Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi
"Nak, apa tidak lebih baik jika kau urungkan niatmu untuk pergi dari rumah ini" Rahayu mengusap tangan Ruby yang sibuk memindahkan pakaian ke dalam koper, hingga aktifitas gadis itu terhenti.
Ruby menanggapi pertanyaan Rahayu dengan sekali anggukan. Meski tergambar jelas gurat kesedihan pada wajah paruh baya itu, namun Ruby tetap kekeh pada keputusan awal.
"Coba kau timang sekali lagi, Nak. Setidaknya, fikirkan juga nasib janin di dalam perutmu. Meski kalian berpisah, paling tidakbdia harus tau siapa Ayah kandungnya yang sebenarnya." Sejak semalam, Rahayu sudah bicara panjang lebar. Ruby yang menutupi kehamilannya dari Sean, dirasanya salah. Mengingat dosa besar andai seorang ibu dengan sengaja memisahkan anak dari Ayah kandungnya.
"Ibu, aku mohon dengan sangat. Tolong hargai keputusanku. Jika aku berkata sejujurnya pada Sean, dia belum tentu mengakui jika janin dalam kandunganku ini adalah anaknya." Bukan tanpa alasan Ruby mengucap hal demikian. Fitnah perselingkuhan yang ditujukan untuknya, pasti akan menjadi sebuah bukti kuat bagi keluarga Sean untuk semakin memojokkannya dan Ruby tak ingin hal itu terjadi kembali. Sudah cukup harga dirinya direndahkan sedemikian rupa. Biarlah ia pergi. Membawa luka diri dan menata hidup yang lebih baik bersama sang buah hati.
Rahayu mengalah. Tak mampu untuk membujuk Ruby untuk tetap bertahan hidup di kota ini.
"Baiklah. Ibu hanya bisa berdoa untuk kebagiaanmu bersama janin dalam kandunganmu." Rahayu berpesan. Ia pun ikut membantu mengemas pakaian Ruby kedalam koper dan ransel.
Sesuai permintaan Rahayu, Ruby akan dititipkan pada saudaranya selama belum mendapatkan tempat tinggal. Setidaknya Rahayu bisa legowo melepaskan Ruby dengan bantuan saudara yang ikut menampungnya.
Ada yang mengalir dari sudut mata Rahayu saat seluruh pakaian dan barang pribadi Ruby sudah terkemas rapi. Rahayu menangis dalam diam. Sejujurnya dia tak rela melepaskan. Bukan hanya karna kondisi Ruby tapi juga kondisi kandungannya. Rahayu diliputi kecemasan. Takut jika diseparuh jalan terjadi hal-hal yang tak diinginkan, hingga membuat Ruby terluka.
Ya tuhan.
Rahayu gelisan. Pandangannya hanya tertuju pada Ruby yang hilir mudik merapikan perlengkapan penting miliknya ke dalam sebuah tas. Meski dari luar Ruby terlihat tegar, namun dalam hati siapa yang tau.
Begitu memastikan seluruh barang pribadinya sudah terkemas. Gadis lekas bangkit, menarik koper dan juga tas menuju teras panti asuhan. Beberapa anak yang tanpa sengaja melihat sontak menghampiri Ruby dan Rahayu. Beberapa pertanyaan tentu memenuhi fikir mereka saat menatap pada koper kemudian pada Ruby yang berpenampilan rapi.
"Kakak Ruby mau kemana? Kenapa membawa banyak barang?". Seorang anak perempuan yang cukup dekat dengan Ruby bertanya. Ia menatap heran ke arah barang-barang Ruby.
Ruby dan Rahayu saling berpandangan. Mereka cukup kesulitan memberi jawaban.
"Em, kak Ruby akan mengunjungi keluarganya di kampung. Mereka bilang sudah rindu dan meminta Kak Ruby untuk pulang." Rahayu justru yang menjawab pertanyaan sang anak mendahului Ruby.
Anak perempuan itu mengangguk samar, namun dalam hati ia berfikir. Pasalnya gadis kecil itu pun tau jika Ruby sama sekali tak memiliki sanak saudara.
"Ya sudah, Sella ikut bergabung dengan teman yang lain, ya. Ibu akan mengantar Kak Ruby ke depan."
Gadis bernama Sella itu mengangguk, berlari menjauh untuk bergabung dengan beberapa teman lain yang sedang menyapu halaman panti.
Beberapa anak lain ikut menatap pada Ruby dan beberapa detik kemudian mereka serempai melambaikan tangan.
Sepasang mata Ruby memanas. Pemandangan seperti ini membuat hatinya teriris pedih. Tatapan polos bocah-bocah itu, sama seperti dirinya beberapa tahun lalu.
Sigap, Ruby menyusut bulir bening yang menitik sebelum menganak sungai. Satu tangan Ruby pun terangkat untuk balas melambaikan tangan.
Menyadari keharuan yang tengah berlangsung, Rahayu pun lekas membimbing Ruby untuk keluar, menunggu taksi oleh yang sebelumnya sudah dipesan. Baru beberapa menit menunggu, sebuah taksi online menepi.
Rahayu lekas menatap Ruby, berbicara padannya saat sang sopir taksi menyimpan barang-barang Ruby ke dalam bagasi.
"Ruby, berjanjilah pada ibu untuk selalu menjaga diri dan juga kandunganmu. Maaf, Ibu tidak bisa mengantarmu tapi Ibu sudah mengatakan pada Fatiman, jika hari ini kau akan datang." Rahayu mengusap perut bulat Ruby, mengumamkan beberapa doa untuk kesehatan janin beserta ibunya.
Ruby mengangguk. Fatimah meupakan kerabat dekat Rahayu dan di rumah beliaulah rencananya Ruby akan menumpang sementara waktu.
Ruby mulai masuk ke dalam taksi, sementara Rahayu tampak sedang berbicara pada sopir taksi panjang lebar. Menitipkan Ruby agar selamat dan tanpa satu kekurangan apa pun sampai ketempat tujuan.
Rahayu melambaikan tangan saat taksi yang membawa tubuh Ruby mulai bergerak. Bulir bening kembali membasahi pipi. Meski sempat terpisah dari Ruby saat gadis itu menikah, tetapi rasanya tak sesakit ini saat gadis itu meninggalkan dirinya untuk kedua kali. Ruby tengah dihantam prahara besar dalam rumah tangga saat memilih pergi dan Rahayu tidak yakin jika gadis tersebut akan kembali ke panti asuhan yang sejak kecil sudah menjadi tempat tinggalnya.
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya