DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Di kamar hotel yang hening, Louis duduk di sofa dengan tatapan kosong. Bella sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Sesekali, Louis meliriknya, tetapi Bella tak sedikit pun mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel. Jari-jari Bella bergerak cepat membuat Louis semakin gelisah.
"Sudah cukup," gumam Louis dalam hati, merasakan amarahnya mendidih.
Dia bangkit dari sofa, berjalan pelan menuju Bella. Tanpa sepatah kata, Louis merebut ponsel dari tangannya.
"Louis!" Bella terkejut, matanya terbuka lebar.
"Aku tidak suka diduakan, apalagi kita baru saja menikah."
"Ini tugas dari dosen dan arus selesai malam ini," jelas Bella.
Louis tak bergeming. Dia menatap ponsel di tangannya, lalu menyimpannya di saku.
"Aku tidakpeduli."
"Louis, serius? Aku butuh ponsel itu untuk..."
Louis mengangkat tangannya, menghentikan kata-kata Bella. "Kamu bisa selesaikan nanti. Sekarang aku cuma mau kamu fokus padaku. Aku suamimu, Bella."
"Tapi ini penting."
"Dan aku tidak penting?" Louis menatapnya tajam. Ada sesuatu dalam suaranya yaitu rasa cemburu.
"Aku tidak bermaksud begitu?"
"Aku tidak suka jika kamu terlalu sibuk dengan ponselmu. Kita baru menikah. Aku cuma mau fokus padaku dan bukan fokus ke ponselmu."
"Aku paham, tapi tugas ini juga penting," ucap Bella.
"Tugasmu bisa menunggu sementara aku tidak," jawab Louis.
Bella terdiam lagi, merasa tersudut. Louis tak bergerak, matanya masih memancarkan dingin yang menusuk.
"Oke, aku akan berhenti, tapi tolong, jangan lakukan ini lagi."
"Pergilah ganti baju," kata Louis.
"Ganti baju? Buat apa?" tanya Bella.
"Pakai gaun biru muda yang pernah aku belikan untukmu. Gaun itu terlihat bagus jika kamu pakai," jelas Louis.
Bella mengernyitkan alisnya, merasa tak nyaman. "Louis, sekarang?"
"Iya, sekarang. Aku mau kamu memakainya hari ini."
Bella menggigit bibir bawahnya. "Aku malas, Louis."
Louis tidak merespons dengan kata-kata, tetapi pandangannya cukup jelas. Dia menunggu Bella tanpa memberi ruang untuk penolakan. Bella tahu betul bahwa sekali suaminya meminta sesuatu, sulit baginya untuk menolak.
Bella menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Baiklah. Aku ganti baju."
Dia bangkit dari sofa dan berjalan menuju koper. Dia tahu Louis tidak bermaksud jahat, tapi terkadang keinginannya begitu mendesak. Bella hanya berharap situasi ini bisa berubah, agar ada lebih banyak ruang bagi dirinya juga.
Bella lalu membuka koper dan melihat gaun biru muda yang disebutkan Louis. Gaun itu sangat indah dan elegan. Sambil mengenakannya, Bella menatap dirinya di cermin mencoba untuk tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat.
"Louis hanya ingin aku terlihat cantik untuknya," gumam Bella kepada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan hatinya. Dia menarik napas panjang lagi, lalu kembali menemui Louis dengan langkah yang pelan.
Louis menatapnya ketika Bella muncul di pintu, mengenakan gaun yang dimintanya. Sebuah senyum tipis terbit di wajahnya
"Kamu cantik," cap Louis.
"Terima kasih, Louis."
Louis mendekat dengan gerakan tenang, tetapi pandangannya tak bisa disangkal. Dia menarik Bella ke arahnya, lalu dengan lembut mendorongnya ke arah tempat tidur. Bella terdiam, matanya menatap Louis dengan cemas. Sisa rasa sakit dari malam pertama mereka masih membekas.
"Tolong pelan-pelan!"
Louis berhenti sejenak, menatap wajah Bella yang mulai memucat. Napasnya berat, tetapi dia mendengar permintaan istrinya. Mata Bella memohon dengan kelembutan yang sulit diabaikan.
"Baik, aku akan pelan-pelan."
