NovelToon NovelToon
Tetangga Gilaku

Tetangga Gilaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Enemy to Lovers
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

"Meskipun aku ditodong dengan pisau, aku tidak akan pernah mau menjadi pacarnya. Kalau begitu aku permisi."

"Apa?! Kau pikir aku bersedia? Tentu saja aku juga menolaknya. Cih! Siapa yang sudi!"

Raga heran kenapa setiap kali di hadapkan pada gadis itu selalu akan muncul perdebatan sengit. Bri jelas tak mau kalah, karena baginya sang tetangga adalah orang yang paling dibencinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1

Pondok Labu, 28 Mei 2013

Gadis itu berdiri di depan kelasnya dengan jantung berdebar kencang, ia tengah menatap sekelompok kakak kelasnya yang sedang bermain basket di lapangan. Alaric adalah sosok yang telah mencuri hatinya pada pertama kali ia menginjakkan kakinya di sekolah itu. Pada hari orientasi siswa Alaric pernah membantunya mengantar Bri ke UKS karena hampir pingsan, kebaikan hati pria itu membuatnya jatuh hati. Semua cerita tentang hatinya ia tuangkan di buki hariannya yang selalu dia tulis dari semenjak SMP.

Hari ini adalah hari yang sudah lama ia nantikan sekaligus takutkan. Setelah lama menyimpan perasaannya, akhirnya ia memutuskan untuk mengakui cintanya pada Alaric.

Dinda, sahabatnya, menatapnya dengan penuh semangat. “Kau yakin? Ini momen besar! Kalau dia sampai menolakmu bagaimana?"

Bri mencibir. “Yang terpenting adalah melangkah maju, hasil belakangan”

Dinda tertawa kecil. “Baiklah. Semoga sukses kawan.”

Bri menggigit bibirnya, berpikir sejenak. “Tolong berikan ini padanya ya. Aku tunggu di belakang kamar mandi.”

Dinda agak ragu mengambil secarik kertas yang disodorkan temannya itu. “Apa tidak salah Bri? Kamar mandi? Bukankah agak tidak bermoral melakukannya di sana?.”

"Bukan di kamar mandi! Di belakangnya. Hanya disitu yang cukup sepi. Aku jadi malu kalau ada yang tau," ucap Bri cemas.

Raga menemukan buku harian yang ia yakini milik Bri yang terjatuh dari tasnya dan tergeletak di lantai dekat bangkunya. Dia mengambilnya dan dengan iseng membuka halamannya perlahan. Semua yang dibacanya menggelikan ada juga halaman yang mengesalkan ketika Bri menceritakan betapa kesalnya dia pada anak laki-laki tetangga sebelah yang merujuk ke dirinya sendiri. Halaman demi halaman dia buka dan matanya terpaku pada satu halaman yang menurutnya baru saja dia tulis:

"Aku harus jujur mengenai perasaanku. Semoga kak Al menerimanya."

Raga mengerenyitkan dahinya pertanda bingung tentang siapa pemilik nama Al ini. Sampai dilihatnya Bri yang sedang tergesa-gesa menuju ke sebuah tempat.

Raga diam-diam mengikuti Bri ke sebuah tempat. Dengan sigap, ia bersembunyi di balik pohon besar, yang terletak disudut Di kejauhan, Bri tampak gugup saat berdiri di depan Alaric.

"Aku rasa pasti ada tempat yang lebih baik daripada di sinikan Bri?" tanya Alaric ragu.

Bri hanya bisa tersenyum canggung menanggapinya, "Maaf kak. Ada sesuatu yang mau Bri katakan."

"Apa?"

“Kak Al,  Bri suka sama Kakak.” Suara Bri pelan namun cukup terdengar jelas ditelinga Raga.

Alaric menatap Nina dengan ekspresi terkejut. “Hah? Bri serius? Aku  tidak menyangka.” Raga berdiri menatap dua orang itu dengan ekspresi datar dan setelah mendengar hasil akhir dari percakapan itu, dia segera pergi.

***

Keesokan paginya, sekolah dikejutkan oleh pemandangan di papan mading dekat kantin. Di sana, tertempel selembar foto yang jelas menunjukkan Bri saat menyatakan perasaannya pada Alaric. Tidak hanya itu, di bawah foto tersebut tertulis kalimat besar dengan spidol merah:

“DEKLARASI CINTA BRI: BERANI TAPI NAAS?”

Kerumunan siswa langsung heboh. Ada yang tertawa, ada yang berbisik-bisik Dinda yang baru tiba di sekolah langsung merasa ada yang tidak beres. Ia mendorong tubuhnya melewati kerumunan dan nyaris tersedak ketika melihat foto Bri terpampang di sana.

“Oh, tidak! Bri harus lihat ini,” gumamnya panik.

Sementara itu, Bri baru saja sampai di gerbang sekolah. Langkahnya ringan karena kemarin Alaric menjawabnya dengan baik. Memang, Alaric tidak menerimanya namun kata-kata penolakan darinya sangat baik dan tidak menyakiti Bri, karena sudah kelas tiga Alaric bilang ingin fokus pada ujian nasional yang sebentar lagi akan diadakan.

Namun, Bri langsung heran ketika ia mendekati kantin dan mendengar bisik-bisik aneh dari teman-temannya.

“Dia kan orangnya yang ditolak kemarin?”

“Orang yang mengerjainya benar-benar keterlaluan.”

“Bri pasti malu setengah mati.”

Jantung Bri berdetak kencang. Ia bergegas menuju mading dan seketika wajahnya memucat.

Matanya langsung menangkap foto dirinya dengan ekspresi gugup saat berbicara dengan Alaric kemarin. Ia merasa seperti ada batu besar yang menghantam dadanya.

Dinda buru-buru menarik tangannya. “Bri aku nggak tahu siapa yang melakukan ini, tapi kita harus cepat-cepat ambil fotonya.”

Namun, sebelum mereka sempat bergerak, suara tawa familiar terdengar di belakang mereka. “Bri sepertinya jadi selebriti hari ini.” Bri berbalik dan melihat Raga bersandar di dinding.

Kemarahan langsung membakar dirinya. “Kau yang melakukan ini?!” bentaknya.

Raga berdiri tegak dan memasukkan satu tangannya ke saku celana. “Bukan aku. Jangan sembarang menuduh.”

Dinda mengepalkan tangan. “Dasar tidak punya hati! Ini bisa bikin Bri malu seumur hidup!”

Bri menatap Raga dengan mata berkilat penuh amarah. “Kau keterlaluan!”

"Sudah kubilang bukan aku! Apa kau pikir hidupku hanya tentangmu? Untuk apa juga aku melakukan hal-hal seperti itu," ucap Raga mulai kesal.

"Karena hanya kau yang mampu melakukan hal kotor seperti ini. Kau terhibur kan?" Hati Bri sakit bukan main. Ia menggigit bibirnya, menahan air mata yang mulai menggenang.

Bri tidak bisa tinggal diam. Ia harus memberi Raga pelajaran yang setimpal. Dengan bantuan Dinda, mereka mulai mencari cara untuk membalas Raga. Hingga akhirnya, sebuah ide cemerlang muncul di kepala Bri.

Keesokan harinya, di papan mading sekolah, muncul sebuah foto baru. Kali ini, foto tersebut adalah Raga yang sedang tidur di kelas, dengan mulut sedikit terbuka dan air liur hampir menetes.

Di bawahnya tertulis:

“RAGA, RAJA TIDUR KELAS !”

Kerumunan siswa kembali heboh. Saat Raga tiba di sekolah, ia langsung disambut gelak tawa teman-temannya. Begitu melihat fotonya di mading, wajahnya langsung memerah. Dengan kesal, ia merobek foto tersebut dan berlari ke kelas mencari Bri.

