Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penawaran Adik Ipar
Cinta dan kasih yang telah dirajut bersama oleh Bianca dan Darren memanglah sebuah mimpi, mimpi yang akan mereka wujudkan dalam dua hari lagi.
Namun nyatanya, mimpi itu akan selalu menjadi mimpi. Semua harapan dan angan itu sirna bagai debu. Bahkan cinta yang tengah menggebu-gebu kini telah hilang begitu saja, berubah menjadi kebencian yang amat menyakitkan.
Saat Bianca menangis seorang diri, Daniel datang dan membantu wanita itu bangkit.
"Aku akan mengantarmu pulang, Kak," ucap Daniel. Ia membantu Bianca berdiri, menopang tubuhnya dan membawa wanita itu masuk ke dalam mobil.
Tanpa banyak bicara, Daniel duduk di kursi pengemudi dan melajukan mobil milik Bianca meninggalkan rumah.
Bianca tidak tahu harus ke mana. Besok pagi orang tuanya akan datang, lalu disusul oleh seluruh keluarga dan sanak saudara. Bagaimana cara Bianca menjelaskan semuanya? Wanita itu amat terpukul dan menderita.
"Kak, kau pulang ke mana?" tanya Daniel. Bocah laki-laki itu tahu betul alamat rumah orang tua Bianca, juga alamat rumah villa yang akan jadi rumah hadiah pernikahan wanita itu.
Sementara yang ditanya hanya diam, Daniel tidak memaksa. Ia terus mengendarai mobil dengan hati-hati menuju rumah villa. Daniel tahu, Bianca pasti butuh tempat yang tenang dan nyaman untuk sendiri.
Sebelum mereka sampai, Daniel memutuskan untuk berhenti di sebuah minimarket, ia membeli beberapa makanan ringan, juga roti dan susu. Hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit, ia sudah kembali ke mobil.
Bianca tidak menanyakan apapun, ia hanya diam dan menatap kosong kaca mobil, menyaksikan pemandangan malam ramai di jalanan.
Setelah sampai di rumah villa, Bianca turun sendirian. Ia masuk ke dalam rumah dan membiarkan Daniel berjalan di belakangnya.
Bianca berjalan pelan menuju ruang tengah, merebahkan tubuh lelahnya di sofa panjang sambil menutup wajahnya dengan bantal. Ia merasa sangat malu sekaligus kesal pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia begitu bodoh hingga tidak menyadari perselingkuhan antara kekasih dan sahabat baiknya selama ini?
"Kak, kau pasti belum makan. Ayo makan terlebih dahulu," ajak Daniel. Bocah itu sudah mengambil gelas dan piring dari dapur. Ia menyiapkan roti selai coklat serta segelas susu untuk Bianca.
Sebelumnya, Daniel memang sudah beberapa kali datang ke rumah ini, meski hanya sekadar mampir atau bermain.
"Pulanglah," jawab Bianca pelan. Ia bahkan tidak membuka bantal yang menutupi wajahnya.
"Tidak, aku akan di sini sampai kau selesai makan," tolak Daniel.
Bocah laki-laki itu merasakan perasaannya campur aduk. Hatinya hancur, ia kasihan melihat keadaan Bianca. Mereka sudah kenal dekat sejak Darren memperkenalkannya beberapa tahun lalu. Bahkan ia juga sudah mengenal kedua orang tua Bianca, serta banyak hal yang disukai oleh wanita itu.
Bagi Daniel, Bianca adalah wanita yang baik, ia pintar dan perhatian. Kedua orang tua Daniel sangat menyayangi Bianca dan menganggapnya seperti keluarga sendiri. Namun tidak menyangka semua akan berakhir seperti ini.
Daniel melihat tubuh Bianca bergetar hebat. Sepertinya wanita itu sedang menangis, hanya saja rasa sakit yang luar biasa membuatnya kehilangan tenaga untuk bersuara.
"Kak, ayo makan. Kau tidak boleh sakit," bujuk Daniel. Ia meraih tangan Bianca dan membuka bantal di wajahnya.
Kedua mata Bianca sembab, make up di wajahnya nampak berantakan. Wanita itu terlihat sangat kesakitan.
Daniel membantunya bangun agar bisa duduk, lalu berusaha menenangkannya.
"Aku tidak akan memintamu memaafkan perbuatan Kak Darren, Kak. Aku hanya bisa memintamu untuk kuat, kau layak bahagia."
"Bukankah seharusnya kau bersyukur? Tuhan memberimu kesempatan. Sebelum kalian menikah, semua kebusukan itu terungkap, jadi kau tidak kehilangan masa depanmu. Kau masih bisa memperbaikinya," ujar Daniel.
Bocah laki-laki yang baru saja lulus SMA itu nampak sangat bijaksana dan mampu bersikap dewasa. Hal itu membuat Bianca sedikit tenang.
Bianca tidak mengucapkan sepatah katapun. Wanita itu menggeser tangannya dan menyentuh perutnya yang masih datar.
Bagaimana dengan bayi dalam kandungannya? Bagaimana dengan statusnya sebagai wanita hamil tak bersuami? Bagaimana dengan harga dirinya dan keluarganya?
"Kak, apa kau percaya padaku?" tanya Daniel tiba-tiba.
Bianca mendongak, menatap wajah tampan bocah laki-laki di depannya. Wajah Daniel memang terlihat mempesona, namun ketampanannya terkesan imut. Wajar, bocah itu bahkan baru lulus sekolah.
Bianca menunggu apa yang ingin Daniel katakan, bocah itu terlihat gugup namun meyakinkan.
"Aku yang akan bertanggung jawab. Aku yang akan menggantikan Kak Darren di pesta pernikahan nanti. Aku yang akan menjadi ayah dari anak ini," ucap Daniel mantap.
Bianca membulatkan matanya lebar. Wanita itu terkejut sekaligus tidak mengerti. Apa bocah itu sadar akan apa yang baru saja ia katakan?
"Aku serius, Kak. Aku sungguh-sungguh." Daniel meyakinkan.
Bianca menarik napas dalam-dalam. Ini bukan saatnya membicarakan sebuah lelucon. Penawaran Daniel sama sekali tidak membuat Bianca terhibur, wanita itu justru semakin tidak mengerti.
***