dari ke tujuh pahlawan yang mewakili Dewi Gabriel."
"Dia kah, lalu atas apa kedatanganmu kemari? Terlebih lagi menyerangku."
Izaya mulai menanyakan alasan tersebut kepada Zelth yang jelas memiliki maksud tersembunyi atas tindakannya.
"Aku sedang berpatroli. Bukan hanya aku namun kami tujuh pahlawan sedang menjalankan tugas yang sama namun ke daerah yang berbeda-beda. Kebetulan aku bertugas di daerah gurun ini, dan tak sangka-sangka aku melihat keberadaan seseorang yang tidak seharusnya bisa berada di sini. Tunggu bukankah seharusnya aku yang bertanya alasanmu."
"Oh? Begitu ya, aku paham kau tidak perlu melanjutkannya lagi. Namun kau tau?... Menyerang orang lain dengan kekuatan yang berlebihan bukankah itu terdengar sepertia dia memiliki maksud lain?"
Sebenarnya tujuan Izaya tidak sepenuhnya memprovokasi Zelth dengan pertanyaan yang ia lontarkan kepadanya. Hanya saja Izaya ingin mengetahui bagaimana dia akan menanggapi situasi sekarang.
"Sejujurnya aku memang sengaja, karena itu memanglah tugasku. Kau seorang petualang yang bukan berasal dari kerajaan ini, meski wilayah ini di luar kerajaan seharusnya kau memahami terlebih dahulu hal tabu yang berlaku di luar kerajaan. Tapi tak kusangka kau masih hidup, mungkin kebanyakan orang akan tewas dengan mudah saat melihat cahaya itu."
"Hal tabu ya. Sepertinya kau memiliki informasi yang cukup banyak, dan ini memang salahku karena aku memilih arah jalan yang salah. Lalu... Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
Sekali lagi Izaya bertanya hal yang memungkinkan terjadinya ricuh dan membuat suasana menjadi serius.
"Aku akui kau kuat setelah berhasil selamat dari seranganku. Sebagai gantinya aku akan membiarkanmu hidup-hidup. Oh ya melihat potensimu... Aku memiliki tawaran untukmu."
"Tawaran?"
Izaya sedikit terkejut dengan pengalihan topiknya.
"Ya jika kau berhasil dengan yang satu ini kau akan mendapatkan keuntungan yang banyak."
Zelth memberikan sebuah poster kepada Izaya, tentu tanpa keraguan Izaya menerima pemberiannya.
Dan saat Izaya melihat poster tersebut, tidak ada hal yang membuatnya tertarik karena yang tertulis di sana hanya sebuah Bounty pemburu senilai lima miliar. Namun ketika ia mengamatinya sekali lagi, ada beberapa hal yang membuat Izaya menegakan alis matanya.
"Seekor.... Naga?"
Melihatnya membuat Izaya sedikit tidak percaya namun sebagaian besar justru membuatnya menjadi penasaran. Karena untuk pertama kalinya Izaya seolah mendapatkan pandangan baru mengenai dunia yang saat ini ia jalani.
"Ya itu jika kau mampu, biar aku jelaskan. Setiap aku menemui orang yang aku akui kuat, aku akan menawarkan mereka poster tersebut. Keuntungan yang kau dapat bukan hanya sekedar menerima lima miliar Gold namun juga sebuah zirah yang sangat kuat. Bisa kau sebut sebagai Item Drop yang dimana untuk mendapatkannya harus secara nyata dan bukan tercipta dari sihir."
Mendengar penjelasan Zelth mengingatkan Izaya sebuah perkataan yang sama tentang adanya sebuah Item selain mengutamakan sihir.
"Ternyata masih banyak hal yang tidak ku mengerti dengan cara kerja konsep dunia ini, kurasa wanita itu tidak sepenuhnya memberikanku ingatan yang di milikinya. Selain itu aku cukup heran orang kuat sepertimu tidak mampu mengalahkannya?"
Sesaat Zelth memasang wajah kesal ketika mendengar perkataan yang sedikit menjengkelkan dari mulut Izaya.
"Aku berpikir kembali, lupakan saja soal tawaranku itu, kau tidak akan mampu membunuhnya. Karena.. Naga itu bukanlah naga pada umumnya, keberadaanya bisa setara menampung sejumlah dunia di atasnya. Kami tujuh pahlawan pernah menghadapinya atas perintah Dewi Gabriel. Dan apa yang kami dapatkan adalah rasa trauma."
"Oh? Bahkan ke tujuh pahlawan kesulitan ya, sepertinya aku terlalu naif. Ya kenaifan itu terkadang membuat diri kita menjadi egois. Kalau boleh tau apa alasan kalian ingin mengalahkan naga tersebut?"
"Aku tidak bisa menjawabnya. Tugas pemburu hanya melakukan dan menerima hasil tersebut."
Zelth tampak serius untuk tidak memberitahukannya seolah dia tetap kepada pendiriannya. Dan juga sifat santainya itu membuat Izaya berasumsi bahwa sepenuhnya dia tidak mengatakan kebenarannya.
"Ya kau ada benarnya. Jika begitu bagaimana kalau begini... Kita akan membuat kesepakatan."
"Kesepakatan?"
Di momen inilah sifat sejati Izaya di tampilkan.
"Aku akan mengalahkan naga tersebut, meski aku tidak tau diriku mampu atau tidak. Tapi akan ku pastikan itu sesuai keinginanmu."
Izaya dengan rasa percaya diri mencoba menyakinkan Zelth lewat perkataannya.
"Itu terdengar omong kosong. Tapi di lihat dari kepercayaan dirimu... Baiklah, namun bila hal itu tidak pernah terwujud aku ingin kau menyerahkan jiwamu kepada Dewi Gabriel."
"Baiklah aku berjanji. Sebelumnya aku kurang tertarik dengan hadiah yang di berikan oleh Bounty tersebut, maka dari itu aku membuat sebuah kesepakatan. Langsung saja aku ingin kau mempertemukan diriku dengan Dewi kalian saat keinginanmu telah tercapai."
Tidak peduli apa yang di tawarkan oleh Zelth hal yang paling di inginkan Izaya saat ini adalah pertemuannya dengan Dewi Gabriel.
Namun tampaknya Zelth mulai menunjukan rasa keraguannya setelah mendengar permintaan Izaya.
"Aku tidak bisa. Dan juga itu tergantung apa tujuanmu bertemu dengan beliau."
Zelth terdengar serius mengatakannya.
"Tujuan kah? Ya terus terang saja, itu tergantung kondisinya di sana. Yang jelas tujuanku tidak terlepas dari membunuhnya atau memperkos-"
*SRINGGGGGG!!*
Sebuah tombak terayunkan di tangan Zelth mengarah tepat ke arah pandangan Izaya.
Itu tidak mengenai Izaya hanya saja apa yang di lakukan Zelth adalah sebatas memperingatinya. Tapi tetap saja kesiagaannya terhadap sesuatu yang menginjak harga dirinya benar-benar menunjukan keseriusannya.
"Hoi tombak ini cukup keren juga, ini selaras dengan Zirahmu. Aku tau perkataanku akan membuat harga dirimu jatuh, santai saja aku hanya bercanda. Meski jika aku serius mungkin sejak awal aku akan melakukannya tanpa meminta kesepakatan. Tapi yah gimana ya, aku tidak bisa berbohong soal hasratku terhadap wanita. Mungkin jika di beri pilihan lain jawabanku soal tujuanku adalah... Hanya ingin berbincang dengannya, kau bisa memegang perkataanku."
Hanya sekedar mengatakan keinginan bagi Izaya itu seperti mengutarakan perasaannya, terlebih lagi jika berhubungan dengan n4fsu jelas sangat sulit membohongi raut wajahnya.
"Sekali lagi kau mengatakan hal yang tidak senonoh terhadap beliau... Aku tidak segan-segan akan bertarung serius di sini."
Tampaknya Zelth masih belum menurunkan tombaknya dari pandangan Izaya, dan justru setiap kali mendengar perkataan Izaya membuatnya memperkuat keinginan membunuh.
"Bukankah sebelumnya kau berkeinginan membunuhku? Namun kelihatannya sekarang kau merasa ragu. Jadi... Jawabanmu?"
Untuk beberapa waktu suasana menjadi hening ketika Izaya mempertanyakan tawarannya.
Hingga suatu tindakan di tunjukan oleh Zelth dimana ia pada akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi dirinya sendiri dengan tidak menunjukan sisi egoisnya. Tentu keputusannya membuat Izaya terlepas dari cengkramannya, lalu secara perlahan ia menurunkan tombaknya dari padangan Izaya.