Begitu menemukannya, ia langsung menunjuk wajahnya. “Apa ini?!”

Bri menyilangkan tangan di dada. “Menurutmu?!”

Raga mendengus kesal. “Hebat Bri!”

Bri menaikkan alis. “Bagaimana? Kau sudah merasakan apa yang kurasa. Itulah akibat ide kekanak-kanakan yang kau lakukan.”

Dinda menimpali dengan nada puas. “Rasakan, Ga.” Raga terdiam. Ia dipermalukan untuk hal yang dia tidak perbuat dan Bri selalu melemparkan semua tuduhan negatif padanya.

Dengan marah Raga memegang lengan Bri menariknya dengan kasar, Raga berbisik pelan ke arah Bri "Kau tau, tidak akan ada pria yang menyukaimu. Emosimu mudah sekali tersulut, kau cengeng, kau lemah dan gampang sekali terhasut. Apa kau tau Alaric menolakmu bukan karena alasan dia ingin fokus belajar. Itu karena memang dia tidak menyukaimu. Berkacalah! Kau bahkan tidak cantik!" Bagai tersambar petir Bri terdiam mendengar hal itu dari Raga. Dia tidak pernah merasa serendah diri itu, dirinya tidak berharga, dia tidak cantik dan tidak ada yang akan menyukainya.

Sepanjang hari Bri hanya terdiam tidak bersemangat melakukan apapun bahkan saat temannya membelikan dia roti, dia hanya mencuilnya sedikit. Kata-kata Raga bagai terpatri dihatinya melekat membayangi pikirannya

Lonceng pulang telah dibunyikan semua anak berhamburan keluar kelas buru-buru pulang, beberapa orang mengeluarkan payung dari tas mereka. Saat itu hujan deras turun, Bri berjalan sendirian menuju gerbang sekolah. Dia berjalan sambil memegang erat payungnya dan berhenti pinggir jalan untuk menunggu lampu merah menyala karena ia hendak menyebrang.

Bri melamun disaat hendak menyebrang jalan, dia tersentak kaget karena seseorang menariknya dengan cepat sampai payungnya terlepas jatuh. Truk besar berhenti dan marah-maraj ke dia.

"Matamu di mana! Kau mau mati ya?" Raga menatapnya dengan sorot mata yang berbeda dia tidak tau apa artinya. Tangannya yang sedang memegang payung bergetar dan satunya lagi memegang pundak Bri dengan kuat, deru napasnya menyapu wajah Bri.

Bri yang tersadar bahwa dirinya hampir saja tertabrak balas menatap Raga dengan sinis. "Kalau aku mati kau senang kan?"

"Bicara apa kau ini. Dasar bodoh!" Raga mengambil jaket dari tas dan menyampirkannya ke tubuh Bri yang sudah separuh basah. Namun ditolak Bri dengan kasar.

"Tidak usah pura-pura baik Raga, aku tau kau tidak menyukaiku. Tapi tenang saja karena aku juga membencimu. Sangat." Raga menatapnya bingung wajahnya juga ikut basah, bulir air menetes dari atas rambutnya jatuh menerpa matanya yang menatap dalam Bri.

"Menjauhlah dariku. Kumohon." Bri dengan tangan bergetar meninggalkan Raga yang masih terpaku di sana berdiri menatap gadis itu menghilang di balik belokan jalan.

1
Siska Amelia
okayy update kok dikit dikit
lilacz
dari segi alur dan penulisan membuat aku tertarik
lilacz
jgnn lama-lama update part selanjutnya ya thor
Karangkuna: terima kasih untuk dukungannya :)
total 1 replies
ulfa
wah genre favorit aku, dan ceritanya tentang enemy to lovers. ditunggu next part ya kak. semangat /Smile/
Karangkuna: happy reading, terima kasih sudah mampir :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!