Dia menunduk, menyentuh wajah Bella dengan lembut untuk mencoba menenangkan istrinya. Bella menghela napas lega, meski rasa takut itu belum sepenuhnya hilang. Dia tahu Louis mendengarnya, tapi tetap saja, perasaan cemas itu masih tersisa.
Dengan hati-hati, Louis mencium kening Bella, sebuah isyarat kecil yang membuat Bella merasa sedikit lebih nyaman.
"Ouuh...."
Di sisi lain.
Di kamar yang remang, Gabriel duduk di sudut ruangan dengan pikiran yang kalut. Tangannya memegang erat sebuah pigura yang berisi foto dirinya bersama Bella. Senyuman mereka yang dulu terasa tulus, kini hanya menjadi kenangan yang perih. Ia menatap foto itu, seolah berharap bisa kembali ke masa-masa bersama Bella.
Gabriel menarik napas panjang, mencoba menahan rasa frustasi yang mengganjal di dadanya. Ia tidak tahu berapa lama lagi harus terkurung di kamar ini sendirian tanpa bisa menghubungi siapa pun.
Pintu kamar terbuka, dan sosok Alister muncul membawakan nampan berisi makanan.
"Ini makan malammu," kata Alister sambil meletakkan nampan di meja kecil di dekat tempat tidur Gabriel.
"Alister, tolong kembalikan ponselku. Aku harus bicara dengan Bella," kata Gabriel.
"Maaf, Gabriel. Tuan Louis sudah memberikan instruksi. Untuk saat ini, kamu tidak bisa menggunakan ponsel."
"Aku nggak tahan terus seperti ini. Aku cuma ingin bicara dengan Bella."
"Saya paham perasaanmu, tapi saya tidak bisa melawan perintah Tuan Louis. Ini untuk kebaikan semua pihak," jelas Alister.
Gabriel terdiam, matanya kembali tertuju pada pigura di tangannya. Rasanya seperti dipisahkan dari segalanya, dari Bella, dari kebebasannya sendiri. Dia tahu Alister hanya menjalankan tugas, tapi itu tidak membuat rasa frustrasinya berkurang.
"Kalau begitu, katakan pada Papa jika aku ingin berbicara dengannya. Biar dia sendiri yang menjelaskan semua ini," pinta Gabriel.
Alister mengangguk, lalu berbalik meninggalkan kamar.
Kembali ke hotel.
Di kamar yang remang-remang, Louis duduk di tepi tempat tidur sambil menatap Bella yang berbaring di sisinya. Bella menggigil sedikit, bukan hanya karena suhu ruangan, tapi juga karena tubuh polosnya sejak Louis menanggalkan semua pakaiannya.
Louis menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Tangannya perlahan menyentuh lengan Bella, memberikan kehangatan yang lebih dari sekadar selimut. Bella menatap Louis sambil tersenyum kecil.
"Aku hanya ingin memastikan kamu nyaman," bisik Louis.
"Aku tahu," jawab Bella.
Mereka berdua berbaring lebih dekat, saling merasakan kehangatan tubuh masing-masing. Louis membiarkan tangannya melingkari tubuh Bella dan menariknya lebih dekat seolah tak ingin kehilangan kebahagiaan ini. Bella, yang semula merasa cemas, perlahan-lahan mulai merasa nyaman. Sentuhan Louis kali ini terasa lebih lembut.
"Bagaimana jika sekarang gaya belakang?" tanya Louis.
"Tadi kan sudah," jawab Bella kelelahan.
"Aku belum puas," ucap Louis.
"Hemm, baiklah terserah kamu," ucap Bella.
Di dalam keheningan hanya ada nafas yang terdengar, saling berirama, seakan semua kecanggungan dan jarak yang ada sebelumnya menguap begitu saja. Mereka tidak membutuhkan banyak kata, hanya kehangatan yang mengalir dari tubuh ke tubuh memberi rasa aman dan kedekatan yang selama ini mereka cari.
"Bella, aku ingin kita selalu seperti ini," bisik Louis sambil bergerak perlahan demi perlahan di belakang Bella.
"Aku juga... ouuhh...." racau Bella.
Louis juga merasakan yang sama yaitu kenikmatan, sebelumnya dia memang casanova yang sering merasakan kehangatan wanita tapi dengan Bella semuanya terasa berbeda.
"Louis, aku cinta kamu," ucap Bella sambil menutup mata dan menggigit bibirnya.