Dua tahun diabaikan oleh suami karena suatu kesalah pahaman yang bahkan tidak diketahuinya
Permintaan untuk perceraian oleh suami yang bahkan tidak pernah memandangnya membuat Yuna mengambil langkah berani untuk tidur dengan lelaki sewaan
Lalu apa yang akan terjadi jika gigolonya adalah suaminya sendiri?
Hanya tulisan ringan, slow update
Mohon tinggalkan komentar setelah membacanya...please🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farhati fara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyerahan kehormatan
Yuna sedang melarutkan diri dalam nyamannya air yang memenuhi bathtub. Ditambah dengan wewangian aromatheraphy semakin membuat tubuhnya rileks, hingga Yuna hampir saja tertidur saat sebuah ketukan di pintu menyadarkannya
" Oh Tuhan! Itu pasti gigolonya..." serunya langsung bangkit dari bathtub dan meraih jubah mandinya serta topeng penutup identitasnya yang langsung dipakainya sebagai alat bantu agar dirinya tidak di kenali
Yuna berjalan keluar kamar mandi dan melangkah untuk membukakan pintu, dimana gigolo yang akan dia serahkan kehormatannya berdiri di baliknya. Jangan tanyakan bagaimana jantungnya kini berpacu? Ini akan jadi pengalaman pertamanya dan Yuna bukan melakukan dengan suaminya, melainkan dengan pria yang dia bayar akan jasanya. Tubuhnya gemetar, ada rasa penyesalan yang mendadak hadir mencubiti diri. Tapi lagi-lagi Yuna menggeleng, dia sudah terlalu jauh melangkah dan akan sangat sulit untuk kembali lagi. Biarkan saja dia larut dalam permainan dunia ini dan dia juga ingin merasakan apa yang didengarnya dari para sahabatnya, tentang rasa awam bernama kenikmatan dalam hubungan dengan lawan jenis
"Tenanglah Yuna, kamu tidak bisa mundur sekarang. Semoga saja dia pria yang tampan" harap Yuna sembari menghembuskan nafasnya, sekedar mengatasi rasa gugupnya yang berlebihan
Klekk...pintu terbuka
Yuna membeku menatap pada pria yang memiliki tinggi diatas rata-rata di depannya. Bukan karena ketampanan sang pria yang membuat Yuna terdiam melainkan wajah sang pria yang juga mengenakan topeng. Wajah gigolo didepannya tertutupi topeng berwarna hitam dan menutupi setengah wajah si pria. Yuna sempat bingung, tapi otak pas-pasannya segera mengirim sinyal akan asumsi tidak jelasnya
" Mungkin miss Gio juga menyuruhnya untuk memakai topeng agar aku tidak terlalu malu jika kelak bertemu dengannya secara tidak sengaja. Ada baiknya juga aku tidak mengenali wajahnya, setidaknya ini cukup ampuh untuk menghilangkan rasa malu ku" pikir Yuna dengan otak cantiknya. Dia dengan segera mengubah mimik wajahnya menjadi mimik wanita berkelas. Setidaknya dia tidak boleh terlihat bodoh didepan pria yang di sewanya
" Masuklah!" suruhnya yang diikuti oleh si pria tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada wanita yang akan dilayaninya malam ini. Sang pria berjalan masuk kedalam kamar yang sudah berhias sedemikian rupa. Kamar yang disulap laksana kamar pengantin baru. Mendadak mata tajam si pria menghunus netra hitam Yuna yang masih saja terpana pada pria yang menjadi gigolonya. Pria itu pasti memiliki tubuh yang indah dengan otot-otot menggoda dibalik kemeja hitam yang kini membaluti tubuhnya.
Karena tatapan tajam sang pria, Yuna mendadak merasakan hawa dingin berhembus. Tatapan mata gigolo itu terlalu mendominasi di balik topeng hitamnya dan Yuna juga sempat melirik pada tangan sang pria yang terkepal, Yuna mengasumsi hal itu sebagai ketidak puasan sang pria akan penampilannya. Tapi, siapa peduli? Bukankah disini dia ratunya? Karena bagaimanapun, Yuna telah membayar untuk jasa yang akan ditunjukkan oleh si pria
" Apakah aku segitu tidak menariknya di mata para pria?" batin Yuna bertanya dengan kesedihan yang mendadak hinggap di hatinya. Tapi tidak ada waktu baginya saat ini untuk bersedih
" Kenapa diam saja? Lakukan tugasmu untuk puaskan aku malam ini" kata Yuna sembari melepaskan jubah mandi yang menutupi tubuhnya, hingga kini Yuna telanjang bulat di depan sang pria
Yuna, gadis yang berstatus istri dari Aaron Nelson itu menggigit bibirnya mencoba untuk menahan rasa malu yang kini memenuhi dirinya. Dia merasa dirinya kini tidaklah berbeda dengan wanita murahan yang menjajakan diri di luaran sana. Syukur, topeng yang kini melekat di wajahnya sangatlah membantu menutupi merah wajahnya yang menahan malu
Beberapa saat si pria sempat terdiam menatap lurus pada Yuna yang sudah meloloskan satu-satunya penutup tubuh gadis itu. Tubuh Yuna terlihat begitu menggoda. Mustahil ada pria normal yang tidak akan tergoda dengan apa yang tersuguhkan didepannya saat ini
Kepalan tangan si pria semakin mengerat. Entah apa yang membuat pria itu bersikap seperti itu, disaat kulit mulus bening itu terpapar didepannya. Yuna melangkah mendekat pada si pria. Dia akan mencoba melupakan segalanya tentang Aaron mulai sekarang. Semua di dirinya yang tujuannya akan disembahkan untuk Aaron sebagai suami dan pria yang dicintainya, kini harus pupus saat Yuna melakukannya dalam menyambut lelaki lain yang di sewanya
Tidak butuh waktu lama, saat si pria langsung menggerakkan tangan menyentuh gundukan menggoda di depannya. Yuna terkesiap dengan gerakan tiba-tiba itu. Tapi, tidak ada waktu bagi Yuna untuk tetap dalam keterkejutannya. Tangan si pria sudah meluncur membingkai pinggang polosnya, menariknya hingga melekat dengan tubuh bidang si pria
Yuna mencoba menatap pada mata si pria namun fokusnya hilang hanya karena sentuhan ringan yang diberikan oleh si pria gigolo. Tangan sang pria kini beralih pada tengkuknya, mencoba untuk meraih bibir Yuna
" Ini ciuman pertamaku. Ini adalah momen yang berharga bagiku" tutur Yuna saat si pria hampir menggapai bibirnya dan terhenti karena ujaran gadis itu. Topeng yang digunakan oleh si pria cukup membantu menyembunyikan kerutan kebingungan dari wajah si pria
Si pria terhenti dan menatap Yuna yang memiliki tinggi di bawahnya. Apa dia baru saja mendengarkan kata ciuman pertama? Apakah itu benar, atau pendengarannya yang bermasalah?
" Iya. Kau benar! Ini adalah pengalaman pertamaku" lirih Yuna akhirnya sembari menunduk. Sungguh dia tidak bisa berpura-pura bersikap layaknya wanita dominan yang biasanya menyewa para gigolo. Dalam hati Yuna sangat bersyukur akan keberadaan topeng di wajahnya yang sedikit banyak menutupi rasa malunya
Tanpa berucap sepatah kata pun si pria kembali meraih tubuh polos Yuna dengan tangan besarnya dan membawa Yuna pada sebuah ciuman lembut yang menuntut
Yuna larut dalam cumbuan si pria, merasakan gelenyar aneh yang melingkupi dirinya. Rasa aneh yang masih begitu awam dirasakan tubuhnya, efek dari sentuhan tangan si pria gigolo pada tubuhnya
Si pria mencium Yuna semakin menuntut dan tangannya bergerak bebas menyentuh segala sisi tubuh Yuna. Ada emosi yang terselip di setiap sentuhan si pria yang tidak dapat Yuna kenali sebagai emosi apa? Pria gigolonya jelas sangat mendominasi dengan aura dingin yang melingkupi tubuhnya
Si pria mengangkat tubuh polos Yuna dengan begitu mudah, membuktikan kalau tenaga yang dimiliki oleh pria gigolo itu cukuplah kuat hanya untuk wanita seperti Yuna. Tubuh Yuna terangkat dan mendarat diatas ranjang dengan bibirnya yang masih bertautan dengan bibir si gigolo
Si pria mulai meraba, menyentuh di setiap titik sensitif Yuna, membuat gadis itu mengerang dalam kenikmatan awam yang pertama kali dirasakannya
" Tolong pelan-pelan...ini pertama kalinya bagiku" gumamnya dalam siksaan kenikmatan tersebut. Ingatan Yuna terbayang pada bahasannya dengan para sahabatnya kemarin tentang betapa nikmatnya melakukan hubungan badan dan Yuna kini dapat merasakannya. Sentuhan dari seorang pria ternyata benarlah sangat menakjubkan. Ada jiwa liar dalam dirinya yang minta untuk dilepaskan
" Maafkan aku Aaron!" batin Yuna yang sudah bertekad untuk melupakan rasanya pada sang suami sepenuhnya. Gadis itu bangkit dari baringnya dan bergerak pada si pria gigolo, mencium bibir pria itu dengan rakus. Karena setengah wajah si pria gigolo yang tertutupi topeng, Yuna hanya dapat melihat betapa bagusnya bentuk bibir pria yang akan menjadi pemuasnya malam ini. Setidaknya dia mendapatkan gigolo yang berbibir indah dengan otot tubuh yang menggoda. Persetan dengan wajah di balik topeng hitam yang pria itu kenakan
.
.
.