"Baiklah. Aku akan mensetujui kesepakatan itu. Kalau begitu berikan aku namamu."
Kali ini Zelth tampak seperti dirinya yang sebelumnya, dimana sifat santainya itu sangat natural ia tunjukan.
"Izaya... Hanya itu. Dan.. Aku ingin tau dimana lokasi naga tersebut."
"Maaf itu adalah bagian dari tujuan pemburu. Kau harus mencari taunya sendiri, aku juga memiliki urusan setelah ini jadi sayang sekali aku harus meninggalkan pertemuan kita. Oh ya aku selalu mengawasi daerah gurun ini jadi datanglah kapan pun kau mau dengan membawa hasilmu."
Setelah itu Zelth perlahan berjalan pergi meninggalkan Izaya tanpa memberikan informasi tentang keberadaan naga tersebut.
"Begitu ya... Sepertinya aku harus memaksa dirinya untuk memberitahu semua infomasi yang dia miliki terutama.. Hubungannya dengan Dewi itu. Riris... Aku memanggilmu."
"Baik Tuanku."
Sebuah suasana yang tidak mengenakan datang menyelimuti gurun tersebut, hingga membuat Zelth memalingkan wajahnya kepada Izaya untuk sekali lagi, namun dengan perasaan merinding ia rasakan.
Dimana sebuah kehadiran datang dari perubahan cincin yang di miliki Izaya. Yang tidak lain adalah... Keberadaan Riris yang datang atas perintah tuannya, ia hadir sebagai perasaan yang tidak mengenakan.
"Lakukan... Riris."
"Baik..!"
Dengan segera Riris melaksanakan perintah Izaya, saat selangkah ia berjalan menghampiri Zelth sesuatu tiba-tiba merubah sudut pandang dunia menjadi warna kebiruan, bukan hanya sekedar merubah warna dunia, tampaknya waktu juga terasa terhenti melihat Zelth yang tidak mampu bergerak lebih jauh. Ini seolah langkahan Riris lah yang menjadi pemicu terjadinya hal tersebut.
Di samping itu Riris terus berjalan dengan santainya menghampiri Zelth yang terdiam karna waktu terhenti berdampak padanya.
"Begitu ya, sepertinya dia tidak merubah warna dunia namun warna inilah yang menandakan waktu telah terhenti, untung saja aku tidak terpengaruh. Si iblis itu semakin membuatku bergairah saja."
Melihat betapa kuatnya Riris membuat Izaya semakin bersemangat dengan tindakan yang di lakukannya.
Selang beberapa waktu langkahan Riris terhenti tepat berada di hadapan Zelth. Lalu suatu tindakan di lakukannya dimana ia meraih wajah Zelth yang terdiam membeku karena waktu. Tindakannya masih terus berlanjut kali ini Riris mencoba mendekatkan wajahnya sendiri kepada Zelth dan mencoba mengambil informasi lewat pikiran mereka dengan cara bersentuhan kepala.
Tidak membutuhkan waktu lama setelahnya Riris berjalan kembali menghampiri Izaya.
"Dengan penuh hormat saya telah mengambil informasi yang anda minta. Apakah perlu saya bagikan kepada anda Tuanku? Jika iya kita hanya perlu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya."
Riris menunjukan rasa hormatnya kepada Izaya dalam penjelasan yang sedang berlangsung.
"Ah, aku simpan saja kesempatan itu, jelaskan saja secara lisan di depanku. Hal pertama yang ingin kutanyakan adalah....
Dimana lokasi naga itu?"
"Baik, naga itu berada di hierarki satu tingkat dengan dunia ini Tuanku."
"Begitu ya, artinya.. Apa yang di katakan Zelth tidaklah berbohong soal kekalahannya, itu wajar sih naga itu berada di atas dunia ini. Aku mulai berpikir kenapa tidak si Dewi itu saja yang bertindak, atau mungkin... Naga ini lebih kuat dari yang kukira."
Untuk beberapa alasan Izaya berpikir tentang kemungkinan yang akan ia temui kedepannya. Di samping itu Riris terlihat melakukan kehormatan yang lebih dekat kepada Izaya seolah ia ingin mengatakan sesuatu.
"Mohon maaf, jika saya di berikan kesempatan untuk berpendapat maka jawaban saya adalah hampir mustahil."
"Mustahil... Kah?"